5. Janji dan temannya

2.4K 125 6
                                    


Happy reading...

5. Janji dan temannya

"Ka, tumben gak muncul dari jendela kamar aku?" Eca duduk memeluk bantal, sebelah tangannya memegang ponsel melakukan video call.

Saka tertawa merdu, "jadi maksud kamu ... kamu kangen sama aku? Hmm?"

"Gak usah kepedean deh. Aku cuma nanya ya?" Eca menjulurkan lidah mengejek.

"Ya, ya, ya, iyain aja dari pada diamuk Eca."

"Ishh! Nyebelin banget sih." Gadis berambut pirang mengacungkan tinju ke arah kamera ponsel. Membuat cowok di layar ponselnya lagi-lagi tertawa.

"Hmm, i love you too." Saka menyahut dengan wajah tampannya yang dipaksakan polos.

Eca mendengkus, memilih untuk tidak mendebat lagi. "Salah satu novel best seller kesukaan aku mau difilmkan,"

"Hmm? Terus?"

"Aku mau nonton."

"Kapan?"

"Sabtu. Kamu nemenin aku kan?" tanya Eca penuh harap.

Saka tersenyum menenangkan, tangannya sedari tadi 'tak mau berhenti memainkan bibirnya, Eca jadi berpikir yang macam-macam. "aku pasti temenin."

Eca mengacungkan jari kelingkingnya, "janji?"

Saka ikut mengangkat jari kelingkingnya, "janji."

Tersenyum senang, gadis berambut pirang tampak berbinar-binar.

"Eh, momy udah pulang. Aku tutup ya telponnya?"

Eca lantas melambaikan tangannya. "Salam ke camer." Gadis itu nyengir lebar. "Babay."

Saka tertawa renyah. "Makasih ya udah nemenin VC, see you."

"See you too."

Panggilan berakhir.

"Arhhhh!" Eca menjerit kesenangan, menantikan moment nonton berdua bersama Saka. Sudah lama sekali mereka tidak jalan berdua karena kesibukan masing-masing.

"Non, makan malamnya sudah siap, tuan dan nyonya juga sudah menunggu." Seorang maid berdiri sopan di ambang pintu, membuyarkan lamunan Eca.

"Iya, lima menit lagi aku turun," kata Eca sembari melepas kacamatanya. Saking terbiasanya, Eca sampai lupa melepas kacamata itu.

***

Yaah, awalnya Eca sangat menggebu-gebu, tapi nyatanya sabtu ini Eca berdiri seorang diri di tengah hingar bingar mall. Menggenggam tiket nonton dengan irisnya yang meredup.

Saka tidak datang.

Cowok itu tidak menepati janjinya.

Sakit? Tentu saja.

Kecewa? 'Tak usah ditanya lagi.

Eca benar-benar 'tak habis pikir, bagaimana mungkin cowok sebucin Saka bisa mengingkari janjinya sendiri.

Sadisnya, cowok tampan itu bahkan 'tak dapat dihubungi sama sekali.

"Mati-lo-Ka," gumam Eca berapi-api.

Dengan rok jeans rawis selutut berwarna peach, kaos lengan pendek berwarna putih yang dibalut jaket jeans berwarna biru muda dan dilengkapi sepatu ket putih, Eca berjalan menghentak lantai menuju salah satu kursi untuk menunggu jam tayang film yang akan ditontonnya.

Rambut kepang duanya terhempas keras seiring dengan hentakkan kakinya.

Kesal. Kesal. Kesal.

"Huhh! Nyebelin!" teriak Eca menarik perhatian beberapa pengunjung.

Tapi gadis itu justru melotot galak membuat orang-orang yang menatapnya melengos.

Dua ikatan di rambut pirangnya ditarik paksa, membuat rambut pirang itu tergerai bergelombang.

Bermodalkan jari, Eca kembali menata rambut panjangnya menjadi tergerai indah mencapai pinggang.

Kacamata besar yang membingkai matanya ia lempar asal membuat sedikit kegaduhan. 'Tak sampai di situ, Eca juga melepas softlens cokelat yang menutup iris aslinya membuat semua orang yang memperhatikannya terpana.

Dan ....

Dalam hitungan detik, satu per satu pengunjung mall yang merupakan laki-laki menghampiri Eca__mengajak berkenalan.

***

"Jangan sentuh cewek gue!"

Cowok dengan kaus hitam yang nyaris menyentuh rambut Eca kembali menarik tangannya.

"Lo siapa?"

"Gue, Saka, pacarnya Eca," kata Saka penuh emosi.

Eca hanya memutar bola mata malas, bersidekap, menonton adegan tidak penting di depannya.

"Eca? Maksud lo apa? Lo mabuk ya?" kata cowok berkaus hitam 'tak kalah emosi, keningnya berkerut seperti kebingungan.

Saka ikut mengerutkan keningnya, belum mengerti akan alur yang tengah terjadi.

Si kaus hitam maju selangkah, sedikit menyerong untuk menoleh ke arah Eca. Dia menunjuk Eca dengan telunjuknya, "cewek itu bukan-Mmptt!"

Saka sudah lebih dulu melompat dan membekap mulut cowok itu sebelum si cowok menyelesaikan ucapannya.

"Gak usah lo ributin! Pergi!"

Setelahnya Saka menyeret Eca pergi, meninggalkan cowok berkaus hitam dengan segala kebingungannya.

"Kamu ngapain sih sama cowok itu?" Jeda tiga detik. "Kegantengan aku mulai luntur makanya kamu ngelirik cowok lain? Ah, mana mungkin. Ganteng aku kan permanen." Saka mulai narsis.

Berhenti di tempat yang lebih sepi, Saka langsung mengomel seperti ibu-ibu gak menang arisan.

"Ini juga, ngapain siang-siang pake baju sefeminim ini? Jangan terlalu cantik di depan banyak orang dong, Ca."

Bukannya menjawab Eca justru mengangkat kakinya menendang kaki Saka.

Saka segera melompat, menurunkan rok Eca yang tersingkap. Mengabaikan nyeri di kakinya akibat serangan cewek itu. "CA-!" teriak Saka histeris. Eca tersenyum sinis.

"Ayok minta maaf."

"Ca, aku-"

"Ayok minta maaf!" Eca kali ini melotot galak.

"Dengerin aku du-"

"Ayok-minta-maaf-sekarang!" kata Eca penuh penekanan.

"Maaf," Saka menunduk lesu, "aku gak maksud buat ingkar janji."

"Hp kamu kenapa gak bisa dihubungi?"

"Maaf, Ca."

"Apa alasan kamu?" tanya Eca lagi.

Saka menatap lemah ke arah Eca. "Maaf, aku gak bisa kasih tahu alasannya."

"BERENTI MINTA MAAF!" teriak Eca di depan wajah Saka. Apa-apaan cowok itu? Melanggar janji dan 'tak bisa memberi alasan yang pasti, seolah yang dilakukannya bukanlah sebuah kesalahan. Terus-menerus mengucap 'maaf' membuat Eca muak.

Saka termangu.

Padahal tadi Eca yang memaksanya meminta maaf.

Hmmm ....

Cewek selalu benar.

Jika cewek salah, kembali ke opsi pertama.

_Tbc_

Banjirin komentar dong, sepi bet kek kuburan.

Btw, saya ganti judul loh... muehehe

See you❤

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang