extra part

9.3K 527 9
                                    

TAMA

Rain on Sunday morning and us cuddling in our bed, can't ask for a better day than this.
"Yang... nanya dong, waktu galau-galau mau nikah dulu, kamu kok ga mau sih ngehamilin aku padahal akunya nawarin lho...,"

Kalo gue lagi minum udah pasti bakal batuk-batuk keselek ngedenger pertanyaan istri gue barusan. Mukanya sok polos banget lagi pake ngumpet di balik selimut cuma keliatan matanya doang.

"Seriusan nanyanya itu banget? Kamu nih pengen banget kita jadi pasangan married by accident apa gimana sih? Segitu ngebetnya pengen dihamilin?" gue balik bertanya sambil menyipitkan mata.

Sheila gue tertawa terbahak-bahak, "Ya bukan gitu, Maaas, aku heran aja kucing dikasih ikan kok nolak..., atau aku nggak semenarik itu ya buat kamu?"

"Mulai deh insecure-nya... kenapa sih? Udah dinikahin juga...," ujar gue sambil mengacak rambutnya gemas, "gini ya Sheila Naladhipa permaisuriku, apa sih enaknya MBA? Udah cukup banyak cerita di luar sana tentang susahnya hamil sebelum menikah. Gimana stressful-nya mereka yang belum siap menjadi kepala keluarga atau menjadi orang tua, terus tibaa-tiba harus bertanggung jawab sama kehidupan makhluk kecil itu... toh kita udah sama-sama dewasa, dan tau hubungan ini mau dibawa ke mana, wait a little longer won't hurt..."

"Aww... kamu selalu deh dari dulu, selalu jadi yang paling bijak di hubungan ini...," puji Sheila sambil mengelus pipi gue.

"Bahkan kalau kamu waktu pacaran ngasih ijin untuk melakukan lebih dari yang seharusnya, I'll still use condoms... punya anak itu nggak main-main, Sheil... apalagi ngobrolnya sama kamu yang punya latar belakang psikologi, aku jadi lebih hati-hati untuk urusan ini..., thank you ya...," ucap gue tulus lalu mengecup pipinya.

SHEILA

"Thank you juga sayang, to keep me sane in those crazy days...," ucapku sambil memeluknya lebih erat lagi.

Akhirnya perjalanan cintaku dan Tama berakhir bahagia. Dua bulan sudah kami menjalani kehidupan sebagai suami istri, dan kurasa ini adalah keputusan terbaik yang pernah aku buat dalam hidupku. Tama yang begitu memberikan aku kebebasan untuk melakukan apa yang aku suka, membiarkanku bekerja di bidang yang menjadi minatku sejak dulu, dan juga supportif dalam urusan rumah tangga. Dua bulan yang menyenangkan buat kami. Dua bulan yang... eh tunggu... kok aku belum haid ya? Ah, tapi kan memang nggak teratur dari dulu. Capek aja mungkin aku ya.

"Hei, ngelamunin apa sih? Suaminya di sini lho...," kata-kata Tama membuyarkan lamunanku dan membuatku terkekeh pelan.

"Apa sih kamu... lagi mikir mau sarapan apa... emang kamu nggak laper?"

"Enggak, kan abis sarapan kamu...," jawabnya sambil mengedipkan mata yang membuatku refleks melemparkan bantal menutupi wajahnya.

"Udah ah, aku mau bikin sarapan dulu. Buat aku doang tapi, kamu bikin sendiri aja...," ujarku lalu beranjak dari tempat tidur dan mengenakan pakaianku.

"Jangan gitu dong, Yang... suaminya dibikinin sarapan juga yaa, permaisuriku...," aku menghentikan langkah tepat sebelum membuka pintu kamar lalu memutar mata ke arah Tama. Masih pagi udah ngegombal aja, heran.

Aku bergegas ke pantry dan melihat isi lemari es. Masih ada sepotong tuna dan telur. Aku memutuskan membuat roti isi untuk sarapan kami. Namun saat aku sedang mengocok telur, tiba-tiba saja perutku terasa mual.

TAMA

"Hoek..., hoek...,"

Gue baru saja membuka pintu kamar saat mendengar suara seperti orang muntah dari arah pantry, "Sayang...?" panggil gue setengah berlari.

Sheila membungkuk sambil berpegangan pada sisi tempat mencuci piring dengan air keran mengalir di depannya. Gue refleks menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya sambil memijit tengkuknya.

"Hey, are you okay? Kenapa kok tiba-tiba muntah?" Sheila menggeleng pelan, lalu membasuh wajahnya dengan air, "sini duduk dulu deh kamunya," gue membimbingnya ke meja makan.

Setelah Sheila duduk dengan nyaman, gue menuangkan air yang masih hangat di pemanas dan membuatkan segelas teh manis untuknya, "Diminum dulu, sayang... kita ke dokter aja yuk? Takutnya maag kamu kambuh lagi...,"

Sheila kembali menggeleng, "Nggak tau tadi pas nyium bau telur mendadak mual, Ini hari Minggu, Tam, besok aja ya..., dokternya prakteknya juga besok...," ujarnya lalu kembali menyesap teh hangat.

"Are you sure?" tanya gue sambil mengelus puncak kepalanya. Ia mengangguk lemah.

"Yaudah... aku lanjutin bikin sarapannya ya... ini udah tinggal ditumis aja kan?" tanya gue lagi ketika melihat bahan-bahan yang tertata di pantry.

***

Setelah bersusah payah menghabiskan sarapan, gue membereskan peralatan makan kami sementara Sheila merebahkan dirinya di sofa. Sejujurnya gue mulai khawatir karena dia terlihat pucat.

Baru saja gue beranjak mau menyusulnya ke ruang tengah, Sheila sudah berlari kembali ke pantry dan memuntahkan apa yang baru saja dimakannya.

"Sayang, nurut aku ya, kita ke IGD aja, kamunya lemes banget gini...,"

SHEILA

Entah ada apa dengan tubuhku hari ini. Sejak menyiapkan sarapan tadi pagi, perutku mual sekali. Sekarang pun jadi agak pusing. Aku sudah tidak punya tenaga untuk berdebat saat Tama memutuskan untuk membawaku ke IGD. Maka di sinilah aku, di ruang tunggu IGD menunggu dokter jaga yang akan memeriksa keadaanku.

Tama berkali-kali memastikan apakah aku membutuhkan sesuatu selama menunggu ini. Tidak lama kemudian ponselnya berdering.

"Assalamualaikum, Bu...," jawab Tama sambil menatap layar ponselnya. Rupanya video call dari Ibu.

"Waalaikumsalam, Le, eh kamu lagi di mana ini?" tanya Ibu yang sepertinya sadar dengan suara ramai di sekeliling anaknya.

"Lagi di IGD, Bu...," jawab Tama dengan tetap tenang.

"Ealah, siapa yang sakit?! Kenapa?" tanya Ibu terdengar panik di sana. Sementara itu perawat IGD dari kejauhan mengangguk ke arahku dan memintaku masuk ke ruang rawat.

"Sheila muntah-muntah dari pagi, Bu, masuk angin kayaknya. Sebentar Tama masuk dulu ya, Bu, nanti Tama kabarin lagi kalau sudah selesai. Assalamualaikum," ujar Tama sambil mengakhiri panggilan dan membimbingku ke dalam.

***

"Mbak Sheila terakhir kali haid kapan?"

Aku tertegun mendengar pertanyaan dokter jaga. Memang sudah lama. Apa ketakutanku tadi pagi...

"Ini udah telat dua minggu sih, Dok...," jawabku.

Dokter jaga hanya tersenyum, "Udah sempet test pack?"

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang