Kini, anak-anak Vhigor, Liona, Meisya, Affa, Karlina, Dini dan Feri tengah duduk di kursi tunggu rumah sakit. Mereka menunggu kabar dari dokter yang menangani Paula di dalam.
Setelah menunggu lama, akhirnya pintu ruangan tersebut terbuka. Nampaklah seorang dokter yang selalu menangani Paula di ambang pintu ruangan tersebut.
Semua orang yang ada disana berdiri sempurna dengan rasa khawatir yang ada di pikiran mereka.
“Dengan keluarga Paula?”
“Saya orangtuanya, dok.” ujar Dini seraya memegangi kuku-kuku jarinya dengan raut wajah yang terlihat khawatir bukan main dengan kondisi anaknya. Feri pun ada disamping Dini. Pria itu mencoba menenangkan sang istri, agar tidak terlalu panik. Karena ia yakin bahwa Paula akan baik-baik saja.
“Gimana keadaan anak saya dok?” tanya Feri yang masih mengusap-usap punggung Dini yang tengah cemas itu.
“Tekanan darah Paula tinggi, tolong, jangan membuat kondisi dimana Paula kesal, marah-marah dan sebagainya. Itu akan memicu tekanan darahnya menjadi tinggi. Maka dari itu, Paula bisa pingsan.” ucap sang dokter.
“Tingkat emosionalnya belum bisa stabil. Diri Paula sendiri belum bisa mengontrolnya, maka dari itu kita sebagai orang terdekatnya harus menyeimbanginya.”
“Baik dok, terima kasih. Apa kami boleh masuk?”
“Boleh. Saya permisi.”
Melihat Paula dipakaian alat-alat kesehatan yang tentunya hanya sebagai penunjang, membuat hati Raga goyah. Cowok itu menatap pilu pada Paula. Sahabat kecilnya. Teman bertengkarnya. Teman yang selalu menemaninya dahulu. Kini terbaring lemah diatas brankar diselimuti penyakit yang mematikan.
“Cepet sembuh, Pau.” ucap Raga seraya memegang tangan Paula sekilas.
“Thanks udah mau nganter. Kalo kalian mau pulang, pulang aja.” kata Raga.
🌸🌸
Ketika mendapat panggilan dari Alira bahwa Wina jatuh pingsan, Meisya segera pulang kerumah untuk mengetahui kondisi sang nenek.
“Kok bisa pingsan, Tan?” tanya Meisya kepada Alira.
“Tante juga gak tau Sya, nenek tadi teriak-teriak minta tolong gitu. Tante samperin, Tante kaget nenek pingsan dikamarnya.” ujar Alira.
“Mungkin nenek kecapean kali ya Tan,” ujar Meisya. “Ya ampun nek.. Cepet sembuh ya nek.. Maaf Meisya gak bisa jaga nenek.. Tadi Caca pensi disekolah..” ucap Meisya seraya menggenggam tangan Wina.
“Kamu ganti baju dulu, abis dari rumah sakit ya?” tanya Alira kepada Meisya.
“Iya Tan. Temen Meisya sakit.” ucap Meisya dan gadis itu pun pergi ke kamarnya untuk segera berganti pakaian. Jujur, Meisya sangat terkejut ketika mendengar Wina jatuh tadi. Sampai ia meninggalkan ruangan Paula tanpa pamit.
Raga tidak mengejarnya. Tetapi saat itu Meisya tak peduli dengan siapapun yang ada disana. Ia ingin segera menemui sang nenek.
Meisya memberikan obat kepada neneknya. Alira tak berhenti-henti memijat kaki sang Ibu.
“Cepet sembuh ya nek, Meisya sayang nenek...” ucap Meisya seraya nemeluk Wina dari samping. Wina hanya tersenyum, lalu mengusap rambut sang cucu.
“Kak Caca! Itu ada orang diluar!” seru Zura. Meisya menoleh, “Siapa Ce?” tanya Meisya.
Zura menggidikkan bahunya, “Cece gak tau.”
Meisya pun keluar rumah. Ia melihat tidak ada siapa-siapa. Ia pun menoleh ke arah Zura, “Mana, gak ada tuh. Cece bohong ya sama Ante?”
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [completed]
Teen FictionRaga Samudera. Cowok berparas tampan yang mampu membuat semua kaum wanita memekik yang hanya melihat senyumannya. Jika menjadi Raga, siapakah yang kalian pilih? kekasih, atau sahabat? Selalu dinomorduakan adalah hal yang biasa untuk gadis cantik yan...