[11] Nightmare

2.3K 224 17
                                    

Tempat itu pengap, sesak, dan gelap. Erysca tak bisa menggambarkan lagi seperti apa rupa tempat yang kini ia pijaki. Entah dimana dirinya sekarang ini. Tiba-tiba saja ia sudah berasa disini saat membuka mata.

Kakinya melangkah perlahan karena tak mau sampai menendang atau menginjak barang-barang di tempat ini. Semuanya berantakan, tidak tertata pada tempatnya. Seperti terkena bencana.

Rak penuh dengan buku-buku usang terletak di pojok ruangan. Meja dan kursi tak berbentuk lagi. Debu bertebaran dimana-mana.

Erysca mencoba untuk menelusuri tempat itu. Siapa tahu dirinya bisa mendapatkan jalan keluar.

Ini pasti mimpi. Yakinnya dalam hati.

Karena terakhir yang diingatnya adalah saat dirinya dikejar oleh Vinnic dan seorang wanita. Lalu datang penolongnya. Seorang pria berambut putih bersama pengikutnya. Setelah itu ia tidak mengingat apa-apa.

Lalu bagaimana dengan Wenzell? Apa pria itu berhasil menemukannya? Atau di dunia nyata ia berada di tangan yang salah?

Kemudian dia keluar dari ruangan tersebut. Berdiri di luar tempat itu yang ternyata adalah sebuah bangunan tua. Sangat tua. Sulur-sulur tanaman menjalar sampai atap. Lumut menempel di dinding-dinding basah.

Penglihatannya mengedar. Tidak menemukan petunjuk apapun selain banyaknya pohon seluas mata memandang. Dia berada di tengah hutan. Lalu beralih menatap menara di sebelah bangunan itu. Terdapat kain hitam yang robek berkibar di ujung atap menara.

Suara angin berhembus menambah kesan mistis. Langit gelap seperti akan turun hujan. Hawa tidak nyaman tiba-tiba menyergap tubuh gadis itu.

Suara bedebum membuatnya menoleh ke belakang dengan cepat. Matanya melebar kala sesuatu yang hitam mendekatinya. Menyebar. Membuat semuanya menggelap. Dan perasaan kosong terasa di jiwanya.

***


Kedua mata yang semula terpejam itu terbuka paksa. Sesuatu seperti menghantam tepat di jantungnya, membuat kinerjanya lebih cepat dari biasanya. Napasnya memburu untuk sesaat. Netranya mengedar.

Ia berada di tempat yang berbeda kali ini. Apa ini sebuah petunjuk? Namun ia yakin kali ini dirinya masih berada di dalam mimpi.

Gadis itu bangkit untuk duduk dan berdiri. Ternyata baru saja dirinya terbaring di tanah beralaskan dedaunan kering. Ia menepuk-nepuk gaun sederhananya. Kemudian melangkahkan kakinya.

Hanya ada kesunyian di sekelilingnya. Ia sendirian di hutan antah berantah ini. Dirinya mencoba untuk bangun dengan kedua tangan gemetarnya, lalu berdiri.

Sunyi sekali. Bahkan suara binatang malam pun tak terdengar barang sedikit. Hawa tidak nyaman semakin terasa.

Angin berhembus pelan menerbangkan juntaian rambutnya yang mengusap pipinya. Dia mulai berjalan. Perlahan. Matanya selalu awas menatap sekitar. Tak ada penerangan selain cahaya yang berasal dari bulan purnama.

Kepalanya mendongak menatap ke arah sang Dewi Malam. Sangat indah meskipun tanpa bintang yang mengelilinginya.

Gadis itu tersentak kaget saat mendengar suara gemerisik. Tubuhnya merespon dengan cepat, ia bersembunyi di salah satu pohon yang cukup besar. Debaran jantungnya sangat cepat. Sampai ia merasa akan copot. Keringat dingin membasahi kulitnya.

"Aku tahu kau disitu, gadis manis."

Reflek dia memutar tubuhnya saat mendengar suara seseorang. Di depannya berdiri wanita yang telah menculiknya bersama Vinnic kala itu.

"Ma-mau apa kau?" tanyanya gemetar. Ia melangkah mundur. Namun sia-sia karena pohon di belakangnya menghalangi.

Wanita itu hanya tersenyum miring tanpa mengalihkan pandangannya dari Erysca. Iris mata wanita itu seakan memaksanya untuk terus menatapnya. Terdapat kilatan merah di mata beriris hitam itu.

Alpha Wenzell [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang