problem

618 100 1
                                    

Sepulang dari les malam, Jisoo masuk kedalam rumah dengan perasaan takut, dia takut jika nanti surat dari pihak sekolah tiba sore tadi, tapi reaksi orangtuanya justru tidak menunjukkan apa-apa, seolah tidak mendengar kabar apapun bahwa Jisoo mendapat masalah dari sekolah.

Jisoo memperhatikan ayah dan ibunya yang sibuk membahas tentang banyak hal di ruang keluarga.

Orangtuanya hanya bertingkah seperti biasanya, dalam hati Jisoo hanya dipenuhi oleh banyaknya tanda-tanya yang tidak terjawab adalah tak ada surat dari sekolah hari ini “apa yang terjadi?” gumamnya.

.
.
.
.

Jinyoung menunduk, dia duduk bersimpuh di depan orangtuanya, memohon ampun atas apa yang dia lakukan dalam satu hari ini.

Tuan Yoohwan melempar surat panggilan dari sekolah tepat ke wajah Jinyoung, meminta penjelasan atas apa yang terjadi “ternyata ini yang kau lakukan di sekolah?” ujar ayahnya tidak percaya “konyol sekali kau mencuri tanaman kesayangan kepala sekolahmu hanya untuk kau berikan pada seorang gadis di kelas B? DIMANA OTAKMU?”

Jinyoung tak bicara.

Nyonya Minjoo bahkan ikut bersuara menatap suaminya, tak ingin membela Jinyoung atas apa yang terjadi “kesalahan berat yang dia lakukan hari ini bukan hanya di sekolah, tapi dia kabur dari rumah tepat ketika acara keluarga sedang berlangsung, bahkan dia tak mengatakan apa-apa ketika pergi, dia harus kembali diajari tentang etika dan sopan santun agar nanti kedepannya dia tidak bertindak seperti ini lagi”

Panjang lebar Jinyoung diberikan petuah tentang aturan adat dan tata krama keluarga bangsawan, 4 jam dia duduk di depan ayah dan juga ibunya tanpa boleh bersuara sedikitpun, dia hanya dipebolehkan untuk mendengarkan dan mematuhi apa yang dikatakan orangtuanya.

Ketika ceramah iitu berakhir, lutut Jinyoung bergetar ketika bangkit dari tempatnya, tulang-tulang betisnya menjerit hebat karena terlalu lama duduk dengan posisi formal diatas lantai.

Dia bahkan tak bicara sepatah katapun ketika meninggalkan ruang keluarga, dengan langkah lemah dia naik keatas kamarnya, menutup pintunya dengan kekuatan yang tersisah, sebelum beristirahat karena terlalu banyak pikiran, seseorang justru mengetuk pintu kamarnya dari luar.

“Jinyoung-ie boleh aku masuk?” sahut Jian dari luar pintu.

Jinyoung melongo membuka pintu dari dalam kamar, membiarkan kakaknya masuk lalu tersenyum canggung “noona….mianhe” ujarnya pelan, merasa bersalah karena pergi dari rumah secara diam-diam.

Kakaknya hanya melempar senyum seolah mengatakan tidak apa-apa, dia duduk diatas ranjang milik Jinyoung kemudian menatap adiknya itu “kenapa kau lakukan itu Jinyoung?” tanyanya penasaran tentang kejadian di sekolah yang menimpa Jinyoung hari ini.

Yah, hanya pada kakaknya Jinyoung bisa menceritakan semuanya, diapun ikutan duduk diatas ranjang tepat diseblah Jian, sambil menghembuskan napas dia menjawab “entahlah…sepertinya aku memang tidak tahu caranya membedakan antara sesuatu yang serius dan sesuatu yang menyenangkan, semuanya terlihat sama saja”

Jian meliriknya kasihan “apa selama ini kau merasa terkekang?”

Jinyoung menoleh kemudian mengangguk “aku seperti penyu yang memang tak bisa keluar dari cangkang, dan aku memang tak pernah mengeluhkan ini sebelumnya, tapi….sekarang aku mulai merasa tidak tahan”

“Jinyoung…jangan lakukan apapun yang akan membuat eomma dan appa marah, cukup yang kau lakukan hari ini adalah yang terakhir” ujar Jian.

Jinyoung bangkit dari tempatnya kemudian menghampiri jendela, dia terdiam beberapa saat hingga akhirnya kembali bersuara “awalnya kupikir bermain-main dengan Jisoo akan terasa menyenangkan, awalnya aku senang melakukannya meskipun endingnya bisa kutebak akan seperti ini, tapi setelah kupikir lagi ternyata…. Ternyata rasanya sesakit ini ketika dia mengatakan bahwa dia sangat kecewa padaku, dia membenciku, kali ini aku tahu dia benar-benar membenciku”

Love In School ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang