super saturday

5.7K 525 21
                                    

SHEILA

Sejak diajak meeting target KPI oleh Mas Nugi beberapa waktu lalu, aku kembali tenggelam dalam gelombang pekerjaan selama dua minggu terakhir. Tidak pernah pulang on time, sampai apartemen langsung terkapar di kamar saking lelahnya. Jangankan bertemu Tama, untuk sekedar makan malam saja kadang aku terlalu lelah.

Hari-hariku setiap hari berkutat dengan angka-angka dan persentase. Bolak balik berdiskusi dengan departemen lain untuk menentukan target performance bagi masing-masing departemen termasuk dengan posisi-posisi yang ada di bawahnya. Aku dan Rhea sudah seperti anak kembar yang tidak terpisahkan, ke mana-mana berdua. Orang kantor pun ketika melihat kami seolah di wajah-wajah kami tertuliskan target performance yang harus mereka input ke sistem masing-masing.

Mas Nugi sesekali mendampingi kami ketika harus berhadapan dengan department head.

"Good job, team, seminggu lagi bisa 100% semua karyawan sudah input KPI nya ke sistem ya! Pulang gih, have a nice weekend!" ucap Mas Nugi sambil berlalu dari kubikel kami. Namun baru beberapa langkah, ia kembali menoleh ke arah kami, "Rhea, kamu ke ruangan saya dulu ya," ucapnya lagi sambil tersenyum.

Aku menatap Rhea dengan alis terangkat meminta penjelasan tanpa suara, "Apa sih, Sis?" tanyanya dengan wajah tak bersalah.

"Really? Am I seeing something is happening between you two? Spill, Rhea Kinanti!" ucapku gemas.

"Sheila, darling, besok sore ikutan ya, futsal cewek cowok Mine Co mau sparring bareng Site Solution, laki lo tau kok, lo nya aja yang sibuk banget akhir-akhir ini. Nah berhubung tadi lo denger sendiri gue dipanggil bos, ceritanya besok aja ya, sistah, gih sana pulang," ujarnya sambil mengedipkan mata dan ngeloyor pergi meninggalkanku.

Narendra Arkatama D.:
Aku di lobby ya, Sayang. Udah selesai belum?

Aku membaca sekilas whatsapp dari Tama di layar ponselku dan bergegas ke lobby tanpa membalasnya.
Jujur aku merasa bersalah banget sama Tama karena dua minggu ini aku benar-benar sibuk sama kerjaan. Minggu pertama kebetulan Tama juga ada site visit, praktis kami sama sekali tidak bisa bertemu. Tapi seminggu ini, aku seolah menjadikannya supir pribadi yang mengantar jemput ke kantor. Hanya itu. Di jalan aku lebih banyak tidur, tertidur lebih tepatnya. Kami hanya makan malam bareng, membicarakan persiapan lamaran dan pernikahan, lalu aku akan kembali terlelap dengan mudahnya.

TAMA

Gue sedang terfokus pada layar ponsel menunggu balasan dari Sheila ketika pendengaran gue menangkap suara langkah kaki mendekat. Gue menemukan Sheila sedang berjalan dengan langkah cepat menghampiri. Gue meletakkan cup latte di end table dan berdiri dari tempat duduk. Sedetik kemudian tau-tau Sheila sudah menghambur memeluk gue.

"Hei..., kenapa ini?" tanya gue sambil membalas pelukannya yang begitu erat. Nggak biasanya Sheila begini di tempat umum, apalagi di kantornya sendiri.

"I miss you... sorry I treated you as if you're my driver these days...," ucapnya dengan wajah sedih sambil menyugar rambut gue.

Gue tertawa kecil melihat wajahnya yang sangat menggemaskan saat ini, "Aku kira ada apa lho... ya bulan-bulan ini memang waktunya kamu sibuk kan? No worries, Sayang... aku yang takut kamu kecapekan terus sakit lagi...," tutur gue sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"I'm fine, Narendra... thanks to you yang selalu anter jemput aku plus mastiin aku selalu rutin sarapan, minum vitamin, dan makan malam," ujarnya sambil tersenyum. Gue selalu suka sensasi yang ditimbulkan suara Sheila ketika memanggil gue dengan sebutan Narendra, yang menandakan dia lagi super serius atau geregetan, "Eh, emang kita besok ada rencana main futsal ya, Tam? Tadi kata Rhea...,"

"Oh iya, aku belum bilang kamu ya? Random aja sih sebenernya, kebetulan ada beberapa cewek di kantor aku yang pengen main, tapi kan jumlah mereka nggak banyak kayak di kantor kamu, jadi kupikir digabung aja, yang cewek sama kalian, lawan kami cowok-cowok...," jelas gue sambil mengambil cup latte yang masih terisi setengah dari atas meja, lalu merangkul Sheila dan beranjak ke parkiran.

SHEILA

Sabtu sore dan Planet, kombinasi yang pas untuk melepas penat setelah seminggu sibuk mengurusi KPI sejuta umat. Aku dan Tama sedang berjalan dari parkiran ketika melihat Rhea turun dari mobil Mas Nugi. Aku menyenggol lengan Tama supaya ia mengikuti arah pandangku.

"Kenapa, Yang?"

"Aku ngerasa dibohongin gitu masa, tiba-tiba dua orang yang setiap hari seliweran depan mataku kayaknya lagi deket atau bahkan udah jadian," ujarku. Tama mengacak rambutku pelan.

"Kamunya aja yang lagi sibuk kali, biasanya kamu cepet banget feeling-nya, kayak waktu Rhea sama Genta awal-awal kenalan...," komentar Tama sambil terkekeh, "masuk aja yuk, pemanasan dulu...,"

Sparring hari ini cukup menyenangkan. Ternyata cewek-cewek Site Solution lumayan asik juga buat main futsal bareng. Mas Nugi dengan sukarela menjadi kiper untuk tim cewek-cewek tanpa diganti. Well, he's not a football guy as far as I know, tapi not bad lah untuk seorang kiper. Cowok itu gitu ya, entah kenapa naluri olahraganya udah ada dari sananya gitu. Taruhan, pasti Mas Nugi ke sini cuma gara-gara nemenin Rhea aja sih.

Aku sedang beristirahat di pinggir ketika tiba-tiba Tama terjatuh di tengah lapangan. Kayaknya ankle-nya kambuh lagi. Aku bergegas berlari menghampirinya yang tampak kesakitan.

"Ankle kamu kambuh lagi ya?" tanyaku berusaha tidak panik.

"Tolong ambilin counterpain di tas aku dong, Yang...," pintanya sambil meringis kesakitan, "please... kali ini aja... sakit banget ini...,"

Aku jadi tidak tega juga melihatnya, tapi ya sudahlah. Toh yang ini sepertinya tidak terlalu parah seperti waktu lalu. Aku bergegas ke luar lapangan dan membuka tas Tama. Betapa terkejutnya aku ketika bukan counterpain yang kutemukan di sana, melainkan kotak kecil beludru berwarna biru. Takut-takut aku mengambilnya, lalu membalikkan tubuhku kembali menghadap lapangan, dan yang kulihat berikutnya membuatku semakin ternganga.

Genta, Rhea, Mas Nugi dan yang lainnya, berbaris membawa huruf-huruf bertuliskan "WILL YOU MARRY ME?" yang entah disembunyikan di mana sejak tadi, mungkin tumpukan kertas aneh di belakang salah satu gawang yang sempat kulihat samar. Di depan mereka Tama berdiri menatapku dengan senyum lebarnya dan mengangguk, memintaku untuk kembali ke lapangan dan mendekat ke sisinya.

Aku berjalan perlahan mendekatinya dengan membawa kotak kecil itu. Ketika aku sudah berada di hadapannya dengan agak gemetar, Tama meraih tanganku, dan mengambil alih kotak itu. Ia berlutut di hadapanku, membuka kotak berisikan cincin yang begitu indah, "Sheila Naladhipa Prameswari... kamu mau kan, selamanya jadi teman main futsal aku seumur hidup?"

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang