TAMA
Terpincang-pincang gue berjalan ke luar lapangan lalu duduk di bangku sambil meringis menahan sakit. Ya namanya juga main futsal, cedera mah biasa. Dari kejauhan gue lihat Sheila setengah berlari membawa satu kantung plastik bening dengan kening yang berlipat sepuluh.
"Tam, kamu duduk di bawah aja deh, lurusin kakinya...," titah Sheila begitu duduk di sebelah gue.
"Eh?" tanya gue sambil menatapnya bingung.
"Ck. Udah nurut aja. Cepetan. Sepatunya dibuka sekalian, Tam, kakinya dilurusin. Habis olahraga kalau kaki langsung ditekuk gitu bisa jadi varises tau," masih dengan menatapnya bingung, gue putuskan untuk menuruti kata-katanya. Duduk selonjoran di lantai sambil melepas sepatu dan kaus kaki gue.
"Sini, Tam, naikin kakinya ke atas bangku bisa nggak?" titah Sheila kemudian. Lagi-lagi gue menurut dengan tatapan takjub. Anak ini bisa jadi sangat dominan gini tiba-tiba. Cukup bikin gue jiper sebenernya.
Sheila lalu mengambil kantung plastik yang tadi dibawanya. Ternyata itu satu kantung es batu. Dengan hati-hati Sheila membungkusnya dengan handuk kecil, kemudian diletakkan di atas ankle gue yang lagi cenat-cenut itu. "Tahan sebentar ya, Tam...," pintanya. Gue meringis ketika dingin menusuk di kulit gue. Sheila tersenyum dengan kening yang masih berkerut. Is she worry that much?
"Kok kamu ngerti ginian sih, Sheil?" tanya gue sambil memperhatikan tangannya yang memegang handuk es.
"Hmm? Teknik RICE ini maksud kamu?" tanyanya balik yang gue sambut dengan anggukan.
"Aku dulu pernah punya temen yang kuliah jurusan fisioterapi. Aku kan anaknya gampang banget jatuh ya, jadi waktu main futsal dulu sering ankle kayak kamu gini. Biasanya kan orang akan kasih counterpain atau apapun yang hangat. Nah, waktu itu dia ngasih tau kalau yang sering dilakukan orang-orang justru akan memperparah keadaan. Istilahnya malah akan jadi inflamasi atau jadi makin bengkak. Yang bener secara dunia medis ya ini, rest - ice - compression - elevation. Udahan dong, Tam, ngeliatinnyaa....," celoteh Sheila panjang lebar yang diakhiri dengan salting karena gue fokus banget ngeliatin dia ngomong. Gue tertawa lalu mengacak-acak rambutnya. Tau nggak, ngedengerin Sheila cerita itu enak banget. Apalagi untuk hal-hal yang dia paham atau dia suka banget. Wah, bisa nggak selesai-selesai. Walaupun begitu, suaranya tuh enak aja kedengeran di telinga gue. Bukan tipe-tipe suara Raisa yang tebal empuk gitu, nggak. Malah cenderung tipis dan jernih, tapi bukan cempreng yang bikin sakit kepala.
"Deuuuh yang punya suster pribadi sekarang mah beda ya...," goda Genta dari pinggir lapangan. Gue menoleh ke belakang sesaat sambil tertawa. Si kampret nih emang. Untung Sheila anteng-anteng aja.
"Udah boleh diturunin belum? Pegel nih...," tanya gue ke ibu fisioterapis pribadi.
"Hahaha pegel ya? Yaudah sini duduk...," ujar Sheila seraya mengangkat kantung es batu dan menepuk bangku di sebelahnya supaya gue duduk di situ. Gue mencoba berdiri perlahan, damn, ankle gue masih sedikit berdenyut sakit.
"Aku aja yang nyetir nanti pulangnya ya..."
***
SHEILA
Dari ekspresinya waktu berdiri tadi, aku tau ankle Tama masih sakit. Nggak mungkin dia bisa nyetir dengan mulus kalo gini caranya. Yang ada sampai apartemen ankle-nya bengkak.
"Eh? Nggak usah lah, Sheil, gini doang aku masih bisa nyetir pulang kok...," tolak Tama yang sudah berpindah posisi duduk di sampingku. Aku menegakkan badan dan melirik Tama dari sudut mataku yang menyipit. Tama langsung mengangkat kedua tangannya tanda menyerah sambil memundurkan sedikit badannya. Dia ini, udah tau lagi cedera, masih aja banyak gaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Futsal Love [Completed]
RomanceSheila Naladhipa Prameswari (25) Si anak tengah yang tangguh dan independen. Jantung hati yang menerangi keluarga Wiraatmaja. A recruiter and a futsal freak. Narendra Arkatama Daniswara (29) Si bungsu kesayangan yang juga pelindung bagi saudaranya...