16. Kepahitan 1

33.6K 2.1K 12
                                    

Ali POV

Satu minggu setelah menerima surat dari Nadira, saya tidak membalasnya, mau bagaimana lagi, saya adalah pria yang sudah beristri. Saya masih tetap dengan prinsip saya tidak akan ada perceraian yang akan saya ucapkan. Saya berusaha untuk mencoba mencintai Yasmin dan berusaha agar Yasmin menerima pernikahan ini.

"Ali" Saya menoleh ketika mendengar nama saya dipanggil oleh Yasmin.

"Iya, ada apa?".

"Lo bisa nggak ajak gue makan diluar? Gue juga mau bicara sama lo".

Meskipun dia berbicara masih dengan yang tidak terlalu sopan, itu sebuah perkembangan karena biasanya ketika ia selalu saya ajak untuk makan diluar selalu menolak dengan berbagai alasan.

"Oke, dengan senang hati".

****

Setelah selesai makan. Kulihat Yasmin menghembuskan nafasnya kasar.

"Tadi katanya mau bicara? Silahkan".

"Gue minta kita cerai" Ucapnya lancar.

Saya kaget dengan permintaannya.

"Saya tidak bisa".

"Kanapa? Bukannya Allah memperbolehkan" Dia mulai meninggikan nada bicaranya satu oktaf.

"Perceraian hal yang diperbolehkan oleh Allah, namun Allah benci oleh hal itu".

"Lebih benci mana ketika gue nggak melaksanakan kewajiban gue sebagai istri? Gue terbebani Ali, LO MAU NANGGUNG DOSA GUE?".

"Kamu tinggal melaksanakan kewajiban kamu sebagai istri".

Bagaimana pun kondisinya, Yasmin yang sangat tidak menginginkan pernikahan ini, dan saya yang masih menyimpan rasa kepada Zahra, saya tetap akan berusaha untuk mempertahankan pernikahan ini.

"ENAK BANGET KALO LO NGOMONG? Mentang mentang lo suami bisa seenaknya sendiri?".

"Bukan begitu Yasmin" Saya berusaha menghangatkan suasana.

"Lo maunya apa si? Tingkah laku gue udah kayak bagaimanapun lo tetep mertahanin gue sebagai istri lo".

"Karena saya tidak ingin ada perceraian di pernikahan saya".

"Itukan pernikahan lo, mangkanya udah gue bilang buat batalin pernikahan ini. Apa sebegitu nggak lakunya diri lo?".

Saya harus sabar, meskipun martabat saya direndahkan olehnya. Untung ruang makan yang saya tempati privet room.

"Gue akan segera urus perceraian kita".

Lagi lagi, dia pergi meninggalkan saya.

🌹🌹🌹🌹

Author POV

2 minggu berlalu..

Ali dan Yasmin tidak berbicara sama sekali. Kecuali untuk saat ini karena mereka sekarang sedang berada di rumah Kyai Ahmad.

Ketika Ali sedang bersantai santai di gazebo ndalem dia melihat seseorang yang sudah tidak asing baginya.

Dia mulai menghampiri Ali sambil melihat lihat lingkungan ini.

Ya, dia adalah Nadya Azzahra, perempuan yang 5 bulan lalu Ali menunggunya ditempat ini untuk mendengar jawaban dari seorang gadis yang sekarang sudah di hadapannya.

🌹🌹🌹🌹

Ali POV

"Assalamualaikum" Salamnya suaranya tidak berubah.

"Wa-Waalaikumsalam" Jawab saya tidak percaya bahwa gadis yang dihadapan saya adalah Zahra.

"Kalau Nadya boleh tau ini kayaknya pondok pesantren Bahrul Qur'an ya?" Tanyanya tanpa memandang saya, dia lebih memandang lingkungan ini. Seperti mencoba mengingat-ingat.

"Iya kamu benar, kamu pernah mondok disini" Ketika saya menjawab seperti itu dia mulai menurunkan pandangnya dari tatapan pada lingkungan ini.

"Kamu kok tahu kalau Nadya pernah-".

Kata katanya terputus saat ia melihat wajah saya.

"Sepertinya Nadya pernah melihat wajah kamu" Ucapnya sambil mengamati wajah saya.

Perih rasanya ketika dia mengucapkan kata seperti itu. Bagaimana dengan dia bila ia mengetahui jika saya telah menikah.

"Sebentar Nadya coba mengingat ingat kamu, karena kata Bunda Nadya, Nadya habis kecelakaan jadi Nadya berusaha untuk memulihkan memori ingatan Nadya".

Ketika dia berusaha mengingat ingat diri saya kulihat dia badannya mulai terhuyung, segera kutangkap badannya. Mau bagaimana lagi, bagaimana bila dia terjatuh kemudian membentur bebatuan di sekitar sini.

"Nadya ingat, Nadya sudah ingat semuanya, njenengan Ali kan? Gus Ali kan? Pria yang menuggu Nadya untuk menjawab khitbah saking njenengan?".

Dia mulai terisak di rengkuhan saya.

"Aku sudah ingat semuanya, ketika Nadya akan kembali ke pondok menggunakan bus, Nadya kecelakaan saat sebelum terjadinya suara ledakan terdengar oleh Nadya, Nadya memanggil nama gus Ali dan Bunda namun tidak ada yang menolong Nadya".

Isaknya semakin keras. Saya berkaca kaca mendengar perkataannya.

Ketika isaknya sudah mereda saya melepaskan rengkuhannya.

"Gus Ali apakah gus Ali masih menunggu Nadya? Masih menunggu jawaban dari Nadya?".

Saya hanya terdiam. Tidak bisa menjawab pertanyaannya. Andaikan saya belum menikah akan saya jawab dengan lancar bahwa saya masih ingin menuggumu dengan mendengar jawaban yang akan keluar dari bibirnya.

"Maaf, maafkan saya" Jawab saya lirih.

"Kenapa gus? Apakah gus Ali sudah tidak mencintai Nadya?" Tanyanya blak blakan.

"Bukan".

"Terus, kenapa? Bukannya gus Ali dulu selalu bilang kepada Nadya, saya akan selalu menuggumu Zahra, itu kata kata gus Ali ketika menuggu jawaban dari Nadya, kenapa gus-".

Perkataan Zahra terpotong karena panggilan Ummah.

"Ali, ini istri mu menuggu, ternyata kamu disini".

Saya dan Zahra langsung menoleh ke sumber suara. Terlihatlah Ummah sedang jalan beriringan dengan Yasmin.

Kulihat Zahra semakin menangis hingga menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Tidak tega sekali saya melihat dia seperti itu.

Tanpa saya duga Nadya yang masih menangis menghampiri Yasmin, kemudian dia menyalami tangan Yasmin.

"Ma-maaf kan.. kulo ning.. wau kulo.. nyentuh garwo.. njenengan*" Ucapnya sambil tersengguk sengguk.

*(Ma-maafkan .. aku ning.. tadi aku nyentuh suami.. kamu).

Sedangkan Yasmin hanya bingung dengan keadaan ini.

Kemudian datanglah orang tua serta adik perempuan Zahra. Sepertinya dari tadi mereka mencari Zahra.

Ketika Nadira datang ia langsung memahami keadaan suasana, dia langsung berlari menghampiri Zahra.

"Kak Nadya".

Nadira langsung memeluk kakaknya dan dibalas oleh kakaknya. Tangis Zahra semakin menjadi meskipun dia berusaha menyembunyikan suaranya, namun dari gerak tubuhnya terlihat bila ia sangat bersedih.

Ketika Zahra akan kembali, dia melintas dihadapan saya.

"Semoga selalu bahagia gus" Ucapnya sambil berusaha tersenyum dan saat itu air matanya juga menetes.

Rasanya saya ingin memeluknya, menenangkannya, namun saya hanya bisa diam tidak bisa berkutik karena saya masih sadar dengan status saya sekarang.
.
.
.
.
Jombang, 31-10-2019

Don't forget to vote and share!😘

Spend Every Second With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang