the beginning

6.7K 544 8
                                    

SHEILA

Hari yang selalu ditunggu-tunggu budak korporat sepertiku akhirnya tiba: gajian! Cewek-cewek Mine Co punya kebiasaan unik untuk merayakan hari ini. Setiap hari gajian atau hari jumat setelah gajian seperti hari ini, biasanya pulang kantor kami langsung berbondong-bondong (well ya sekitar 10-15 orang aja sih) ke lapangan futsal langganan kami, Planet. Lalu kami akan menghabiskan satu atau dua jam, tergantung jumlah orang yang hadir, untuk bermain. Ya kalau cuma ada 10 orang terus main futsalnya dua jam, bisa-bisa besok cuti mendadak semua.

"Tama tuh... beda ya, Rhe...," ucapku masih dengan nafas terengah-engah, duduk meluruskan kakiku di samping Rhea.

"Beda gimana?" tanya Rhea sambil menaikkan alisnya.

"Yaaa lo tau kan, kebanyakan laki-laki yang pernah deket sama gue, ujung-ujungnya akan bilang gue terlalu baik lah, ini lah, itulah, padahal sebenarnya merasa takut tersaingi sama gue," ceritaku sambil meneguk air mineral dari tumblerku.

"Oooh itu..., ya siapa yang nggak jiper coba, neng? Lo kerja di MineCo, jadi HRD, terus kok ya bisa main futsal, Tama udah tau belom lo jago musik? Ya laki-laki manapun bakalan bengong yang ada...," celoteh Rhea sambil memutar matanya.

"Lah lo kan juga main futsal, Rhe, sepuluhan cewek yang ada di MineCo juga main, nggak istimewa-istimewa amat ah...," ucap gue menolak analisa Rhea.

"Lo sadar juga nggak kalau lo itu satu-satunya cewek di MineCo yang nyaman pergi ke mana-mana sendiri? Bahkan nonton konser aja lo bisa sendiri. Sheil... Sheil... untung gue temenan sama lo udah dari kuliah ya... udah tau latar belakang lo gimana... jangan sering-sering looked down on yourself gitu ah, nggak baik..., you are that great, and you deserve someone who can make you be the best version of yourself, ayo main, gantian tuh Lia sama Maya udah capek..." nasehat Rhea sambil menarik gue berdiri. Aku pun kembali sibuk dengan bola dan lapangan, melupakan pikiranku sejenak.

"Itu anak-anak Site Solution bukan sih, Sheil?" tanya Rhea sambil menunjuk segerombol laki-laki yang baru memasuki Planet dengan kemeja seragam berwarna biru muda.

"Hmm... kayaknya ya...," ujarku ketika melihat  beberapa wajah yang familiar, teringat waktu Tama pamit pulang dari teman-temannya hari Sabtu lalu.

"Tapi gue nggak liat Tama sama Genta ya...," ucap Rhea lagi sambil masih memperhatikan  mereka.

"Nggak tau deh," ujarku sambil mengangkat bahu, "kemarin sih dia masih whatsapp gue...,"

"Eh gimana? Oooh sekarang whatsappan tiap hari ya, Neng?" Ups. Aku menyadari kalau aku sudah memberikan terlalu banyak informasi ke neng lambe satu ini. Aku pura-pura sibuk merapikan sepatu dan pakaianku ke dalam tas dan mengabaikan godaan Rhea.

TAMA

Pagi tadi gue dan Genta berangkat ke Berau. Yup, benar sekali, di hari Jumat yang buat kalian-kalian mungkin adalah waktu dimana libur sudah di depan mata. Yang terjadi pada kami justru perjuangan baru dimulai. Resiko kalau punya klien dari industri mining dan/atau migas, kita mau tidak mau mengikuti rooster atau jadwal kerja yang berlaku di lokasi mereka. Seperti klien kami di Berau ini, site-nya berlaku jadwal enam hari kerja dan satu hari libur. Praktis gue dan Genta masih punya dua hari untuk bekerja ditambah dengan (mudah-mudahan cukup) lima hari di minggu depan.

"Woy, Tam... bengong aja lo... mikirin cewek futsal?" tegur Genta sambil melempar bantal dari tempat tidurnya yang terletak di seberang tempat tidur gue. Iya, kalau sedang business trip begini, biasanya kami memang tidur satu kamar. Paham kan gimana orang-orang nggak mikir kami ini pasangan gay atau kembar dempet kan kalau nggak kenal? Padahal ini karena peraturan kantor demi efisiensi biaya.

"Gue bakalan nonton konser Sheila on 7 sama dia, Ta, bulan depan...," tutur gue dengan tatapan menerawang.

"Whoa... akselerasi maksimal nih, Bapak? Udah jatuh cinta banget kayaknya?"

"Sialan," rutuk gue sebelum melanjutkan cerita, "masa dia bilang, kalau nggak ada temen nonton, dia bakal nonton konser sendiri? Gila nggak sih ada cewek kayak gitu? Kan bikin gue langsung pengen nemenin," ujar gue sambil nyengir selebar-lebarnya.

"Wah, kampret, ini sih fix lo bakal jadi bucin bentar lagi...," ucap Genta lalu menghela napas, "tapi lo bener juga sih, jarang-jarang ada cewek seberani itu... lo nggak jiper, Tam? Gue sih agak ngeri-ngeri gimana gitu jadinya,"

"Lah kenapa? Wanita itu kan diciptakan buat jadi pasangan, bukan jadi bawahan atau atasan. Buat gue sih nggak masalah siapa yang lebih hebat, atau lebih berhasil, justru harusnya bangga kalau punya pasangan yang mampu berdiri sendiri tanpa kita... ya bukan apa-apa, tapi sewaktu-waktu kita sakit atau apa, kapalnya nggak goyang, Ta..., jadi laki-laki itu nggak boleh ngerasa terlalu superior...," tutur gue panjang lebar. Lah kok gue jadi kayak ceramah.

"Baik, Ustadz Narendra, terima kasih banyak kultumnya...," ucap Genta sambil tersenyum jahil. Gue mendengus pelan lalu memutar badan membelakanginya.

SHEILA

Aku masih kepikiran omongan Rhea sewaktu futsal tadi, tentang looked down on myself. Entah ya, tapi berada di tengah keluarga Wiraatmaja, membuatku merasa bahwa aku bukan siapa-siapa. Coba lihat masku, Mas Rio bekerja sebagai field engineer di salah satu perusahaan migas multinasional. Ayah mau pensiun saat ini pun, kurasa ia masih mampu membiayai kebutuhan keluarga kami dengan gajinya.

Lalu Chika, si bungsu yang luar biasa berbakat dalam seni. Tidak hanya dunia seni rupa yang membuatnya bersinar di jurusan Desain Komunikasi Visual, ia juga sering didaulat untuk menyanyi di beberapa acara penting. Tambahan lagi, seperti Mas Rio dulu di jurusannya, Chika juga adalah ketua himpunan jurusan.

Sementara aku, hanya lulusan Sarjana Psikologi yang cum laude pun tidak, hanya pernah mengikuti beberapa kepanitiaan dan tergabung dalam tim futsal kampus, dan  gagal dalam seleksi masuk Magister Profesi Klinis Anak di kampus almamaterku, yang memang kampus idamanku. Ini juga alasannya kenapa aku memilih terjun ke dunia HR, karena aku masih secinta itu pada psikologi, tapi mungkin dunia klinis tidak cocok untukku. Yah, biarlah, aku menjadi satu di antara ribuan orang yang menggeluti profesi yang cukup pasaran ini.

Jadi kurasa, aku memang bukan siapa-siapa toh? Hanya orang biasa yang mencoba menikmati hidupnya, dan sebisa mungkin bermanfaat bagi orang-orang di sekitarku. Keberadaanku rasanya nggak akan membawa perbedaan terlalu besar.

Duh, aku ngomong apa sih dari tadi? Begini deh kalau sudah sendirian di apartemen, kadang aku bermain dengan pikiranku sendiri. Memikirkan hal-hal yang kadang tidak seharusnya kupikirkan. Tama nggak terdengar kabarnya sih... eh... kok tiba-tiba jadi kepikiran Tama?






Hi, I'm back, thank you for reading my first story ❤

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang