TAMA
Akhirnya hari ini datang juga. Semua yang gue persiapkan selama dua minggu ini, sudah tertata rapi di sini, di rooftop apartemen gue. Tadi Chika bilang, Sheila marah banget sama dia dan pergi dari rumah waktu makan malam. Untung Chika nggak baperan anaknya, dan dia juga tau toh gue sengaja ngelakuin ini untuk surprise ulang tahun kakaknya, Sheila. Chika, Tante Ajeng, dan Om Heru juga udah ada di sini. Jadi waktu Sheila kabur dari rumah tadi, Rio emang sengaja nyusul dan nganterin dia ke apartemen, ngulur waktu sambil nunggu yang lain sampai ke sini.
Dua minggu ini emang gue bolak balik ketemu Chika. Selain bantuin dia ngerjain website, Chika bantuin gue ngumpulin foto-foto Sheila dari waktu dia masih bayi. Terus foto-foto ini gue cetak ala-ala polaroid gitu dan jadi dekorasi di rooftop malam ini. Gue tau Sheila bakalan suka, karena di apartemennya ada satu dinding yang isinya foto-foto, yang dia print sendiri tapi dengan frame ala polaroid.
"Cantik banget, Kaak, ini Mbak Sheila pasti suka deh," partner in crime gue berkomentar sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Tama, terima kasih ya, kamu mau repot-repot gini untuk ulang taunnya Sheila...," ucap Tante Ajeng tulus.
"Sama-sama, Tante, saya senang kok ngelakuinnya...," tutur gue sambil tersenyum. Gue lalu mengetik chat ke Rio, supaya membawa adiknya ke sini sekarang. Gue menyalakan lilin di atas opera cake berdiameter 30cm yang ada di atas meja. Gue emang udah kerja sama juga sama pengelola apartemen ini, minta ijin untuk pakai rooftop dan minta tolong disediakan meja kecil di sini.
"Maaas, aku mau dibawa ke mana sih pake ditutup mata segala, nggak lucu ah nanti kalau aku kesandung terus ja-...,"
"Baweel, tenang aja kan ada Mas, udah ikutin aja, ini udah mau sampe kok...," gue mati-matian ketawa tanpa suara mendengar kebawelan permaisuri yang lagi ulang tahun ini. Gue dan keluarga Sheila sudah berdiri mengelilingi meja kue. Gue mengangguk ketika Rio menatap gue meminta persetujuan untuk membuka penutup mata Sheila.
"HAPPY BIRTHDAAAY!" seru kami berempat tepat saat Sheila membuka matanya.
SHEILA
Aku hampir nggak percaya sama apa yang ada di hadapanku saat ini. Tama, Ayah, Bunda, Chika, serta Mas Rio yang masih di belakangku, ditambah dengan seloyang cake coklat dan lilin angka 26 yang menyala. Belum lagi ada lampu-lampu dan foto-fotoku sejak bayi tergantung dengan jepitan kayu.
Yang kuingat tadi, Mas Rio mengajakku ikut dengannya, lalu aku dibawa naik lift, dan tiba-tiba ia menutup mataku dengan sapu tangan. Aku bahkan nggak tau unit apartemenku punya rooftop seindah ini.
"Sana... tiup dulu lilinnya... nanti keburu meleleh...," bisikan Mas Rio di telingaku menyadarkan aku dari keterkejutan malam ini.
Aku melangkah perlahan mendekati meja kecil itu, disambut senyum lebar dari empat orang yang bisa kubilang inner circle-ku.
"Make a wish...," ucap Tama ketika aku sudah berada di hadapan cake ulang tahunku.
Aku memejamkan mata sejenak, mengucapkan rasa syukur dan harapanku memasuki usia ke 26 ini, lalu meniup lilin itu. Aku merasakan mataku memanas ketika Ayah dan Bunda menarikku ke dalam pelukan mereka, diikuti Rio dan Chika.
"Selamat ulang tahun ya, sayang... kami semua sayang banget kok sama kamu... Ayah, Bunda, nggak pernah menomorsatukan siapa-siapa. Kami pikir, selama ini kamu yang nggak butuh kami. Kamu kan mandiri sekali, Nak, apa-apa dikerjakan sendiri, jangan marah lagi ya...?" ucap Bunda yang membuat air mataku menetes.
"Iya, Mbak... fyi Mas Tama tuh bukan tipe aku kok, dan aku nggak mungkin lah rebutan cowok sama kakak aku sendiri... maaf yaa kemarin-kemarin Mas Tama-nya aku pinjem...," tutur Chika dengan suara cemprengnya yang khas.
"Iya... Kasian lho Chika udah repot bantuin Tama nyiapin ini semua malah kamu bentak-bentak...," Mas Rio menambahkan sambil merangkul aku dan Chika. Aku terkejut mendengar ini dan menatap Chika dan Tama yang berdiri agak jauh dari kami bergantian. Tama tersenyum dan mengangguk.
"Chik... maaf ya...," pintaku sambil memeluk adikku satu-satunya ini dengan erat. Air mataku kembali menetes. Seketika rasa bersalah memenuhi dadaku karena sudah menuduh Tama dan Chika bermain hati di belakangku.
Dengan langkah perlahan aku menghampiri Tama, menatap wajahnya lama.
"Selamat ulang tahun ya..., mudah-mudahan kamu suka hadiahnya...," ucap Tama ketika aku hanya berjarak satu langkah di depannya.Aku kehabisan kata-kata dan refleks memeluk Tama, melupakan kenyataan bahwa seluruh anggota keluargaku masih ada di sana. Tubuh Tama menegang, sepertinya ia kaget dengan pelukanku yang tiba-tiba.
"Peluk aja nggak papa kali, Tam...," goda Mas Rio sambil terkekeh. Rasanya ingin kulempar bantal ke wajah kakakku satu-satunya itu. Kurasakan Tama balas memelukku perlahan. Oh I miss him so bad...
TAMA
"Kami pulang dulu ya, Nak..., Tama, Om titip Sheila ya...," ucap Om Heru saat waktu di jam tangannya sudah menunjukkan pukul 23:00. Kami masih duduk-duduk santai sambil mengobrol di rooftop.
"Udah malem, kalian nggak mau nginep aja?" tawar Sheila. Well, masih ada satu kamar tamu di unit gue, dan satu kamar tamu di tempat Sheila. Gue sih tidak keberatan kalau calon kakak ipar menginap di sini. Eh?
"Kita kan nggak mau ganggu yang mau pacaran," tolak Chika jahil, yang langsung dibalas Sheila dengan mata melotot.
"Nggak papa, Nak, kami pulang aja... Kalian jangan lama-lama di luar ya, takut masuk angin nanti...," pesan Tante Ajeng.
"Mas yang nyetir kok, kamu tenang aja...," ucap Rio sambil menguyel-uyel kepala adiknya.
Mereka beranjak meninggalkan rooftop sementara gue dan Sheila masih di sini untuk beberapa saat. Sheila duduk sambil menyuap potongan opera cake dan menikmati pemandangan kota.
"Sayang...," panggil gue hati-hati.
"Hmm...," jawab Sheila tanpa menoleh dan masih asyik mengunyah.
Gue menghela nafas pendek lalu mengambil piring kue dari tangan Sheila. Ia menatap gue dengan wajah merengut tidak rela kue favoritnya diambil. Gue meletakkan piring di di sisi gue, lalu gue genggam kedua tangannya sambil menatapnya tepat di manik mata, "Aku minta kamu percaya sama aku ya..., aku nggak ada apa-apa sama Chika. Dua minggu ini aku memang bantuin tugasnya Chika, dan dia bantuin aku nyiapin ini semua. Aku cuma sayang sama kamu, Sheila...,"
"Kamu jahat banget, Tam... kamu tau, aku udah siap-siap ngelepas kamu buat Chika...," ucapnya lirih sambil menunduk.
"Hei... emangnya perhatian aku selama 6 bulan ini nggak ada artinya buat kamu? Semua yang aku omongin ke kamu itu jujur lho...,"
"Ya ada, Taaam... kamu... berarti banget buat aku, tapi kalau kamu beneran suka sama...," gue meletakkan telunjuk gue di bibir Sheila supaya dia berhenti meracau.
"Sst... Dengerin aku sekali lagi ya, Sheila Naladhipa Prameswari, Tamanya kamu ini sayangnya cuma sama kamu, yang udah bikin aku kecanduan dengerin cerita-cerita kamu tiap hari, yang udah bikin aku tersiksa dua minggu ini karena terpaksa kucing-kucingan sama kamu... maafin aku ya karena aku nggak nemuin cara lain untuk bikin surprise ini selain minta tolong sama adik kamu...," tutur gue sambil menyeka air mata yang jatuh dari sudut mata Sheila. Gue menundukkan kepala sampai menyentuh keningnya, sebelum memejamkan mata dan mengecup bibirnya untuk menutup hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Futsal Love [Completed]
RomanceSheila Naladhipa Prameswari (25) Si anak tengah yang tangguh dan independen. Jantung hati yang menerangi keluarga Wiraatmaja. A recruiter and a futsal freak. Narendra Arkatama Daniswara (29) Si bungsu kesayangan yang juga pelindung bagi saudaranya...