32-HARI 1 DARI 7

4.3K 382 59
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT

Happy Reading yah!!

*** 

"Sudahlah! Tuhan mematahkan hatimu bukan tanpa rencana. Jika tidak menjadi miliknya adalah takdir. Maka kau harus ikhlas untuk tersingkir."

***

Sesuatu yang menurut orang lain sepele tapi bukan sesepele itu, kata lainnya sesederhana itu menurut Dom maupun Fanya sendiri. Mungkin termasuk Lalisa dan Felix yang masih memegang peran dalam kisah mereka.

Jatuh cinta di usia muda. Cinta memang tidak pandang umur.

Sakit hati di saat yang tidak diinginkan. Sakit hati memang tidak pandang situasi.

Bahkan mengikhlaskan diharus yang seharusnya belum bisa diharuskan.

Melupakan bisa saja tidak harus tapi mengikhlaskan itu yang terpenting. Seberapa dalam hatimu jatuh terluka. Ikhlaskan! Maka ikhlasmulah yang akan menjadi penawarnya.

Perlahan sambil mengerjab-erjabkan matanya. Fanya berusaha menyesuaikan retina matanya pada cahaya lampu di atasnya.

Ia melirik ke samping. Ada siluet tubuh manusia yang duduk di sampingnya. Seorang lelaki yang dia kenali menatapnya, menunggu Fanya menghilangkan kabut di matanya.

"Udah bangun?" Tanya cowok itu. Fanya bisa merasakan tangannya digenggam sangat erat.

"A--aku dimana?"

"Rumah sakit. Lo pingsan setelah berhasil keluar dari lab yang terbakar tadi."

"Terbakar?" Bingung Fanya. Wajahnya terlihat linglung seperti orang kebingungan.

Cowok itu pun ikut mengeryit. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka mengejutkan mereka yang sedang diam sama-sama bingung.

"Fanya! Udah berapa kali gue nyuruh lo buat jaga diri?!"

"Ternyata lo emang bodoh, yah?!"

"Apapun yang lo lakuin selalu buat orang susah." 

"Jaga ucapan lo, bang! Kak Fanya lagi sakit." Pangeran menyambar tidak terima. Kali ini dia berani tanpa pikir panjang untuk melawan dan menatap Felix dengan tajam tapi naas Felix tidak peduli.

Cowok itu mendekati ranjang Fanya dan menghela napas sampai di sana. Dia tampak memijit keningnya sambil bernapas lega.

Fanya cuma diam. 

"Ngapain kamu di sini?" Tanya Fanya tanpa melirik Felix. Dingin dan terdengar tidak senang.

"Ngapain lagi menurut lo?!" Balas Felix dengan cepat.

"Bodoh." Tambahnya dengan nada yang lebih pelan.

"Iya, kalo aku bodoh emang kenapa? Apa urusannya sama kamu?"

"Banyak urusannya. Cuma gue yang bisa bilang lo bodoh. Lo gausah ikut-ikutan." Ucapnya ambigu. Felix duduk perlahan di samping cewek itu. Menarik lembut tangannya dan disandarkan ke keningnya sendiri. Felix cuma diam dan menunduk.

Sedangkan Pangeran? Ini bukan lagi pemandangan yang aneh baginya ketika Felix marah-marah lalu diam sambil menggenggam tangan Fanya dan setelah itu dia akan berbicara sangat-sangat lembut. 

Disitulah wajah yang sebenarnya kalau dia khawatir dan takut akan terlihat dengan jelas.

Bahkan saat Pangeran jatuh dari motornya dan kakinya patah, Felix cuma diam mengintip dari balik pintu rumah sakit atau bahkan sibuk dengan video game di kamarnya saat orang tuanya kesusahan membantu Pangeran untuk bisa berjalan lagi.

KLAN DESTIN [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang