11. Penyelidikan

1.6K 94 1
                                    


11. Penyelidikan

Kelas yang biasanya riuh kini berubah senyap karena wakasek sarana dan prasarana menggantikan seorang guru Sejarah yang tidak hadir untuk mengajar di kelas Eca.

Wakasek sapras itu dengan santainya memberi tugas yang sangat banyak untuk siswa-siswinya yang sama sekali 'tak pernah mengikuti mata pelajaran bu Yuni dengan baik, memaksa mereka semua untuk kerja rodi. Tidak ada yang berani memprotes atau pun mengeluh secara terang-terangan karena bapak wakil kepala sekolah yang terkenal garang dan otoriter.

Biasanya wakasek yang satu ini hanya akan mengajar Matematika dijurusan sebelah. Namun entah terlalu banyak dosa atau memang sedang terkena sial, kelas Eca mendapat kesempatan 'exclusive' diajar sejarah oleh beliau.

"Yang sudah selesai silahkan dikumpulkan dan silahkan istirahat."

Seisi kelas kompak mengangkat wajah mereka dari buku tebal berisikan soal-soal seputar masa lalu dengan rahang terkantup rapat.

Kumpulin pale lo gundul!

Begitulah kira-kira sumpah serapah yang terpancar jelas dari tatapan kelas malang ini.

Sudah dipastikan manusia-manusia berotak tumpul di kelas ini tidak akan mendapat jatah istirahat.

Dahi Eca membentuk kerutan-kerutan dalam, rasanya ia ingin menangis saja. Mata pelajaran yang paling Eca benci setengah mati setelah Matematika adalah Sejarah. Dan tiga puluh soal dalam waktu dua puluh lima menit benar-benar bencana yang mengguncang dunia.

Eca menatap lurus ke arah Sheila yang duduk di bangku di depannya. Beberapa kali cewek itu mengacak rambutnya frusrasi, menyebabkan rambut lembut terawat itu berantakan. Eca menggeleng, sudah dipastikan temannya yang satu itu tidak bisa membantu. Kali ini Eca menolehkan wajahnya ke samping kiri, di sebelahnya Hafizah pun 'tak kalah kacaunya, kerudung abu-abu yang sudah mensong sana-sini, wajah suntuk dan beberapa helai rambut yang mencuat keluar dari jilbab.

Aaargghhh!

Kalau begini caranya bagaimana Eca bisa menyelesaikan soal masa lalu ini dengan benar?

Yaaa, biar saja Eca ingin menyebut mata pelajaran itu pelajaran masa lalu atau kenangan dan semacamnya. Memangnya siapa yang peduli?

"Bodo amat, ahh lier!" Eca mulai snewen, berteriak tertahan, mencoret asal pilihan ganda yang dianggapnya paling benar.

***

"Ca, kamu kenapa?" Sedari tadi Eca hanya mengaduk makanannya tanpa minat, helaan napas penuh beban juga cukup membuat Hafizah dan Sheila gatal untuk bertanya.

"Iya Ca, lo kenapa sih? Wajah cupu lo kenapa keliatan menderita begitu?"

Eca tidak mengindahkan hinaan sahabat dungunya yang satu itu, justru Hafizah yang menegur Sheila__mengingatkan.

"Shey!"

"Lama gue mikir ...." Eca membuka suara. Sheila dan Hafizah kompak memfokuskan atensi pada si cewek berkacamata. "Kayaknya ini emang bukan cuma perasaan gue aja,"

"Maksud lo?" Sheila memotong 'tak sabaran.

Eca menatap Sheila lempeng. "Ada hal yang Saka tutupin dari gue."

Hening.

Decitan kursi dan lantai membuat Sheila dan Hafizah kembali memfokuskan atensi pada Eca. Sementara Eca berdiri bak manekin dengan kedua tangannya yang mencengkeram kuat tepi meja.

"Gue mau bolos." Mungkin Eca sudah tidak waras. "Kalo Saka nyariin gue, bilang aja gak tahu atau gimana---whateverlah!" Kali ini si cewek berkacamata menatap dua temannya bergantian, mengacungkan telunjuknya skeptis. "Ampe Saka tahu gue bolos sekolah dan nemuin gue," Eca memasang wajah paling serius membuat dua temannya lupa berkedip. "Gak usah jadi temen gue lagi."

Eca berlalu pergi meninggalkan Sheila dan Hafizah yang masih terpaku di tempatnya__memasang wajah pilon. Si gadis berkacamata bahkan 'tak sadar telah menggunakan gue-elo di depan Hafizah.

"Shey, Eca kenapa sih?"

"Gak usah lo pikirin, mending makan. Kita butuh banyak energi buat ngadepin Saka."

Hafizah mengangguk setuju. Masih dengan tampang bingung gadis itu melahap makanannya.

***

Eca memanjat dinding sekolahnya dengan mudah, setelah sebelumnya melempar tas sekolahnya terlebih dahulu.

"Ahh, iya. Gue lupa matiin handphone." Eca menepuk jidatnya, menonaktifkan ponselnya agar Saka tidak bisa melacak keberadaannya.

Setelahnya gadis itu melangkah cepat ke bagian utara gedung sekolahnya. Mengintip susah payah ke kelas Saka, memastikan keberadaan cowok itu.

"Hmm, bagus dia masuk kelas. Gue gak perlu repot-repot nyari dia di tempat lain," gumam Eca puas. Selanjutnya gadis itu mencari tempat nyaman untuk bersembunyi sembari mengawasi Saka yang tengah duduk anteng di dalam kelasnya.

Eca meraih ponsel baru di dalam tas sekolahnya, bermain game online untuk membunuh bosan. Cewek itu bahkan membawa beberapa camilan dan setengah liter air mineral seolah cewek itu tengah berpetualang di dalam hutan.

Lama menunggu, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Eca segera mengemasi bungkus camilannya, memasukannya ke dalam tas beserta ponsel dan botol minum.

Menguap, gadis itu melangkah tergesa. Melompati teralis yang menghalangi jalannya__mengikuti jejak Saka.

Di kejauhan sana Eca melihat Saka tengah berdebat dengan Sheila dan Hafizah. Bahkan dalam jarak yang lumayan jauh pun Eca tahu bagaimana urat-urat di leher Saka menonjol setiap kali cowok itu membuka mulut.

Eca tersenyum miring, melipat kedua tangannya di depan dada__memperhatikan Saka. Beberapa kali Saka mendekatkan ponselnya ke telinga, mungkin mencoba mengubungi Eca.

"Wait ...."

Ucap Eca tertahan. Ketika Saka tampak mengangkat panggilan dari seseorang dengan wajahnya yang berangsur mengendur.

Eca siap siaga untuk mengikuti Saka, cewek berkuncir dua itu memasuki taksi yang dipesannya tergesa-gesa, meminta supir untuk mengikuti Lamborghini merah yang berada tiga meter di depannya.

"Ini bukan jalan ke rumah Saka, ini juga bukan jalan ke rumah gue. Maksudnya a---Ahhh! Shit."

"Pak, terus ikuti mobil itu ya."

Supir itu mengangguk. "Baik," ucapnya kemudian kembali fokus mengemudi.

Melewati hutan rimbun yang 'tak begitu luas, Eca menemukan pedesaan yang masih terlihat sangat asri. Rumah-rumah sederhana yang tetap terlihat elegan cukup asing di mata Eca, pohon-pohon dan tanaman hias benar-benar memanjakan mata. Desa ini sudah seperti kawasan penghijauan saja.

Tapi yang menjadi pertanyaan Eca adalah; untuk apa Saka ke sini?

"Pak, ini daerah mana?"

Eca bertanya setelah yakin bahwa ia tidak pernah memasuki kawasan ini, setelah supir taksi menyebutkan nama daerah ini Eca semakin mengerutkan keningnya. Rasa-rasanya Saka tidak memiliki teman atau kerabat yang tinggal di daerah ini.

"Lo mau kemana Ka?"


_Tbc_

Vote dan komennya jangan lupa^^

See u💗

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang