TAMA
Gue lagi iseng-iseng buka instagram ketika akun sheilaprameswari muncul di deretan instastories terbaru. Wah, mau ada konser Sheila on 7 rupanya, menarik lagi acaranya di pantai menjelang sunset. Lucu juga. Gue DM aja ah, cek ombak.
narentama: wih, seru juga nih. Lo mau nonton?
sheilaprameswari: mauuu banget, Tam, udah lama ga nonton Sheila on 7 live.
Gue tap dua kali jawaban Sheila untuk memberikan like. Lalu gue pindah ke Whatsapp dan mencari nama Sheila di daftar kontak gue.
Mau nonton sama siapa Sheil? Sama Rhea ya?
Sheila is typing....
Asik, mau dibales Whatsapp gue... mudah-mudahaan berita baik.
Sheila Naladhipa P.:
Belum tau sama siapa, Tam... tapi kalau ga ada temennya biasanya gue hajar aja sih nonton sendiri 😆Ya ampun anak ini. Bener-bener berdiri di atas kaki sendiri. Sementara gue aja mau makan aja cari temen. Terus kalo dia tenggelam di tengah ribuan orang gimana deh? Atau tiba-tiba pingsan gitu? Ini kan acaranya nanti outdoor ya, kebayang panasnya gimana. Cewek-cewek kan biasanya keringetan dikit aja ogah, ngomelnya udah panjang banget. Eh kok kayak curhat.
Narendra Arkatama D.:
Wadidaw, SheilaGank garis keras nih kayaknya... gue boleh join nggak? Itung-itung balas jasa waktu itu udah ditemenin makan.Sheila Naladhipa P.:
Seriuss? Ya gue malah seneng jadi nggak repot cari-cari temen lagi 😊 btw gue nggak pamrih lho anaknya, Tam...Sheila ini hobi pakai emoticon ya ternyata. Bikin gue kebayang senyum manisnya dia aja deh.
Narendra Arkatama D.:
Oke, yaudah nanti kabarin aja kalau udah mau beli tiket atau apa ya.SHEILA
Oke, Tam
Aku menekan tombol send dan mengakhiri percakapanku dengan Tama di Whatsapp. Aku memang suka sekali nonton konser. Jaman kuliah dulu bahkan aku mendatangi pensi anak SMA kalau memang guest star-nya aku suka.
Semenjak kuliah dan ngekos, aku dan kesendirianku semakin mengakar. Makan di kantin sendirian, nonton film di bioskop sendirian, termasuk nonton konser pun aku berani sendiri kalau teman-temanku berhalangan. Terlalu berani? Mungkin. Tapi pada akhirnya, kehidupan ini menuntut kita untuk berdiri di atas kaki sendiri. Apa sih aku kok jadi ngelantur?"Woy... cantik-cantik kok bengong Mbak, nanti kesambet lho...," kata Rhea asal sambil merebahkan tubuhnya di kursi di kubikel kami.
"Apaan sih lo, Rhe... rese deh...," ujarku sambil cemberut. "Eh, akhir bulan ada Sheila on 7 tuh, Rhe... venuenya pinggir pantai pula... nonton ga lo?"
"Wah... akhir bulan banget? Gue udah ada janji sama nyokap, Sheil... sorry...," sesal Rhea.
"Okaay...," jawab gue santai.
"Jadi lo nonton sendiri lagi nih?" tanya Rhea yang sudah cukup hafal kebiasaanku.
"Eng... nope... kali ini ada temennya kok...," ucapku sambil tersenyum penuh arti.
"Eh gimana?" tanya Rhea yang refleks menegakkan badannya setelah mendengar jawaban dan melihat ekspresiku barusan.
"Ya gitu deh...," ujar gue masih tetap tersenyum.
"Ekspresi lo mencurigakan ya, nek... ini beneran nggak mau ngasih tau ya nontonnya sama siapa? Yaudah gue cari tau sendiri aja...," ucap Rhea setengah merajuk.
Aku terkikik pelan melihat respon Rhea. Sahabatku ini kadang memang suka sok drama gitu. Biar seru aja katanya. "Rencananya sama Tama...," ucap gue pelan yang langsung ditanggapi dengan teriakan Rhea, "WHAAAAT?" Lalu aku dengan paniknya segera menutup mulut anak satu ini.
"Rhe, ga usah teriak juga dong, ini di kantor, astagaaa....," akhirnya waktu makan siangku kuhabiskan untuk menjelaskan kedekatanku dengan Tama akhir-akhir ini.
***
TAMA
"Tama, Genta, kalian bisa visit ke klien kita di Berau? Infonya kantor mereka mau lagi efisiensi dan mau rely on Skype untuk komunikasi. Nggak mau pakai IP Phone lagi. Coba kalian hitung-hitung lagi, dengan jumlah orang di sana dan intensitas telepon, kira-kira bandwith-nya cukup nggak? Kalau perlu sekalian ke site mereka yang di Lati, karena sering komunikasi ke sana," perintah Pak Mahendra -bos gue- sesaat setelah gue dan Genta memasuki ruangannya.
"Bisa, Pak, tapi mungkin kami butuh tiga hari sampai satu minggu di sana, tergantung kondisi lapangan," jawab gue langsung.
"Dan kami perlu mengurus permit-nya dulu ya, Pak, biasanya butuh dua sampai tiga hari...," ucap Genta menambahkan.
"Iya, saya paham... kalian atur aja sama HRD ya untuk akomodasi dan surat perjalanan dinasnya. Usahakan Senin depan kalian sudah di sana, ya..."
"Pak... pulangnya boleh hari Minggu nggak? Tanggung dikit lagi Derawan...," kata Genta lagi sambil meringis. Gue reflek menendang kakinya pelan mendengar permintaannya itu. Si kunyuk ini bener-bener deh.
"Yaa terserah kalian, tapi kantor ini nggak nanggung biaya selama kalian di Derawan lho ya...," jawab Pak Mahendra sambil tertawa. Beruntung banget emang gue sama Genta punya bos yang cukup mengerti anak buahnya yang masih gejolak kawula muda gini. Jadi, setiap kami trip ke antah berantah, kalau memang ada tempat wisata yang bisa dikunjungi di weekend, kami diperbolehkan untuk pesan tiket pesawat pulang hari Minggu, meskipun pekerjaan kami udah selesai dari hari Jumat. Lumayan kan liburan tipis-tipis.
Tapi... wah, berarti gue nggak ketemu Sheila dong ya minggu depan? Yaelah, Tam, kayak yang bakal ketemu tiap hari aja sih. Belum tentu juga Sheila-nya mau lo temuin tiap hari. Nggak usah kebanyakan ngayal deh.
"Woy! Ini pasti mikirin bakal nggak ketemu pujaan hati seminggu ya?" ucap Genta asal ketika kami sudah sampai di kubikel.
"Sok tau lo...," tukasku pelan.
"Halah udah ngaku aja, makanyaa... minggu ini puas-puasin dulu lah ketemu, mumpung masih hari Selasa nih," goda Genta lagi yang membuat gue melayangkan bolpen ke arahnya, "Berisik!"
SHEILA
Aku baru sampai di apartemenku sekitar jam 10 malam. Setelah conference call dengan head office tadi sore, bosku menyampaikan bahwa ada rencana restrukturisasi organisasi. Makanya tadi aku langsung tenggelam di balik tumpukan bagan organisasi MineCo yang ada saat ini, menganalisa perbedaannya dengan organisasi yang akan datang. Aku menjatuhkan tubuhku di sofa dan mengeluarkan ponsel yang belum sempat kusentuh sejak sore tadi.
Kubuka satu per satu notifikasi whatsappku. Ada Chika yang bercerita tentang kesulitan tugas kuliahnya di grup keluarga, Mas Rio yang masih di lokasi tambang minyak, Ayah dan Bunda yang baik-baik saja di rumah. Kuketik satu kalimat di grup keluarga Wiraatmaja yang menyatakan aku juga baik-baik saja.
Lalu aku menemukan nama yang akhir-akhir ini familiar di urutan kedua.Narendra Arkatama:
Hai, Sheil, di apartemen? Gue sama Genta lagi mau keluar cari makan, mau join?Astaga. Chat dari Tama pukul 19.15 tadi baru sempat kubaca. Buru-buru kuketik balasan di whatsapp.
Sheila Naladhipa P.:
Tam, soriii... gue baru pegang hp. Ini baru sampe apartemen. Next time aja ya... say hi buat Genta...Tidak sampai satu menit kemudian layar ponselku berubah memunculkan nama Tama.
"Halo, Tam..."
"Baru pulang, Sheil? Tumben banget... mau dibawain makanan nggak?" ujar suara di seberang sana.
"Iya, lagi banyak kerjaan di kantor... gue udah makan, kok, Tam... thanks ya tawarannya...," jawab gue jujur.
"Oh oke... selamat istirahat kalau gitu... bye...," kata Tama lagi sebelum memutus sambungan telepon. Hmm, Tama rajin menghubungiku ya akhir-akhir ini. Apakah sudah waktunya aku harus mulai mencoba membuka hati kembali?
KAMU SEDANG MEMBACA
Futsal Love [Completed]
RomanceSheila Naladhipa Prameswari (25) Si anak tengah yang tangguh dan independen. Jantung hati yang menerangi keluarga Wiraatmaja. A recruiter and a futsal freak. Narendra Arkatama Daniswara (29) Si bungsu kesayangan yang juga pelindung bagi saudaranya...