42 - NYAWA DIBAYAR NYAWA

1.8K 136 32
                                    

Di dalam ruangan besar sebuah kamar hotel bintang lima terbaik di seantero Bandung, seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang tempat tidur di tengah-tengah ruangan. Kamar tidur yang besar dengan seprainya yang berwarna putih. Sementara dinding-dinding ruangannya bernuansa putih keemasan.

Wanita itu terlihat tidak berdaya dengan tangan dan kaki yang terikat, terbentang pada masing-masing tiang di kanan dan kiri tempat tidur itu. Tubuhnya yang molek, berkulit putih, mulus dan bersih terlihat sempurna dalam balutan sebuah busana minim yang menggugah selera kaum adam. Dia terlihat nyenyak dalam buaian mimpi alam bawah sadarnya. Hingga tak menyadari ada sepasang mata liar yang sedari tadi menatap buas ke arahnya. Menelanjangi setiap jengkal lekuk demi lekuk tubuhnya. Menelusurinya tanpa jeda. Dari mulai ujung rambut hingga ujung kaki. Semuanya terasa sangat berharga untuk sekedar dilewatkan.

Hingga akhirnya, perlahan-lahan mata sayup sang wanita mulai terbuka. Kesadarannya mulai kembali sedikit demi sedikit. Kepalanya pening. Pandangannya berkabut. Dia berusaha membuka mata dengan sempurna namun sinar cahaya lampu ruangan kamar di atasnya langsung menembus kornea matanya hingga membuatnya mengernyitkan dahi akibat silau. Matanya masih berkedip-kedip. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri melihat tangan kanan dan kirinya yang tertarik ke atas kepalanya dan merekat kuat pada sesuatu. Membuatnya kesulitan untuk menggerakkannya sesuai perintah yang dikirim otaknya. Hingga dia pun menyadari bahwa ke dua tangan itu telah terikat kuat pada tiang-tiang tempat tidur.

Luwi meronta dan menarik-narik tali yang mengikat ke dua tangan dan kakinya. Bahkan dia mulai menangis saat dia mendapati tubuhnya yang kini hanya terbalut pakaian tidur tipis yang sangat minim. Bahkan tanpa pakaian dalam.

Luwi ingin berteriak tapi mulutnya kini ditutupi lakban. Membuatnya hanya bisa bergumam lirih dengan tangisnya yang kian merebak. Hatinya menjerit ketakutan, terlebih saat ke dua bola matanya mulai menangkap sosok laki-laki yang berdiri tak jauh darinya. Sosok laki-laki yang sangat dia kenal.

Laki-laki itu bernama Max.

Luwi memohon dalam hati, meminta belas kasihan melalui tatapan nanar yang diselimuti ketakutan yang begitu luar biasa. Kepalanya hanya bisa bergeleng-geleng mengisyaratkan pada Max untuk tidak menyakiti dirinya. Meski Luwi tahu, bahwa usahanya kali ini tidak akan merubah apapun. Apalagi bisa menyurutkan niat jahat Max. Mustahil. Dia sudah terjebak. Tanpa tahu jalan keluar. Hingga akhirnya dia hanya bisa berharap bahwa akan ada seorang malaikat penolong yang bisa merubah keadaan menjadi lebih baik.

"Akhirnya sadar juga." ucap Max dengan menyunggingkan senyuman termanis yang dia miliki. Dia berjalan ke arah Luwi. Dia mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celana belakangnya.

"Kamu tau ini benda apa, Luwi?" tanya Max seraya meluruskan pisaunya dan mendekatkannya ke wajah Luwi.

Luwi melirik benda itu dengan nafasnya yang semakin memburu. Dia merasa benda kecil nan tajam itu menempel tepat di pelipis kirinya. Hampir mendekati arah matanya.

Max semakin tersenyum lebar saat setitik noda darah terlihat menetes dari pelipis kiri Luwi yang tersayat pisau itu. Luwi memejamkan matanya. Menahan perih di pelipisnya. Jeritan tertahan dari dalam mulutnya yang terbalut lakban kian menjadi.

"Aku sudah bilangkan, kalau aku paling tidak suka melihatmu berdekatan dengan laki-laki lain. Di London kamu tidak pernah berdekatan apalagi berhubungan dengan lelaki manapun, tapi lihat baru sebentar kamu tinggal di Indonesia, kamu sudah mulai menunjukkan dirimu yang sebenarnya! Siapa laki-laki yang tadi mengantarmu pulang? Hah? Apa dia kekasihmu?" Max mulai membuka lakban yang menutupi wajah Luwi.

CINTA DARI MASA LALU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang