[27] Scared

1.1K 146 4
                                    

Erysca berlari keluar kamarnya saat salah satu Omega berkata bahwa Wenzell sudah kembali. Ini tidak seperti dugaannya dan Hugo. Dia kira suaminya akan pulang paling cepat dua hari lagi. Tidak ada yang memberitahunya jika Wenzell akan pulang hari ini. Meskipun begitu rasa rindu yang dirasakannya tetap besar.

Di pintu utama mansion ia melihat Wenzell yang baru saja masuk bersama yang lainnya. Pria itu langsung menoleh ke arahnya dan tersenyum lebar. Erysca berjalan maju. Jaraknya sudah semakin dekat dengan Wenzell. Ia ikut tersenyum dan menatap Wenzell penuh kerinduan. Mereka berpelukan sangat erat. Saling menyalurkan rasa rindu satu sama lain. Wenzell juga menyempatkan untuk mencium Erysca. Tak peduli jika di temoat itu masih ada selain mereka berdua.

"Kau baik-baik saja di sini, 'kan?" tanya Wenzell. Kedua tangannya menangkup wajah matenya.

Erysca tersenyum tipis. Dalam hati dia ingin berkata yang sejujurnya. Namun dia urungkan. Tak mau hal yang terjadi pada Warrior saat itu kembali terulang pada kerabatnya. Dan mimpi-mimpi buruk masih menghantuinya setiap malam.

"Sangat baik. Bagaimana denganmu di sana? Pasti sangat sibuk sampai-sampai kau tidak mengabariku," ujar Erysca cemberut.

Melihat wajah kesal mate-nya Wenzell justru terkekeh. Dengan gemas ia mencium pipi wanita itu. Lalu menuntunnya untuk ke kamar mereka sambil merangkul pinggangnya. Selama mereka berjalan, Wenzell terus-terusan mendaratkan ciumannya di puncak kepala Erysca. Menghirup dalam-dalam aroma yang ia rindukan.

Sesampainya di dalam kamar. Erysca menyuruh Wenzell membersihkan diri lebih dulu setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Pria itu menurut. Selagi menunggu Wenzell selesai mandi, Erysca duduk di ranjang seraya memainkan handphonenya.

Pintu kamar mandi terbuka dan Erysca menoleh. Wenzell sudah mengenakan pakaian yang lebih santai. Wajahnya tampak lebih segar meski gurat lelah itu masih ada di sana. Ditambah dengan senyum yang menghias wajah tampannya. Ditatap seintens itu membuat Erysca merona seketika dan Wenzell tertawa pelan. Pria itu melangkah mendekati mate-nya yang berada di ranjang. Ia merebahkan tubuh lelahnya di sana dengan kepala yang berada di pangkuan Erysca.

"Tidurlah, kau terlihat sangat lelah," ujar Erysca dan Wenzell mengangguk.

Elusan di kepalanya membuat Wenzell dan Xan merasa nyaman. Dadanya terasa bergemuruh. Mereka mendengkur pelan seperti kucing. Tangan lentik Erysca kini beralih ke tengkuknya dan memijatnya pelan. Wenzell yang tidur telungkup semakin menyurukkan wajahnya di paha Erysca. Kedua lengan kekarnya memeluk kaki wanita itu dengan erat seperti guling.

Erysca tersenyum lembut mendengar napas teratur suaminya. Hari masih siang, tetapi pria ini sudah terlelap cepat. Pasti dia sangat lelah. Tangannya masih setia bergerak memijat tengkuk dan punggung Wenzell. Terkadang berpindah ke kepala pria itu lalu menyugar helaian rambut halusnya. Sesekali geraman rendahnya terdengar pelan saat Erysca menghentikan tangannya dan itu membuat Erysca terkekeh. Disaat seperti ini Wenzell terlihat sangat manja.

Tiba-tiba rasa sedih melingkupi hatinya. Bagaimana jika dirinya tidak bisa melihat Wenzell lagi? Bagaimana hidupnya tanpa pria ini? Memikirkannya saja dia tidak sanggup. Erysca menyeka air mata yang tiba-tiba jatuh dan mengalir di pipinya. Dia tidak mau merasa sedih karena Wenzell pasti bisa merasakan kesedihannya juga.

Cukup lama Erysca menunggu Wenzell yang tertidur seraya membaca novel. Ia tidak mempermasalahkan tubuhnya yang akan pegal karena lelah memangku kepala pria itu. Deretan kalimat di kertas tersebut membuatnya sangat fokus. Sampai akhirnya teralihkan karena merasakan pergerakan Wenzell untuk yang kesekian kalinya.

Pria itu terbangun dengan wajah sayu. Matanya yang masih menyipit menatap mate-nya. Ia mengukir senyum saat Erysca mengusap rahangnya dengan lembut.

Alpha Wenzell [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang