Reyhan baru saja mengambil mobil di parkiran rumah sakit dan mulai melajukan mobilnya ke arah depan loby rumah sakit dimana Luwi dan Gibran sedang menunggunya.
Gibran sudah melakukan serangkaian medical check up jantung, dimana dokter mengatakan kondisi jantung Gibran sejauh ini baik-baik saja.
Penyakit jantung bawaan, sebenarnya tidak selalu parah dan bisa disembuhkan. Bahkan, pada beberapa kasus, orang yang memiliki kondisi ini tidak memerlukan perawatan khusus. Namun, pada kondisi yang parah, penyakit ini memang bisa membahayakan nyawa pengidapnya.
Pada kondisi yang ringan, pengidap penyakit jantung bawaan hanya perlu menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan dokter, untuk melihat perkembangan kondisi jantung.
Namun, pada beberapa kasus, perawatan seperti operasi atau pemberian obat, perlu dilakukan, agar kondisi jantung bisa kembali sehat.
Dari apa-apa yang dijelaskan oleh dokter spesialis Jantung tadi, Luwi dan Reyhan akhirnya bisa sedikit lebih lega. Reyhan merasa tidak perlu untuk memanggil guru privat ke rumah untuk Gibran, tapi Reyhan ingin langsung mendaftarkan Gibran ke sekolah dasar negeri favorit di kota Bandung. Sebab mulut kecil Gibran seringkali berkicau bahwa dia ingin sekolah supaya dia bisa menjadi orang yang sukses saat besar nanti agar bisa membahagikan sang Mama tercinta, Luwi. Jelas hal itu membuat Reyhan sangat bangga memiliki keponakan sebaik dan sepintar Gibran.
Kini grand livina putih itu sudah melesat meninggalkan area rumah sakit.
"Kita langsung daftarkan Gibran sekolah saja ya Luwi, aku mau semua keperluan selesai sebelum aku kembali masuk kantor." Reyhan mulai berbicara dibalik kemudinya. Namun, setelah menunggu beberapa saat, Luwi tak kunjung buka suara, tatapannya lekat ke arah ruas jalan di sisi kirinya. Seperti seseorang yang sedang memikirkan sesuatu.
"Luwi? Kamu baik-baik saja?"
Luwi tetap diam.
Sampai akhirnya Gibran meniupkan peluit mainan yang dia bawa dari arah belakang, tepat di telinga Luwi. Membuat Luwi tersentak bukan main. Telinganya sampai berdenging.
"Gibran! Jangan jahil!" teriak Luwi, kesal. Dia mengusap-usap telinganya yang masih berdenging. Gibran malah tertawa. Dia semakin keras meniup peluit itu di jok belakang.
"Berisik, Gibran." ucap Luwi lagi.
"Mama sih melamun terus, padahal om Reyhankan daritadi mengajak bicara. Om Reyhan mau mendaftarkan sekolah untuk Gibran," seru Gibran, dia protes pada Luwi.
"Oh.. Maaf, Kak. Aku tidak dengar," ucap Luwi merasa bersalah.
Reyhan hanya tersenyum tipis. "Kamu lagi mikirin apa sih?"
Luwi kembali berkutat dengan pikirannya. Pikirannya yang terus tertuju pada satu nama itu. Satu nama yang telah disebut oleh Reyhan saat mereka di rumah sakit tadi, Hardin.
Apa iya dia harus mengatakan pada Kakaknya kalau nama yang disebutkan oleh Reyhan itu sama dengan nama seseorang yang dulu telah begitu jahat padanya.
Luwi bingung. Lagipula kalaupun dia sampai mengatakan itu, nanti yang ada Kakaknya salah paham. Padahalkan belum tentu Hardin yang dimaksud Reyhan itu adalah Hardin yang sama dengan yang kini sedang Luwi pikirkan. Tapi entah mengapa rasa penasarannya membuatnya terpancing untuk bertanya.
"Kak? Luwi boleh bertanya sesuatu?"
Reyhan menoleh sekilas ke arah sang adik. "Tanya saja, Luwi."
Luwi maju mundur untuk mengatakannya. Meski akhirnya kalimat itu keluar juga dari mulutnya.
"Hardin yang kakak sebut di rumah sakit itu siapa?"
Reyhan tertegun. Hal apa yang membuat adiknya bisa bertanya seperti itu? Pikir Reyhan, sedikit curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DARI MASA LALU (End)
Romantiek# 1. Sahabat sejati (14 - 09 -2019) dr 440 cerita # 5. Pilu (07 - 11 - 2019 ) dr 632 cerita Kisah Romansa 21+ Follow dulu sebelum membaca... Sequel lanjutan dari CINTA DI BALIK CADAR Yang paling suka dengan cerita romantis yang bikin baper, ayo mari...