SHEILA
"Sheil, masih banyak kerjaan?" suara Tama terdengar dari ponsel yang sengaja ku loudspeaker sementara aku masih fokus dengan layar komputerku.
"Hmm... ini udah mau selesai sih, Tam...," jawabku singkat. Dalam waktu seminggu tiba-tiba tubuhku seperti robot yang melakukan pekerjaan secara otomatis tanpa merasakan apa-apa. Bahkan untuk sekedar ngemil saja aku nggak sempat.
"Yaudah, aku tunggu di parkiran kantor kamu ya...,"
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke layar ponsel dengan kening berkerut. Kumatikan tombol loudspeaker lalu kutempelkan ponselku ke telinga, "Maksudnya, Tam?"
Terdengar suara tawa pelan di ujung sana, "Aku jemput kamu di kantor, Sayang... kalau udah selesai nggak usah pesen taksi, turun aja ke parkiran ya...,"
"Oh... iya sebentar ya, Tam...," ucapku lalu memutus sambungan telepon.
"Tam... udah lama ya? Sorry..., duh kamu kok tiba-tiba udah di sini aja, akunya lagi berantakan banget gini...," sesalku sambil sibuk mencari pouch make up di dalam tas. Hari ini aku benar-benar polos ke kantor, no make up, bahkan lipstik pun tidak. Rasanya udah nggak punya tenaga.
"Hei... hei...," Tama menahan kedua tanganku yang masih merogoh tas, "aku mau jemput kamu, itu pengen ketemu kamu, nggak peduli kamu udah pakai make up atau belum... nggak penting...," ucapnya sambil tersenyum, "kangen lho... udah seminggu nggak ketemu kamunya sibuk banget...,"
Aku menatapnya sesaat sebelum menghela nafas, "Kerjaan aku emang lagi numpuk banget, Tam, dan sejujurnya udah overwhelmed. Bukannya aku nggak mau ketemu kamu, tapi kalau aku lagi kayak gini bisa-bisa kamu jadi sasaran aku marah-marah...,"
"Terus aku ngebiarin kamu dalam kondisi kayak gini pulang sendirian naik taksi? Untung tadi sore Rhea telepon aku, katanya kamu mukanya ditekuk terus satu minggu ini... udah kayak zombie katanya...," tutur Tama sambil mengelus puncak kepalaku, "tenang, Sheil..., nggak semua harus kamu hadapin sendiri..., ada aku...,"
Kalimat terakhir Tama benar-benar membuat pertahananku jebol. Air mataku mengalir deras begitu Tama menarikku ke dalam pelukannya.
TAMA
Gue baru tau, Sheila bisa serapuh ini karena masalah pekerjaan. Sedih banget rasanya ngeliat dia nangis-nangis di mobil tadi. Gue menunggu sampai Sheila selesai dengan luapan emosinya, sebelum akhirnya gue melajukan mobil dan berakhir di apartemennya.
"Sheil... makan dulu yuk..., udah dateng ini makanannya...," ajak gue sambil menghampiri Sheila yang sedang melamun di sofa. Masih dengan wajah datar, ia menurut mengikuti langkah gue ke meja makan.
"Kamu duduk aja, aku yang siapin ya...," ujar gue seraya mengambil peralatan makan dari dalam kabinet. Sheila mengangguk lalu duduk di hadapan gue dan menunggu gue selesai menyiapkan semuanya. Melihat gesturnya, gue yakin anak ini nggak akan mau makan kalau nggak dipaksa. Gue beranjak ke sebelah Sheila, menarik mundur kursi di sisinya.
"Makan ya... sedikit aja... biar maag-nya nggak perih..., aku suapin mau yaa?" tawar gue setengah menggodanya. Alhamdulillah ada secercah senyum terbit di bibirnya walaupun tipis.
Mungkin ini akan menjadi rekor makan malam terhening selama gue kenal Sheila. Gue udah pernah cerita kan kalau permaisuri gue ini hobi cerita? Nah, makan malam itu salah satu waktunya gue dengerin semua cerita-ceritanya. Sayangnya tidak malam ini.
"Kayaknya kamu kurang main futsal nih...," ujar gue ketika kami sudah duduk di sofa sambil menonton series.
"Hmm...," Sheila hanya menggumam pelan dengan tatapan tetap lurus ke depan, "lagi pada sibuk semua cewek-cewek di kantor..."
"Main futsal sama aku mau?" tawaran gue disambut kerutan kening Sheila, "Di stadion deket rumah kamu misalnya, oper-operan bola aja, atau latihan shooting..., siapa tau bisa balikin semangat kamu...,"
SHEILA
Aku nggak paham gimana cara Tama merencanakan ini semua, yang aku tau pagi ini sudah ada lima belas orang di lapangan futsal dekat apartemen kami. Tentu saja ada Rhea dan Genta juga di sini. Selebihnya adalah teman-teman Tama di Site Solution dan beberapa MineCo's female futsal squad. Sudah lama rasanya aku nggak main futsal bareng para lelaki setelah lulus dari bangku kuliah. Entah karena terlalu cepat berlari, atau lelah tertawa, aku duduk meluruskan kaki di tepi lapangan dan meneguk air mineral dari tumblrku.
"Jadi udah bisa ketawa lagi nih, Neng?" tanya Rhea yang menyusul duduk di sisiku sementara para lelaki masih bermain 4 lawan 4 tanpa kiper. Iya, teman-temanku dan Rhea sudah pamit pulang terlebih dahulu.
"Thanks ya, Nek...," ucapku tulus sambil menyenggol lengan Rhea.
"You're very welcome, Sis... ternyata intuisi gue nggak salah, Tama pasti bisa bikin lo feeling better...," ujar Rhea tersenyum puas.
"Gue pikir hari ini gue akan jogging atau main oper-operan bola berdua dia aja, eh, nggak taunya dibawain satu pleton begini...," aku menggeleng-gelengkan kepala. Tama yang baru saja menyarangkan gol ke gawang menatapku dari kejauhan dengan kedua tangannya diletakkan di depan dada membentuk hati. Ala-ala pemain-pemain bola profesional gitu deh. Mau tak mau aku tergelak melihatnya.
"Lo pikir kenapa ini cewek-cewek kantor bisa di sini?" pertanyaan Rhea membuatku mengerutkan kening, "ya karena waktu kemarin gue ngasih tau Tama keadaan lo, dia langsung punya ide ini. Terus dia minta tolong gue ngajak cewek-cewek sementara dia ngurusin cowok-cowok... tuh, segitunya dia sayang sama lo...," tutur Rhea lagi. Aku memutar badan menghadapnya sambil tercengang.
"Gosipin apa sih kalian, sampe kamunya bengong gitu?" tanya Tama yang tahu-tahu sudah duduk di sampingku.
"Ya elo lah, Tam, siapa lagi?" jawab Rhea asal yang langsung kusambut dengan cubitan di lengannya.
"Aw, galak nih cewek lo, sensi nggak kelar-kelar... PMS ya, Nek?" tambah Rhea yang membuatku semakin ingin menendangnya ke luar lapangan. Sayangnya rangkulan Tama di bahuku menahannya.
"Udah udaah... kalian ini ya bestfriends tapi kalau berantem serem deh...," ujar Tama sambil terkekeh, "thanks ya, Rhe...,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Futsal Love [Completed]
RomanceSheila Naladhipa Prameswari (25) Si anak tengah yang tangguh dan independen. Jantung hati yang menerangi keluarga Wiraatmaja. A recruiter and a futsal freak. Narendra Arkatama Daniswara (29) Si bungsu kesayangan yang juga pelindung bagi saudaranya...