37. kenyataan itu pahit

2.2K 226 17
                                    

Gimana perasaan lo. Saat orang yang lo cintai masih mencintai orang yang mencintai dan dicintai oleh orang yang lo cintai?.
Rasanya sakit. Seperti terluka namun tak berdarah.
Jatuhnya malah perih. Iya, seperti itu.

***

Sinar matahari pagi masuk melewati celah-celah lubang jendela.
Mengganggu sedikit ketenangan Prilly yang masih tertidur nyenyak, memaksa gadis itu untuk perlahan membuka mata.

Dapat Prilly dengar beberapa orang tengah bersenda gurau dilantai bawah.
Dia yakin itu Alvin. Yang setiap pagi selalu berkunjung hanya untuk melihat keadaan dirinya.

Dengan sangat terpaksa Prilly menyingkap selimut kesayangannya, kemudian berjalan ke arah jendela untuk sekedar melihat halaman rumahnya lewat pembatas balkon kamar.
Pelan-pelan gadis itu memijit pelipisnya karena pusing yang tak kunjung hilang mulai tadi malam.
Bicara soal tadi malam, dirinya teringat ketika bermimpi bertemu Ali. Lelaki yang menghampirinya dan memeluknya.
Kejadian itu begitu nyata menurut Prilly. Bahkan dapat Prilly rasakan irama jantung Ali yang berdetak cepat setiap kali dirinya memeluk lelaki itu.
Berkali-kali Prilly mendesah lelah kala mengetahui itu hanyalah mimpi.
Seperti biasa, Ali meninggalkannya, bersama luka yang masih terbuka.

Saat ingin beranjak dahi Prilly mengernyit ketika matanya menangkap beberapa pot bunga yang berserakan diatas lantai.
Seingatnya, bunga itu selalu ia rapikan setiap hari.

"Aneh"
Prilly berguman sambil lalu membenarkan letak pot bunga tadi.
Tidak lupa menyiramnya dengan air yang memang sudah ia sediakan disana.

"Sayang banget ama tu bunga"

Prilly dikejutkan oleh teriakan Alvin yang kini sudah berdiri diambang pintu kamar.

"Kak, Alvin"

Alvin berjalan seraya tersenyum.
"Buruan gih mandi. Gue mo nganter lo kuliah"

Tiba-tiba saja senyum Prilly mengembang, menampilkan deretan gigih putihnya.
Mendengar kata kuliah membuatnya sangat antusias.
Dirinya rindu akan tugas kampus dan bertemu dengan Nissa.
Beberapa hari ini Alvin melarangnya untuk keluar rumah dan menyuruh gadis itu istirahat saja.
Padahal jika diingat, Prilly sudah empat hari tidak masuk kuliah.

"Lo serius!!"

"Hem"

"Jadi gue boleh keluar rumah?"
Tanya Prilly lagi.

"Boleh. Emang siapa yang ngelarang lo keluar rumah"

Prilly mengerucutkan bibirnya beberapa senti membuat Alvin terkekeh.

"Iya, iya. Gue minta maap. Gue cuma gak mau lo kecapean. Makannya gue nyuruh lo istirahat aja dirumah"
Ucap Alvin panjang lebar.

Prilly bersedekap masih memandangi Alvin.
"Lo jahat!"

"Maafin ya. Lo kan tau gimana khawatirnya gue, Rendra dan Royan waktu liat lo gak bangun-bangun selama dua hari"

"Gue kan lagi tidur"
Sela Prilly.

Alvin menarik tangan Prilly untuk masuk dan menuntunnya agar segera masuk ke kamar mandi.

"Denger, dua hari itu bukan waktu yang sebentar buat orang tidur, princes"

Prilly berhenti didepan pintu kamar mandi.
"Emang gak boleh?"
Tanyanya polos.

"Gak boleh dan jangan pernah diulangi lagi"
Tegas Alvin.

"Iya udah, sana mandi. Gue tunggu dibawah"

"Iya, iya"

***

My Senior ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang