Tak memerlukan waktu lama, Hardin dan Jodie sudah sampai di tempat yang di katakan oleh Jodie.
Sebuah gang kecil dengan nama Gang Belimbing.
"Lo mau turun duluan apa nggak? Gue mau cari tempat parkir dulu, mobil nggak bisa masuk ke sana." Hardin memulai percakapan. Diliriknya Jodie melalui kaca spion di atas kepalanya.
"Eh tunggu-tunggu, kayaknya kita salah deh, bukan disini," Jodie tampak mengecek kembali layar handphonenya.
Hardin berdecak kesal. Dia menjatuhkan tubuhnya ke sandaran jok mobil.
"Udah kelewat deh kayaknya. Di samping Mushola, nggak jauh dari gang belimbing. Tuh musholanya dibelakang." Jodie kembali membaca DM dari Luwi.
Hardin memundurkan mobilnya perlahan. Lalu berhenti tepat di depan sebuah pekarangan rumah sederhana tapi ukurannya sedikit lebih besar dari kontrakan yang dia datangi sebelumnya.
Jodie keluar dari dalam mobil lebih dulu. Jodie membuka pagar besi sebatas pinggang yang membatasi rumah itu dengan jalan raya. Dia berlari-lari kecil melewati halaman rumah itu menuju teras. Dia terlihat begitu bersemangat. Sebab dia sangat merindukan Luwi dan juga Gibran. Meski, masih ada satu hal lain yang membuat Jodie memutuskan untuk terbang ke Indonesia. Satu hal yang menurutnya penting. Sangat penting.
Jodie berhambur ke arah Luwi yang menyambutnya di ambang pintu rumahnya, diikuti oleh seorang bocah kecil yang juga berlari dari arah kamarnya menuju teras sambil berteriak menyebut nama Jodie. Jodie memeluk Luwi cukup lama. Lalu dia menunduk dan memeluk Gibran.
"Kalian baik-baik sajakan?" tanya Jodie pada Luwi dan Gibran. "Kemarin kata Mama, Gibran sakit? Benar begitu?"
"Nggak kok, Gibran udah sehat sekarang," ucap Gibran. Dia bahagia sekali melihat kedatangan Jodie.
"Tadi katanya lo mau bareng sama sahabatnya Kak Reyhan? Siapa?" tanya Luwi penasaran.
Jodie menoleh ke arah jalan raya, tepat di pintu masuk dekat gerbang.
"Itu dia,"
Bola mata Luwi dan Gibran otomatis mengikuti arah pandang Jodie.
Seorang laki-laki bertubuh tegap dengan style kantornya yang rapi tengah berdiri di ambang pintu gerbang besi itu. Dia berdiri membelakangi pintu gerbang. Langkahnya untuk membuka pintu gerbang itu jadi terhenti saat dia melihat seorang wanita yang keluar dari dalam rumah itu yang langsung berhambur memeluk wanita bernama Jodie tadi, lalu diikuti seorang bocah laki-laki yang juga keluar dari dalam rumah itu, dia Gibran.
Meski kini Hardin tak mengenakan kacamata minusnya tapi dia yakin penglihatannya kali ini tidak salah. Itulah sebabnya dia langsung berbalik. Dia harus cepat-cepat pergi dari tempat ini, sebelum Luwi melihatnya. Ini jelas tidak boleh terjadi. Bagaimana bisa seorang wanita yang dulu pernah dia renggut kesuciannya secara paksa, kini malah menjelma sebagai adik dari laki-laki bernama Reyhan yang notabene sahabatnya sendiri.
Mustahil! Ini sulit dipercaya! Lelucon konyol apa ini? Hardin terus menggerutu didalam hatinya.
Ini jelas sebuah kebetulan. Kebetulan yang tak pernah dia harapkan.
Hardin hendak melangkah pergi namun sebuah tangan mungil sudah lebih dulu menggamit jari jemarinya dari belakang.
"Om Putra?" Gibran sudah berdiri tepat di belakangnya. Gibran yakin laki-laki ini adalah Om tampan baik yang sudah membelikannya bunga tempo hari. Juga yang sempat bertemu dengannya di rumah sakit waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DARI MASA LALU (End)
Romance# 1. Sahabat sejati (14 - 09 -2019) dr 440 cerita # 5. Pilu (07 - 11 - 2019 ) dr 632 cerita Kisah Romansa 21+ Follow dulu sebelum membaca... Sequel lanjutan dari CINTA DI BALIK CADAR Yang paling suka dengan cerita romantis yang bikin baper, ayo mari...