Diruangan yang sepi ini, hanya terdengar suara bunyi jarum jam yang bergerak. Aroma khas lavender menyeruak di indera penciuman gadis cantik berambut cokelat ini. Gadis itu menghela nafasnya panjang ketika suara pintu digeser terdengar.
“Caca gak mood makan, Tan.” ujar gadis itu seraya menyelipkan beberapa anak rambut kebelakang telinganya. Sweater mocca membalut tubuh mungilnya, serta celana pendek berwarna putih, rambut yang dibiarkan tergerai. Gadis itu duduk diatas kursi meja belajarnya, menekuk lututnya lalu memeluknya.
“Sedikit aja, ya? Seenggaknya perut kamu ke isi sayang,” ucap Alira seraya mengusap rambut Meisya.
“Nanti.”
Alira menghela nafasnya sejenak, lalu sedikit membungkuk. “Ca.. Tante tau kamu lagi banyaak masalah sama Raga. Dan Tante tau, apa yang kamu rasakan. Disaat kamu diolok dan disinggung soal orang tua, kamu harus sabar. Tante tau sabar ada batasnya, tapi ingat pesan Tante kalau kamu lebih baik untuk mundur daripada harus menunggu kapan tiba waktunya batas kesabaranmu itu habis.”
“Ayolah, bersikap seperti layaknya dewasa. Kalau lelah kamu berhenti, kalau kamu menjunjung tinggi kata 'aku sayang sama Raga' ya bertahan, dengan berbagai resiko.”
“Hati dan otak kamu harus seimbang.”
“Dan jangan sampai kamu gak makan begini, Tante jadi kepikiran Ca..” ucap Alira. “Tante gak mau ya kamu jadi kurus cuma gara-gara mikirin masalah ini.”
“Iya Tan, Meisya minta maaf ya..” ucap Meisya. “Yaudah sini, aku makan.”
Meisya pun memakan makanan yang dibawakan oleh Alira tadi, gadis itu makan dengan lahap membuat Alira tersenyum senang.
🌸🌸
“Gak, Ga! Gue gak mau! Pokoknya gue gak mau minta maaf sama Meisya. Apa-apaan, emangnya gue salah?!”
“Tap—”
“Gue bilang gak ya gak! Lo tuh bisa gak sih——Arghh!” Paula memegangi kepalanya yang tiba-tiba sakit, tangan satunya ia gunakan untuk memegangi dadanya yang terasa sesak. Oksigen untuknya seakan-akan lenyap begitu saja, pandangannya mengabur, dan tak lama kemudian gadis itu pingsan.
Raga segera membawanya ke dalam kamar gadis itu, wajahnya terlihat sangat pucat. Keningnya dipenuhi oleh keringat, Dini dan Feri sangat khawatir dengan keadaan anak tunggalnya itu. Dini pun menelefon dokter pribadi Paula untuk datang kerumah. Setelah mendapat konfirmasi dari dokter tersebut, akhirnya Dini dan Feri pun masuk kedalam kamar Paula.
“Ga, Tante titip Paula. Tante mau jemput dokter Lia kerumah.” ucap Dini.
Raga mengangguk, “Iya Tan.”
Feri mendekati Raga, menepuk bahu cowok itu setelah melihat Dini sudah pergi dari hadapan mereka. “Kamu masih pacaran sama Meisya?” tanya Feri kepada Raga, jelas membuat Raga sedikit terkejut.
“Masih, Om.”
“Apa dia gak keberatan kamu selalu ada untuk Paula?”
Raga menghela nafas panjang, “Yang Raga liat, kayaknya Meisya keberatan. Cuma, mau gimana Om. Meisya terlanjur ngerti sama keadaan Raga saat ini yang lagi jaga Paula biar kejadian dulu gak keulang lagi.” kata Raga.
“Kamu lelaki, harus punya prinsip. Om harap kamu bisa mengatasi situasi seperti ini, dan Om harap kamu melakukan yang terbaik untuk kamu, Paula, dan Meisya.” ucap Feri. Raga mengangguk kecil, “Jangan gegabah mengambil keputusan.”
“Iya Om.”
“Jangan iya-iya aja, kamu punya dua tanggung jawab yang harus kamu jaga.”
Setelah Paula selesai diperiksa, gadis itu tertidur tenang akibat obat bius yang diberikan oleh dokter Lia. Dokter Lia yakin, setelah situasi seperti ini pasti Paula akan kembali mengamuk. Entah apa yang disebabkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/209031746-288-k169767.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [completed]
Teen FictionRaga Samudera. Cowok berparas tampan yang mampu membuat semua kaum wanita memekik yang hanya melihat senyumannya. Jika menjadi Raga, siapakah yang kalian pilih? kekasih, atau sahabat? Selalu dinomorduakan adalah hal yang biasa untuk gadis cantik yan...