RAGA | 47

474K 31.7K 9.4K
                                    

Pagi hari ini, Meisya dan Affa berangkat ke rumah sakit untuk check up keadaan Meisya. Kemarin gagal untuk kerumah sakit, karena Meisya butuh istirahat dan Affa pun tidak tega karena sahabatnya itu terlihat sangat lemas.

Saat ingin membuka pintu mobil, Affa memanggilnya dari dalam rumah menuju garasi. "Kenapa?" tanya Meisya.

"Flower." ucap Affa.

"Dari?"

"Biasa, Raga. Dia gak sempet ke-"

"-Buang aja." Brak. Meisya langsung masuk kedalam mobil. Affa hanya menghela nafasnya sejenak, "Hm okey.." Lalu merekapun pergi kerumah sakit.

"Siap?" wajah Meisya tidak berseri seperti hari-hari kemarin, ia hanya tersenyum pasrah lalu mengangguk.

"Permisi dok.."

Dokter Andi tersenyum melihat Meisya dan Affa diambang pintu. "Masuk."

"Kenapa kemarin gak kesini, gadis nakal?" tanya dokter Andi.

"Lemes dok, gak kuat saya buat jalan." ucap Meisya jujur.

Dokter Andi hanya menggelengkan kepalanya, "Kenapa gak bilang? kan bisa aja saya yang ke apartement kamu bareng suster Fina."

Meisya menggeleng, "Gak perlu repot-repot dok, lagi pula kan saya udah kesini hari ini." ucap Meisya.

"Apa si yang engga untuk kamu Sya. Pasien itu prioritas saya. Apalagi, kamu pasien pribadi saya." ujar dokter Andi lalu ia terkekeh.

"Dok, masa saya udah capek bolak-balik kesini terus. Emang, saya gak akan bisa sembuh dok?" keluh Meisya pada dokter Andi.

"Bukan gitu Meisya. Psikis kamu terganggu, yang artinya kamu akan sangat amat emosional jika mengigat bahkan mengalami ulang kejadian yang membuat kamu seperti ini. Maka dari itu, saya disini untuk membantu kamu." ucap dokter Andi.

"Ya ya yaa.." jawab Meisya malas.

Setelah selesai, Meisya menghela nafasnya panjang. Ternyata terapi ini sangatlah sulit, bahkan ia hampir lepas kendali tadi.

"Makasih dokter Andi.." ucap Meisya seraya tersenyum.

"Sama-sama. Kenapa kamu murung?" tanya dokter Andi. Mereka kini tengah berdua, Affa tengah mengurus administrasi.

"Saya kangen dok, sama Mama, Papa dan Nenek. Saya mau ketemu mereka.." jawab Meisya ngelantur, membuat dokter Andi menggelengkan kepalanya.

"Ziarahlah Sya, jangan bicara yang membuat kamu terkesan seperti menyerah." ucap dokter Andi.

"Ya, saya emang menyerah dok. Saya gak tau lagi harus ngapain setelah ini. Saya gak tau arah, saya kehilangan arah dok. Mungkin dokter dengernya lebay, tapi saya bener buntu dok, saya gak tau har-"

"Kamu harus kuliah, bahkan kamu sekarang lagi belajar megang perusahaan Tantemu."

"Banyak hal yang harus kamu raih Meisya. Mungkin aja kamu sekarang ngerasa kamu gak bisa apa-apa tap-"

"Tapi itu memang kenyataannya dok. Saya gak bisa apa-apa."

Affa yang mendengar itu langsung berhenti di ambang pintu. Ia mendengarnya begitu perih. Lalu ia pun masuk kedalam ruangan yang didalamnya ada Meisya dan dokter Andi.

Semenjak operasi mata, Meisya selalu saja murung. Affa yang melihat sahabatnya seperti itu pun tidak tega melihatnya. Ia mencoba berbagai cara agar Meisya tidak larut pada pikirannya itu. Affa mengajak Meisya untuk kuliah bersama, dan sepertinya Affa berhasil karena semenjak kuliah Meisya selalu fokus pada tugasnya, dan lagi Alira menyuruhnya untuk menghandle perusahaannya. Ya begitulah, Meisya menjadi sibuk.

RAGA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang