SHEILA
Hari terakhir di Malang, job fair luar biasa ramainya. Booth MineCo terletak di lajur tengah tidak jauh dari pintu masuk dan pengunjung pasti akan melaluinya. Rata-rata pengunjung adalah cowok-cowok lulusan teknik pertambangan. Padahal, kami kadang juga butuh anak-anak teknik elektro atau teknik mesin lho, nggak melulu karena perusahaan tambang jadi harus dari jurusan pertambangan. Mereka rata-rata sudah duduk di semester 7 atau tinggal menyelesaikan skripsi saja. Sebenarnya yang begini kadang bahaya kalau untuk recruiter, jangan sampai mereka diterima kerja, sibuk kerja lalu malah jadi nggak lulus-lulus. Tapi itu kembali lagi ke orangnya masing-masing sih.
"Whoah... kita sampai jam berapa ya, Sheil? Laper gue...," tanya Rhea sambil merebahkan dirinya di kursi. Aku yang masih membantu calon kandidat untuk mengisi data diri di website kami meliriknya sambil tersenyum, "Sabar, neng, lima belas menit lagi nih, paling..., udah mau jam 5 juga... Mas Rudi mana ya?"
"Baguslah... tadi masih keliling nyebar flyer deh kayaknya..., banyak yang apply?"
"Lumayan kok..., mudah-mudahan aja banyak yang nyantol ya, kalo nggak nambah-nambahin kerjaan screening CV aja...," candaku yang dibalas Rhea memutar bola matanya.
"Rhea, Sheila, udah kita beres-beres yuk. Abis ini kita ke hotel aja dulu kali ya, taruh barang, mandi bentar baru keluar lagi cari makan, gimana?" ujar Mas Rudi yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
"Boleh, Mas...," jawabku dan Rhea berbarengan sambil mengangguk. Walaupun lokasi job fair ini di gedung pertemuan yang notabene ber-AC, karena banyaknya manusia di dalamnya ya gerah juga. Kayaknya emang perlu mandi dulu biar segar baru keluar untuk makan malam.
TAMA
Di Jumat sore ini gue udah duduk rapi di apartemen menunggu kehadiran beberapa orang. Bukan, Sheila masih di Malang deh kayaknya. Gue nungguin Chika dan teman-teman kelompoknya yang mau diskusi soal tugas web design mereka. Setelah itu gantian Chika dan teman-temannya yang bantuin gue menyiapkan properti untuk acara rahasia besok malam. Emang gue yang minta mereka untuk ngerjain di apartemen gue aja. Daripada di mall atau di tempat lain, nanti malah nggak fokus atau kebanyakan ngobrol.
Chika Dewantari:
Mas, aku sama temen-temen udah di bawah nih.Gue langsung bergegas turun ke lobby dan menjemput mereka setelah membaca chat dari Chika.
"Halo, sorry ya lama..., yuk kita naik aja...," ujar gue setelah melambaikan tangan sambil menghampiri Chika dan teman-temannya.
"Mas Tama, makasih banget lho kita udah dibantuin, dibolehin nugas di apartemennya pula," ucap salah seorang teman Chika.
"Iya, sama-sama...," gue tersenyum sekilas.
"Jelas boleh laah, itung-itung bantuin calon adek ipar, ya kan, Mas?" goda Chika yang membuat gue tergelak.
"Terseraaah, yang penting abis ini bantuin aku ya buat besok," ujar gue sambil mengedipkan mata.
Sampai di unit gue, Chika dan kelompoknya langsung sibuk dengan laptop dan desain website mereka. Gue mengambil beberapa gelas dari dapur dan meletakkannya di meja ruang tengah bersama dengan stok cemilan Sheila yang sengaja ia simpan di sini, buat gue kalau tiba-tiba lapar tengah malam katanya.
"Airnya ada di dispenser, ya adik-adik...," ucap gue sambil menunjuk dispenser yang ada di dekat lemari es.
"Eh, Mas, kita video call Mbak Sheila dulu yuk?" ajak Chika.
Gue refleks meninggikan alis, ragu, "Kayaknya jangan deh, Chik, takutnya Sheila cemburu...,"
"Alaah, nggak bakal, Mas, toh kan kita rame-rame," tukas Chika yakin.
SHEILA
Aku dan Rhea sedang merebahkan diri sejenak di tempat tidur kamar hotel kami, meluruskan kaki yang seharian tadi sudah bekerja keras duduk-berdiri-jalan ke sana ke mari ketika tiba-tiba ponselku berdering. Melihat foto Chika terpampang di layar, aku menghela nafas pendek. Haruskan kuangkat atau kudiamkan saja?
"Angkat aja kali... siapa tau penting," ucap Rhea sambil menyenggol bahuku pelan. Aku meliriknya sekilas, lalu menegakkan dudukku dengan enggan sebelum menggeser tombol telepon hijau di layar.
"Ya Chik?"
"Hai, Mbak, kamu masih di Malang ya? Pulang kapan? tanya Chika dengan wajah sumringahnya. Wait, aku kok kayak kenal tembok di belakangnya ya, ada gitar tergantung di situ.
"Aku lagi di tempatnya Mas Tama nih, nugas sama temen-temen aku, Mas, sini!" tutur Chika sambil menggerakkan ponselnya supaya aku bisa melihat wajah Tama dan meminta Tama mendekat kepadanya.
"Ooh...," jawabku pelan. Rhea mendadak bangun dari posisinya dan menatapku dengan kening berkerut.
"Halo, sayang, kamu pulang kapan?" tanya Tama dari sebrang sana.
"Besok pagi...," jawabku lirih.
"Oooh aku kira malem ini..., mau aku jemput?"
"Aku sama Rhea kok, Tam... masih harus ke kantor dulu juga... Chik, Tam, udah dulu ya aku mau makan dulu...," ucapku sambil memutus sambungan telepon tanpa menunggu respon mereka. Aku kembali menjatuhkan tubuhku ke atas kasur.
"Darl...," Rhea memanggilku dengan tatapan khawatir.
Aku menghela nafas panjang, "Udah gue bilang kan, Rhe..., tinggal tunggu waktu aja... history will repeat itself...,"
TAMA
Sekitar pukul 9 malam gue sudah sampai di rumah orang tua Sheila, mengantar Chika pulang sekaligus menjelaskan rencana gue untuk ulang tahun Sheila besok malam. Om dan Tante bahkan memaksa gue untuk ikut makan malam bersama.
"Chik, kamu yakin Sheila nggak papa? Dari minggu lalu aku nganter kamu tuh dia udah bete banget lho sebenernya...," ujar gue ragu. Khawatir niat bikin surprise ini malah berdampak fatal buat hubungan kami.
"Enggak lah, Mas, toh kita emang nggak ada apa-apa kan?" jawab Chika yakin.
"Tenang aja, Tam, nanti gue bantuin kalau sampe Sheila gimana-gimana... you got our back, kok...," tutur Rio meyakinkan. Tante Ajeng dan Om Heru tersenyum mendengar percakapan kami di meja makan. Kata mereka, urusan surprise ulang tahun begini biar jadi urusan anak muda, mereka cukup jadi peserta saja.
Gue pun pamit pulang setelah selesai makan malam. Besok, Sheila akan diminta untuk makan malam di rumah sementara gue menyiapkan segala sesuatunya. Gue menyempatkan diri untuk mengecek instagram sebelum turun dari mobil setelah sampai di parkiran apartemen. Gue terhenyak ketika melihat update instastory Sheila. Di video yang dia re-share dari Rhea itu, terlihat Sheila sedang bermain piano di cafe sambil menyanyikan lirik ini...
Oh mengapa, tak bisa dirimu
Yang mencintaiku, tulus dan apa adanya
Aku memang bukan manusia sempurna
Tapi ku layak dicinta, karna ketulusan
Kini biarlah waktu yang jawab semua
Tanya hatikuLalu terdengar suara Rhea di akhir video,
"Dari hati banget, neng, nyanyinya... siapa yang bikin galau sini kasih tau sini...,"Shit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Futsal Love [Completed]
RomansaSheila Naladhipa Prameswari (25) Si anak tengah yang tangguh dan independen. Jantung hati yang menerangi keluarga Wiraatmaja. A recruiter and a futsal freak. Narendra Arkatama Daniswara (29) Si bungsu kesayangan yang juga pelindung bagi saudaranya...