come home

4.9K 484 6
                                    

TAMA

Perjalanan darat hampir dua belas jam dari Tabang bikin badan gue rasanya patah-patah banget. Hal-hal kayak gini yang kadang belum tentu dipahami orang. Banyak yang berpikir bahwa kerja di tambang, migas, atau kontraktor yang berkaitan dengan dua sektor ini enak karena gaji yang besar, ada insentif lokasi, bonus, dan lain-lain. Ada alasan kenapa kami mendapat penghasilan lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Salah satunya adalah ini, keluar masuk daerah pelosok yang hanya bisa dijangkau melalui jalan darat selama berjam-jam. Belum lagi jalanan yang harus dilalui cukup sempit dan berkelok-kelok, naik turun gunung. Kondisi ini juga yang membuat kami memiliki rooster atau jadwal on-off. Akan terlalu boros bagi perusahaan harus menyediakan transportasi bolak-balik setiap minggu bagi sekian puluh orang. Di beberapa kantor klien Site Solution, berlaku jadwal kerja 7 minggu, libur 2 minggu. Beruntung untuk konsultan atau kontraktor seperti gue, kami tidak perlu mengikuti jadwal tersebut. Namun, kami juga perlu melihat ketersediaan transportasi dari kantor. Makanya untuk trip kali ini agak panjang, karena mengunjungi beberapa lokasi klien yang dilewati oleh rute Balikpapan - Tabang. Menjelang jam sepuluh pagi akhirnya gue bisa merebahkan diri di kamar apartemen. Gue memutuskan untuk bersih-bersih terlebih dahulu lalu tidur-tiduran sebentar, lumayan untuk recharge energi.

Dua jam kemudian gue terbangun dengan perut keroncongan. Baru ingat, terakhir gue makan sekitar jam delapan malam. Permaisuri gue lagi di kamarnya nggak ya? Biasanya kalau weekend gini kan harinya dia masak seharian mulai dari sarapan, makan siang, sekalian makan malam. Ah, gue coba ke tempatnya aja, kangen juga lagian. Mudah-mudahan dia nggak ada rencana ke mana-mana hari ini.

Gue bergegas turun ke lantai dua dan mengetuk pintunya pelan. Tidak lama kemudian pintu dibuka. Mendadak rasa lelah gue lenyap begitu melihat Sheila berdiri di pintu dengan senyumnya yang bikin jantung gue berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Hai... you're back...,"

Gue nggak bisa menahan diri dan langsung memeluknya erat, "I miss you...,"

Sheila melepaskan pelukan gue dan memundurkan dirinya, "I miss you too... kamu pasti capek banget ya? Udah makan?" tanyanya sambil mengelus pipi gue.

Gue menggeleng pelan dan meringis, "Punya makanan nggak?"

SHEILA

Aku tertawa mendengar pertanyaan Tama. Wajahnya masih terlihat mengantuk, rambut-rambut tipis mulai tumbuh di sekitaran dagunya.

"Masuk yuk... pas banget aku baru selesai masak, ada Mas Rio juga di dalam... dia nginep di sini dari kemarin sore," ujarku sambil melangkah masuk.

"Eh? Ada Rio?"

"Hai, Tam...," ucap Mas Rio sambil tersenyum, "kirain siapa yang dateng, Sheila lama banget di depan, rupanya elo... ayo makan...,"

"Gimana kabar, Yo?" tanya Tama sambil memberikan pelukan ala laki-laki ke Mas Rio.

"Alhamdulillah baik..., gimana site?" ganti Mas Rio bertanya sambil mempersilakan Tama duduk.

"Yaah begitulah, seperti biasa susah sinyal...," ucap Tama sambil terkekeh.

Aku meletakkan wadah berisi nasi goreng dan telur dadar di atas meja, lalu mengambilkan piring dan peralatan makan dari dalam kabinet.

"Jadi... udah yakin mau jadi adek ipar gue? Yaa kakak ipar juga boleh lah berhubung lo lebih tua ya..., udah harus gue panggil mas belom nih?" Aku yang baru saja meletakkan piring dan sendok garpu di atas meja refleks memukul lengan Mas Rio pelan.

"Mas, mulut loooo!" Tama yang duduk di hadapan Mas Rio hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya sambil meringis, "udah ayo makan dulu ah..., kasian Tama laper...,"

Mas Rio tersenyum menatapku penuh arti lalu mulai menyendokkan nasi goreng ke piringnya.

***

Satu jam kemudian Mas Rio pamit pulang, tidak mau mengganggu momen kangen-kangenanku sama Tama katanya. Kakakku itu memang hobi banget bikin muka adiknya semerah tomat.

"Am I missing something?" tanya Tama padaku yang sedang bersandar di dada bidangnya.

"Hmm?" gumamku sambil melirik ke arahnya.

"Pertanyaan Rio tadi, aku udah yakin belum jadi adik ipar dia...," Tama memberi jeda sejenak, "emang semalem kamu curhat apa, Sayang?"

Bukannya menjawab pertanyaan Tama, aku justru memeluknya lebih erat dan menyembunyikan wajahku di dadanya.

TAMA

Gue tertawa pelan melihat kelakuan Sheila. Selalu ngumpet kalau lagi salah tingkah, gemesin banget.

"Yaudah... kalau nggak mau cerita nggak papa...," ucap gue sambil mengacak pelan rambutnya, "tapi apapun itu yang kamu curhatin sama Rio, makasih ya..., thank you for thinking about us...,"

Gue memejamkan mata sejenak, menyimpan memori ini di tempat paling spesial di otak gue. Supaya gue selalu ingat gimana nyamannya perasaan saat kita punya seseorang sebagai tujuan untuk selalu kembali.

"Tam... kamu nggak pulang? Nanti bapak sama ibu kamu ngira anaknya udah ganti KTP jadi penghuni hutan belantara lho...," tutur Sheila sambil tersenyum menatap gue.

"You know what... this feels like coming home already...," lagi-lagi Sheila menatap gue, kali ini dengan kening berkerut, "bisa ketemu kamu kayak gini, buat aku rasanya udah kayak pulang ke rumah...,"

"Gombal aja ih," protes Sheila sambil mencubit pelan pinggang gue, "serius ini aku ngomongnya...,"

Lagi-lagi gue tergelak, "Iya, permaisuri... yaudah kita ke sana nanti sore... ini kamu yang kangen sama bapak ibu kayaknya ya?"

"Ya bukan gitu...," kilah Sheila sambil menunduk, "kamu sendiri yang ingetin aku kalau jangan sampai hubungan kita malah bikin kita jauh sama keluar-...,"

Dengan cepat gue menunduk dan mencium bibir Sheila lembut sebelum dia menyelesaikan ucapannya.

"Tam, aku se-...," gue kembali membungkam mulut bawelnya dengan ciuman, kali ini lebih dalam dari sebelumnya.

"Udah ngomongnya?" tanya gue sambil menatap matanya dalam-dalam. Wajah Sheila memerah dan matanya berkedip-kedip lucu, "aku masih kangen sama kamu, di rumah bapak ibu nggak bisa puas manja-manjaan sama kamu gini, yang ada aku jadi bahan bully..., sorean aja perginya boleh ya?"

Sheila menahan tawanya sambil mengelus pelan pipi gue dan merapikan rambut gue yang mulai panjang, "Dua minggu di antah berantah ternyata bisa bikin jiwa anak bungsu kamu meronta-ronta gini ya? I'm not going anywhere, baby...,"

Kalimat terakhir yang diucapkan Sheila dengan begitu tulus membuat gue tidak bisa menahan diri dan kembali mendaratkan kecupan di bibirnya. Thank God I have her in my life.


Double update!
Hai semua, apa kabar?
Semoga kalian sehat-sehat selalu yaa.
Jujur aku masih bingung gimana mau namatin cerita ini, ada ide?
Have a nice day!

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang