SHEILA
"Cinta banget emang si Tama sama lo ya, Sheil..., bikin surprise party sampe sakit gitu... nggak mau lo seriusin aja?" tanya Rhea saat kami sedang beristirahat di sisi lapangan usai bermain futsal.
Aku melirik Sheila sekilas lalu kembali memperhatikan Tama yang sedang mengoper bola di lapangan seberang, "Nyaman banget sih emang sama dia, Rhe... tapi... Mas Rio aja belum nikah...,"
"Udah diomongin belom sama mas lo? Dari cerita lo kayaknya dia support banget hubungan kalian kan...," ucap Rhea seraya meneguk air mineral dari tumblernya.
"Hmm... ya nanti lah...," ujarku sambil tersenyum, "ngomong-ngomong nih, lo sama temannya pacar gue gimana?"
Rhea tertawa pelan mendengar pertanyaan sahabatnya, "Genta maksud lo? Gimana apanya?"
Aku mendengus pelan mendengar pertanyaan Rhea, "Come on, dari pertama kita ketemu mereka di stadion, I knew you just can't take your eyes off him...,"
Rhea hanya tersenyum sambil mengangkat bahu, "Ga ada apa-apa, Sheila sayang. Genta punya pacar kali..., gue ketemu dia kan cuma kalo ada lo sama Tama doang...,"
"Cewek... berduaan aja, ikut kita makan yuk?" goda Genta yang tiba-tiba sudah berada di depan kami. Aku menyipitkan mataku menatap Genta malas. Tama duduk dan meluruskan kakinya di sisiku dan mengacak rambutku pelan.
"Ganti baju dulu sana kalian, bau...," ucapku yang membuat Tama mendelik lalu berusaha menarikku ke dalam pelukannya, sayangnya aku buru-buru menjauh.
"Awas kamu ya, bau-bau gini juga kamu cinta kan...,"
***
Dua jam kemudian aku sudah duduk santai di sofa apartemenku sambil mengeringkan rambut. Dari lapangan futsal tadi, kami berempat mampir makan nasi goreng langganan yang mangkal tidak jauh dari sana. Melihat interaksi Rhea dan Genta, rasanya alarm waspadaku kembali menyala. Rhea ini walaupun lebih sering terlihat make a move duluan ke lelaki yang baru dikenalnya, tapi jarang sekali yang akhirnya ia pacari. Biasanya, ketika hubungan mereka sudah semakin dekat, Rhea akan mundur teratur lalu menghilang. Rhea pernah bilang, ia lebih suka meninggalkan ketimbang ditinggalkan.
Beberapa saat kemudian terdengar suara ketukan di pintu. Aku bergegas membukakan pintu, pasti itu Tama.
"Sayang...," sapa Tama tersenyum lebar begitu aku muncul di hadapannya. Rupanya begini ya rasanya, semua lelah hilang ketika melihat orang yang kita sayang.
Aku mundur untuk mempersilakannya masuk ke dalam unitku masih sambil mengeringkan rambutku. Setelah menutup pintu, aku berjalan ke kamar untuk menyimpan handuk mandiku.
Saat aku kembali ke ruang tengah, Tama tengah duduk di sofa dengan secangkir teh hangat. Kayaknya semenjak dekat denganku, perlahan ia mulai beralih dari kopi ke teh. Aku berjalan mendekat ke sofa lalu merebahkan tubuhku di sisinya.
"Tam..., Genta tuh single nggak sih?"
Tama menegakkan duduknya lalu menatapku dengan kening berkerut, "Random banget kamu tiba-tiba nanyanya?"
"Ngg... cuma... mau jagain sahabat aku aja sih...," ucapku lambat-lambat.
"Wow... you sound so protective... kayak Genta penjahat kelamin atau apa aja deh, Sheil...," ujar Tama sambil geleng-geleng kepala, "he is also my best friend by the way...,"
"I know... sorry...," ucapku lirih. Tama sepertinya tersinggung dengan ucapanku.
"Okay, let me tell you this...," Tama menghela nafas panjang, "Genta anaknya emang ramah sama semua orang, dan dia suka berteman, termasuk sama kamu dan Rhea. But he does have someone, namanya Alana, mereka ketemu waktu Genta kuliah di Leiden. Gara-gara Alana, Genta bisa kembali kayak dirinya yang sekarang. Alana masih di sana, lagi nunggu wisuda, baru pulang ke Indonesia,"
Ganti aku yang mengerutkan kening mendengar penuturan Tama, "Menurut aku, Genta sama Rhea pure temenan aja kok, mereka juga jarang ketemu di luar kalo nggak sama kita kan? So I guess you don't have to worry about Genta giving false alarm to your best,"
"Kamu yakin? Soalnya kayaknya Rhea suka sama Genta...," ujarku mengangkat kepala dan menatap Tama.
"Genta itu udah kayak adek aku sendiri, Sheil... he's not a womanizer as far as I know...," ucap Tama sambil menepuk tulang hidungku dengan telunjuknya, "kok kita jadi ngomongin orang sih? Kamu nih mikirin orang terus..., mikirin kitanya kapan?"
***
TAMA
Gue terbangun pagi ini lalu tersenyum mengingat gimana salah tingkahnya Sheila waktu gue tanya kapan mikirin kita. I knoow... gue udah bucin banget semenjak sama Sheila. Tapi, ledekan Mbak Riris waktu ulang tahun Sheila waktu itu bener-bener bikin gue mikir. Mau sampai kapan gue dan Sheila ganti-gantian main ke apartemen satu sama lain kayak gini? Takutnya jadi fitnah buat orang-orang yang nggak sepaham. Gue, keluarga gue, Sheila, dan keluarganya sih untungnya selow. Mereka semua cukup yakin bahwa kami berdua sudah cukup dewasa untuk tidak melakukan hal-hal bodoh. Buat gue, nggak lucu aja di umur segini, menikah karena pasangan udah hamil duluan. Nikahin dulu lah, nambah-nambahin pikiran aja.
"Apaan sih, Tam, emang aku kurang perhatian ya sama kamu?" tanya Sheila semalam sambil menatap gue dengan wajah paniknya. Mau nggak mau gue tergelak melihatnya.
"Sheil... aku nggak bilang kamu nggak mikirin aku lho... aku cuma tanya, kamu kapan mau mikirin kita... kita di sini means you and I, us...," tutur gue dengan menatap matanya lekat-lekat.
Mata Sheila berkedip-kedip lucu lalu ia menundukkan wajahnya. Sambil tersenyum menahan tawa, gue raih kedua tangannya, "Sayang... aku sadar kamu masih muda dan mungkin belum kepikiran ini, tapi aku cuma pengen kamu tau, aku serius sama kamu. Jujur, sejak omongan Mbak Riris kemarin, aku sadar aku nggak bisa ngebayangin nggak ada kamu di hidup aku... I won't rush it, take your time... tapi tolong mulai dipikirin...,"
"Tam... aku...," ucapnya terbata-bata dengan kepala tertunduk semakin dalam.
Dengan satu tangan masih memegang tangannya, gue angkat dagu Sheila supaya matanya menatap mata gue, "Mau ya?"
Sheila nggak menjawab tapi langsung memeluk gue dan menyembunyikan wajahnya di dada gue. Dia memang bukan orang yang bisa mengungkapkan rasa sayangnya dengan gamblang lewat kata-kata. But that's enough for me, I know it means a yes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Futsal Love [Completed]
RomanceSheila Naladhipa Prameswari (25) Si anak tengah yang tangguh dan independen. Jantung hati yang menerangi keluarga Wiraatmaja. A recruiter and a futsal freak. Narendra Arkatama Daniswara (29) Si bungsu kesayangan yang juga pelindung bagi saudaranya...