Epilog

12.5K 653 94
                                    

SHEILA

Pagi itu aku sudah duduk di pinggir lapangan Planet menyaksikan Tama bermain futsal bersama teman-temannya di Site Solution. Bedanya, kali ini aku tidak sendirian. Aku bersama Devananta Talaputra, pangeran kecil buah pernikahanku dengan Tama yang saat ini berumur satu tahun setengah. Ia terlihat begitu excited menonton ayahnya dari pinggir lapangan sambil memegang erat jaring-jaring hijau tua itu supaya tidak jatuh. Devananta yang artinya kegembiraan dari Allah, sedangkan Talaputra sebenarnya adalah singkatan dari Tama dan Sheila, dan putra berarti anak lelaki kami.

Ya, kalau kalian ingat waktu aku tiba-tiba muntah dan kami bergegas ke UGD, ternyata kandunganku sudah berumur 4 minggu. Semenjak saat itu Tama jadi makin makin protektif banget. Aku mau ke mana-mana harus ditemenin. Kalau dia pas nggak bisa, entah Mas Rio, Chika, Mbak Riris bahkan kedua orang tua kami bakal dicerewetin sama dia untuk nemenin aku. Karena anak pertama juga mungkin ya. Alhamdulillahnya, Tama baru mendapat promosi untuk menjadi supervisor di kantornya, jadi frekuensi untuk turun langsung ke site sudah nggak sesering dulu. Dia jadi lebih punya banyak waktu untuk aku dan Devan. Udah mana aku waktu hamil tuh nyebelin banget, beneran deh. Nggak hamil aja, Tama kadang suka jadi sasaran kalau aku lagi stress, apalagi ditambah hormon yang nggak stabil gitu. Tapi Tama ya Tama, tetap dengan kesabarannya yang luar biasa, selalu mengajak aku untuk berpikir rasional, tanpa mengabaikan emosi yang aku rasakan.

"Bu, laper, Bu... ya, Nak?" tau-tau Tama sudah muncul di sisiku sambil menggendong Devan yang tertawa senang. Aku yang memang sedang menyiapkan MPASI untuk Devan meletakkan mangkuk kecil itu di atas meja lalu beralih ke dua jagoanku.

"Kamu iiih... keringetan gitu nempel-nempel sama Devan... sini, Sayang...," protesku sambil mengulurkan tangan dan meraih Devan.

Tama terkekeh geli seraya mengambil handuk kecil dari dalam tas lalu menyeka keringatnya. Sesaat kemudian ia sudah kembali duduk di sebelahku, mengambil mangkuk makan Devan dari atas meja dan mulai menyuapi anak kami yang ada di pangkuanku pelan-pelan.

Aku bersyukur sekali Tama menjadi partnerku dalam hidup ini, termasuk dalam merawat Devan. Dia hands on banget, mulai dari memberi makan Devan, memandikan, atau sekedar mengalihkan perhatian Devan di saat aku perlu waktu untuk diriku sendiri. I can proudly say... We're a great team as a family.

TAMA

Gini ya ternyata rasanya jadi bapak... alhamdulillahnya Sheila yang jadi partner gue. Kalau nggak, mana mungkin ada sesi nyuapin anak di pinggir lapangan futsal gini. Kalau jadwalnya Sheila yang main futsal, gue yang gantian jagain Devan di pinggir lapangan. Kadang sambil bawa bola kecil, supaya Devan juga bisa lari-lari sama bola. Oh jelas, doktrin suka hal-hal yang berbau futsal dan sepakbola harus ditanamkan sejak dini secara orang tuanya aja futsal freak begini. Devan bahkan udah punya jersey futsal-nya sendiri dengan tanggal lahirnya sebagai nomor punggung. Tentu aja itu ide gue dan Sheila.

Selain tetap main futsal, Sheila pun tetap bekerja di MineCo sebagai hrd. Gue nggak mau melarang Sheila untuk menekuni passionnya, selama dia memang bahagia menjalani itu semua. Selama kami kerja, ada babysitter yang merawat Devan. Seringkali sih Devan dan baby sitternya "diculik" entah sama Ibu Bapak, atau Ayah Bunda. Kedua orang tua kami pun menikmati sekali perannya menjadi eyang untuk Devan. Walaupun begitu, malam hari seusai jam kantor dan hari Sabtu Minggu seperti saat ini, Devan kembali menjadi tanggung jawab kami. Oh satu lagi, Devan juga menjadi adik kecil yang menyenangkan untuk Dido, sepupunya. Bahkan, Dido membuat Mbak Riris dan Mas Aji speechless akhir-akhir ini karena mulai minta adik yang bisa tinggal di rumahnya setiap hari. Lucu ya dia?

Intinya, gue bersyukur banget Sheila yang jadi istri gue. Walaupun dia kerja sebagai HRD, tapi ilmu-ilmu psikologi perkembangan anak yang pernah dia pelajari dulu waktu kuliah benar-benar diterapkan dalam mengasuh Devan. Nggak jarang kami terlibat dalam diskusi yang cukup serius, terutama terkait dengan melatih kedisiplinan Devan. Kami terbiasa beralih peran sebagai good cop - bad cop tergantung situasi saat itu. Yang jelas, kami ingin Devan paham bahwa kami berdua sangat menyayanginya walaupun terkadang kami keras terhadapnya. Cinta gue dan Sheila ke Devan, sama seperti kecintaan kami sama futsal, yang tanpa sengaja mempertemukan kami, dan selalu bisa menjadi satu hal yang mempererat hubungan kami.

-TAMAT-

Hai semua, terima kasih banyak ya untuk kalian yang sudah mengikuti cerita ini dari awal sampai benar-benar tamat.

Sorry kalau cerita ini nggak sempurna, namanya juga masih belajar 😊 kritik, saran, dan masukan dari kalian tetap aku tunggu lho 😊

Sampai ketemu lagi di cerita lainnya yaaa ❤❤❤

-dira kelana-

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang