RAGA | 50 [END]

748K 37.5K 15.3K
                                    

Meisya baru saja keluar dari rumah Raga, ia keluar bersama Viga dan Sesil. “Alhamdulillah kak, masalah restu beres. Sekarang tinggal lo pikirin acara tunangan lo.” ujar Meisya senang.

Sesil menggenggam tangan Meisya kuat, “Lo emang sahabat gue yang paling baik! Makasih banyak ya Sya udah banyak bantu gue dan Viga.” ucap Sesil.

“Yang ada gue yang makasih sama lo berdua, lo berdua banyak bantu gue.” ujar Meisya tersenyum sendu.

“Oh iya setelah ini lo mau kemana?” tanya Sesil.

“Pulang. Gak ada kerjaan lagi.” jawab Meisya seraya terkekeh.

“Gak mau ikut kita nih?” tawar Viga kepada Meisya. Meisya menggeleng, “Gak deh. Biar waktu lo berdua banyak hehe..”

“Ya udah lo gue pesenin taksi aja ya?”

Meisya menggeleng kuat. “Gak usah gak usah. Gue nanti bisa pesen sendiri kok. Kalian berangkat aja nanti telat janjiannya.” ucap Meisya.

“Yaudah ya kita duluan, bye!”

“Lo hati-hati ya Sya.” ujar Viga.

“Oke!”

Meisya pun berjalan sedikit ke depan komplek untuk menunggu taksi yang lewat. Ia tak membawa mobil karena tadi ia berangkat bersama Viga dan Sesil. Mengapa ketika pulang tidak bersama? Meisya tidak mau merepotkan Viga lebih banyak lagi. Apalagi Viga dan Sesil sudah ada janji.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat disamping Meisya, gadis itu hanya diam menatap mobil tersebut. Tak lama, seorang cowok turun dari mobil tersebut.

“Raga?” gumam Meisya.

“Kenapa disini Sya? Sendirian pula.” tanya Raga.

“Abis dari rumah lo, lo sendiri ngapain?” tanya Meisya kepada Raga.

“Baru aja pulang dari rumah Iqbal, mau pulang?” tanya Raga dan Meisya pun mengangguk.

“Mau dianter?” tawar Raga membuat Meisya sedikit bingung. Sekitar dua menit ia berpikir, akhirnya pun ia mengangguk menyetujui tawaran Raga.

Meisya pun masuk ke dalam mobil Raga dan Raga segera melajukan mobilnya. “Lo gak kerja?” tanya Meisya.

“Abis nganter lo gue ke kantor.”

Meisya manggut-manggut mengerti.

“Eh—Apa tadi?”

“Abis nganter lo baru gue ke kantor.”

“Lo gak telat?” tanya Meisya panik. Ia merasa tidak enak kepada Raga.

“Gak, gue bos disana.”

“Ga, maaf gue gak tau—”

“—Santai aja kali Sya.” potong Raga seraya terkekeh.

“Tapi gue gak enak sama lo, Raga.”

“Tenang aja kali Sya, gue aja nyantai.”

“Bener?”

“Iya, Meisya.” Inilah yang ia rindukan, kebersamaan dengan Raga.

“Lo tau gak?” tanya Raga. Meisya pun hanya menggeleng.

“Faktanya, kita gak bisa nafas kalau lagi senyum.” ucap Raga membuat Meisya bingung.

“Coba aja.” kata Raga.

Meisya pun tersenyum, lalu bernafas. “Bisa.”

“Bercanda. Gue cuma mau liat lo senyum hari ini.”

RAGA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang