45. Debur ombak

1K 54 7
                                    


45. Debur ombak

Pemikiran itu terlalu menganggu, Eca yakin ada sesuatu yang dirinya tidak tahu. Tapi apa?

Padahal sejauh ini baik-baik saja. Hatinya pun mulai berangsur pulih di setiap menitnya. Tapi ....

"Kak, ngapain bengong-bengong kayak gembelan kolong jembatan?"

Mendengar suara itu Eca mendelik tajam, merasa terganggu akan kehadiran bocah itu. Siapa lagi kalau bukan Keiva? Dasar adik durjana!

"Pergi gak lo? Gue lagi gak pengen diganggu!"

"Idiiiii, judes banget sih."

Lagi, Eca memberi tatapan tajam membuat sang adik justru cungar-cengir kesenangan.

Eca beranjak bangun dari posisi tengkurapnya di karpet berbulu, lalu menghampiri Keiva. Keiva mencoba kabur dengan kekehan geli yang berkumandang, namun kali ini Eca tidak berniat melepaskan sang adik begitu saja.

Kakak beradik itu saling kejar-kejaran, tidak ingat umur mereka sudah bukan anak-anak lagi.

"Keiva!"

"HAHAHA, Ayok kejar aku. Guk! Guk!" ejek Keiva bersemangat.

"Salhabilla, Keiva ...."

Nyaris saja Eca berhasil menubruk adiknya namun suara yang mengintrupsi membuat gadis pirang itu menghentikan aksinya.

"Mama,"

Wanita yang dipanggil mama geleng-geleng kepala, masih tidak percaya memiliki dua puteri yang sama pecicilannya.

"Maksudnya apa main kejar-kejaran di dalam rumah, hm?"

"Hehehe," Eca dan Keiva kompak menunjukkan cengiran lebar.

"Maaf, Ma," ucap mereka bersamaan.

"Keiva, belajar sana."

"Iya, Ma."

"Eca ada yang nunggu kamu di teras, sana samperin."

"Siapa, Ma?"

"Kamu lihat sendiri aja, Mama mau pergi arisan. Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam ...." jawab Eca dengan kerutan di dahinya.

Kini kaki jenjangnya berderap 'tak sabaran menuju teras. Hendak melihat langsung orang yang disebut-sebut sang mama.

"Ken," panggil Eca saat melihat cowok berjaket hitam berdiri memunggunginya.

Ken berbalik, menyungging manis menyapa Eca. "Hai,"

"Ada apa?"

"Ada gue," jawabnya.

Eca mendengkus. Cowok itu melangkah mempertipis jarak, meraih tangan Eca kemudian menggenggamnya.

"Jalan yuk?"

"Kalau pun gue nolak lo bakal tetep maksa kan?" ujar Eca sebal.

"Ya iyalah!" jawab Ken bersemangat. Tangan Eca sangat gatal ingin membenturkan kepala cowok itu. Tingkat menyebalkannya semakin hari semakin kronis saja.

Pada akhirnya mereka berdua terduduk santai di dalam mobil. Ken menyodorkan beberapa camilan pada Eca setelah mobilnya mulai melaju menyusuri jalan.

"Kali ini perjalanan kita cukup jauh, makanya gue sediain camilan buat lo," jelas Ken saat gadis di sebelahnya memasang raut bingung.

"Lo gak lagi nyulik gue kan?" tanya Eca skeptis. Ken tertawa.

"Lo mau gue culik?"

"Najis!"

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang