dinner

7.4K 587 3
                                    

TAMA

Gue nggak tau deh ini hari keberuntungan gue atau apa. Udah pagi-pagi sarapan sama orang cantik, eh kok ya malemnya ketemu lagi. Ditambah lagi mau lho dia diajak nemenin gue makan. Alhamdulillah ya rejeki anak sholeh ga ada yang tau. Gue sedang menata peralatan makan, cumi goreng tepung, tumis kangkung hasil delivery makanan di atas meja ketika gue mendengar ada bunyi bel. Gue bergegas membuka pintu supaya tamu agung gue nggak nunggu terlalu lama.

"Hai... yuk, masuk...," ajak gue, "welcome to my place..."

"Thank you... nice place by the way...," ucap Sheila sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"My pleasure, Sheil... ngomong-ngomong, lo mandinya cepet juga yaa... gue udah standarnya cewek itu lama kalo mandi...," komentar gue sambil terus berjalan ke meja makan. Rasanya baru 15 menit yang lalu kami berpisah di lift, anak ini udah di sini aja.

Ia tertawa pelan, "Gue emang cenderung low maintenance anaknya, Tam... males aja sih basically... kecuali untuk event-event tertentu... lihat aja ini rambut gue masih setengah kering kan?" katanya sambil memainkan ujung rambut yang kali ini tergerai sebahu.

"Ooo I see... Duduk, Sheil... menunya ini aja nih adanya... tapi bener kan gue bilang porsinya besar...," ujar gue sambil menunjuk makanan yang sudah tersaji di meja.

"Ya emang mau ada berapa banyak menu, Tama? Kalo banyak mah namanya restoran... Ini gue yang makasih lho udah diajak makan... By the way, kalau tadi gue nolak ke sini, terus lo nggak jadi makan, gitu?" kata Sheila lagi sambil menahan senyum.

"Eng... ya kalo laper banget sih gue telen aja, Sheil... cuma gue emang tipe orang yang suka ngerasa aneh aja kalau makan sendirian... mungkin karena kebiasaan dulu waktu di rumah selalu makan berempat di satu meja yaa...," jawab gue sambil meringis.

"Hmm... honestly that's not my first impression about you... interesting... yaudah ayo makan, nanti lo kelaperan lagi...,"

SHEILA

"Thanks again for the dinner ya, Tam...," ucapku tulus sambil meletakkan piring terakhir yang baru saja kucuci di rak piring. Sebenarnya Tama sudah melarangku untuk mencuci piring, tetapi aku berkeras. Ya aku cukup tahu diri, sudah diajak makan gratis, masa aku tidak melakukan apa-apa sebagai gantinya?

"Gue yang makasih, udah ditemenin...," ucap Tama yang baru saja menyeduh teh hangat untuk kami berdua, "random question, how do you spell your name?"

"Hmm? It's S-H-E-I-L-A as in Sheila on 7... kenapa, Tam?" ucapku sambil mengangkat alis.

"Nope, cuma mau memastikan aja, because it sounds Shila not Shela, antara pakai ei atau hanya i aja...," jawab Tama.

"Well... thanks for asking, Tam, very thoughtful... gimana kalau kita kenalan ulang aja, kali ini pakai nama lengkap? Hai, gue Sheila Naladhipa Prameswari...," ujarku sambil mengulurkan tangan kepada Tama yang duduk di sebrang meja makan.

"Nama lo bagus, Sheil. Narendra Arkatama Daniswara, anak kedua dari dua bersaudara, IT Network Engineer di Site Solution, 29 tahun...," ucap Tama dengan tegasnya sambil menyambut uluran tanganku.

"Waw... lengkap... mau melamar untuk posisi apa, Bapak?" candaku bersikap seperti recruiter. Tama tergelak mendengar jawabanku.

"29 ya... then I should also call you Mas since you're two years older than my brother," ucapku lagi sambil tertawa kecil.

"Don't you dare...," ujar Tama dengan tatapan sok galak, yang membuatku terbahak-bahak.
"What?" tanyaku pada Tama yang masih menatapku setelah tawaku mereda.

"Gantian dong, masa cuma nama aja...," protesnya sambil tersenyum.

"Hmm okay... gue anak kedua dari tiga bersaudara, salah satu senior staff human capital di MineCo, 25 tahun...,"

"Whoa... 25, eh? Beneran lho gue kira masih anak kuliahan kemarin...," komentar Tama sambil geleng-geleng kepala. Aku tertawa melihat tingkahnya.

"Makanya  lo kebayang dong gimana gue pusingnya kalau lagi kebagian interview kandidat dengan level supervisor, manager, atau yang mau promosi ke level-level itu?" celotehku sambil menepuk jidat. Tama kembali geleng kepala sambil tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang rapi.

Obrolan kami berlanjut seru membicarakan berbagai hal mulai dari pekerjaan masing-masing sampai ke hobi. Sudah lama rasanya aku nggak punya teman ngobrol, yang bisa diajak ngobrol tentang apapun. Sampai akhirnya aku tersadar kalau sudah pukul 10 malam, aku pun pamit dan kembali ke kamarku.

***

TAMA

Pagi ini gue bangun dengan perasaan berbeda, damai gitu kayaknya. Walaupun agak ngantuk sebenernya karena setelah Sheila kembali ke unitnya semalam, gue malah nggak bisa tidur. Mau gue chat anaknya, tapi takut nanti ganggu waktu istirahat dia, mana kayaknya kerjaan kantornya lagi lumayan hectic. Oh iya, kemarin kami akhirnya tukeran nomor dan akun instagram. Gue yang minta sih, untung dia ngasih aja. Hmm... pagi ini dia udah sarapan belum ya? Ah, tapi kelihatan banget gue ngebet kalau pagi ini gue bawain sarapan lagi. Chat, jangan?

Tama: Good morning, have a nice day, Sheil!

Gue mengetik kalimat itu di whatsapp, tapi gue hapus lagi. Cheesy banget nggak sih gue? Maklum, kehidupan ala Bang Toyib yang mengharuskan gue ke tempat-tempat tak bersinyal membuat kehidupan percintaan belum jadi prioritas gue di 3 tahun terakhir. Tau kan kalo cowok nggak bisa multitasking? Udah pusing sama kerjaan, nggak sanggup kalo harus ditambah-tambahin mikirin pacar yang demanding harus telponan minimal sehari sekali. Eh, jadi curhat.

Biarin aja deh nggak usah gue kontak dulu. Kalau emang jodoh, pasti semesta akan mempertemukan kami lagi. Jijik ga? Sorry guys, udah lama ga jatuh cinta. Kebiasaan yang diliat cuma wilayah tambang beserta monyet, biawak, dan atau hewan-hewan lainnya.

"Tam, gimana progress?" Entah dari mana datangnya tiba-tiba kepalanya muncul di kubikel gue.

"Progress apa?" tanya gue sambil nyengir. Genta menaikkan kedua alisnya menatap gue heran.

"Ya progress virus laknat itu lah, kampret. Emang ada progress apa lagi?"

Ooh itu, aman kok, udah ada antivirusnya yang paten. Kita nggak perlu ke sana," jelas gue, masih dengan senyuman lebar.

"Oke. Tapi lo dari tadi senyam-senyum sendiri gini, jangan-jangan ada progress yang lain yang gue nggak tau?" tanya Genta penasaran. Bahkan dia langsung menggeser kursinya mendekat ke gue.

"Apaan sih lo deket-deket, jijik," ujar gue sambil memundurkan kursi.

"Hmm... masak iya sarapan bareng doang efek bucinnya bisa tahan sampe sekarang sih? Nggak mungkin udah jadian aja dong lo, kecuali lo jampi-jampi dulu si Sheila... eh... iya itu kan namanya?" tanya Genta lagi dengan kening yang semakin berkerut.

Gue tersenyum simpul membiarkan Genta bertanya-tanya sendiri.

Hi all! Aku update lagi cerita Tama & Sheila hari ini, entah kenapa idenya muncul gitu aja. Karena time frame nya deket jadi aku post sekarang aja biar nyambung. Haha.

Enjoy!

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang