Erysca terbangun dengan seluruh tubuh yang terasa remuk. Keningnya mengernyit bingung saat melihat keadaannya pagi ini. Dia tak memakai sehelai benangpun. Begitu pula dengan pria yang masih tertidur pulas di sebelahnya.
Ia beranjak duduk dengan sangat hati-hati setelah menyingkirkan lengan yang memeluknya. Sebelah tangannya memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut. Dirinya tidak ingat apa yang terjadi semalam. Yang terakhir diingatnya adalah saat dirinya selesai berbincang lewat telepon dengan Clara. Setelah itu tidak ada satu hal pun yang bisa menjelaskan bagaimana pakaian mereka bisa berceceran di sekitar ranjang.
Dengan perlahan Erysca meninggalkan ranjangnya dan berjalan menuju kamar mandi. Sebelumnya ia mengambil kaos Wenzell yang tergeletak di lantai lalu memakainya. Erysca berdiri merenung di depan kaca besar kamar mandi. Berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam. Namun lagi-lagi ia tidak mengingat apapun.
"Bagaimana?" sebuah suara tiba-tiba terdengar.
Sontak saja Erysca mendongakkan kepalanya yang semula menunduk. Menatap ke arah bayangannya di cermin. Bukan, itu bukan dirinya. Di Damia. Wanita itu berusaha mengusik kehidupannya lagi.
"Kau yang melakukan ini?" tanya Erysca dengan suara bergetar.
Tersadar jika yang dia lakukan semalam bukan atas kehendak tubuhnya sendiri. Ia merasa sakit hati saat menerima kenyataan bahwa yang Wenzell lakukan tadi malam bukan benar-benar bersama dirinya.
Damia tersenyum miring. "Itu adalah salah satu hal yang bisa aku lakukan untuk mengendalikanmu. Semakin lama kau mengulur waktu untuk pergi dari sini. Maka semakin banyak hal yang bisa aku lakukan dengan tubuhmu itu."
Erysca mengusap kasar air matanya yang sudah tak terbendung lagi. "Kau benar-benar wanita licik Damia."
"Hah, setelah sekian lama akhirnya aku bisa bersama dengan Alphaku lagi," Damia mendesah pelan seraya menerawang ke atas.
Dengan tangan terkepal erat, Erysca menatap Damia dengan sorot tajam. Giginya bergemeletuk menahan amarah yang sudah memuncak. Damia sudah sangat keterlaluan. Sebelum Erysca sempat membalas perkataan wanita itu, suara Wenzell yang memanggil namanya terdengar.
Dengan terburu-buru Erysca mencuci wajahnya untuk menghilangkan jejak air mata. Ia menghela napas panjang kemudian tersenyum di depan cermin. Wanita itu sudah tidak ada di sana. Hanya ada bayangannya.
"Erysca, sayang. Kau di dalam?" Wenzell mengetuk pintu kamar mandi.
"Ya."
Erysca membuka pintu kamar mandi. Wenzell berdiri di depannya. Pria itu hanya mengenakan celana panjang longgar. Tiba-tiba pipinya bersemu merah melihat pahatan tubuh suaminya.
"Pagi ini aku ingin mengajakmu berjalan-jalan ke kota. Atau mungkin kita bisa ke rumah Bibi Greta. Kau mau?"
Erysca mendongak cepat dengan mata berbinar senang. Ia mengangguk cepat. Wenzell terkekeh. Istrinya tampak berbeda sekali dengan yang tadi malam. Wanita itu lebih berani dan pagi ini Erysca kembali seperti biasanya yang terlihat pemalu.
"Supaya tidak memakan banyak waktu. Bagaimana jika kita mandi bersama?" pria itu mengerling jahil.
Tanpa aba-aba Wenzell mengangkat tubuh mate-nya masuk ke dalam kamar mandi. Erysca refleks mengalungkan kedua tangannya ke leher Wenzell dengan wajah yang semakin memerah
***
Sepanjang perjalanan menuju rumah Bibi Greta, Erysca tampak cemberut. Pandangannya terus mengarah ke luar jendela mobil. Melihat itu Wenzell hanya meringis merasa bersalah. Ia menggenggam tangan mate-nya dan mengecupnya berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha Wenzell [Completed]
Người sóiSpin-Off #2 My Beloved Mate Saat dirinya telah merasakan segalanya sudah lengkap. Tak ada lagi hampa atau dusta. Saat hidupmu adalah hidupnya. Dan hidupnya adalah hidupmu pula. Saat dirinya merasa benar-benar sudah menemukan orang yang tepat untuk m...