44. Ada apa?

911 56 7
                                    


44. Ada apa?

Berdiri di depan toilet siswi, Adela menyandarkan punggung setengah melengkungnya dengan mata terpejam.

Pulang sekolah, mereka berdua menjadi manusia terakhir di sekolah karena Eca mendadak sakit perut.

"Sorry lama." Eca menghampiri sang sahabat dengan cengiran lebarnya.

Adela menegakkan tubuh. "Pulang sekarang?"

"Ngh ... mampir ke kedai es krim dulu gimana?"

"Sabi tuh!" sahut Adela antusias. "Udah lama kita gak jalan bareng."

"Bener juga ya?" Gadis pirang itu terkekeh. "Hari ini gue traktir deh!" serunya sembari mengacungkan tangan.

Tawa keduanya menggema.

"Sering-sering ya," kata Adela di sela tawanya.

"Tenang ... duit gue gak abis-abis kok."

"Keluar deh songongnya."

Dua gadis cantik itu berjalan beriringan di lorong sekolah ditemani perbincangan kecil yang menciptakan lengkungan tipis di bibir keduanya.

Tepat di belokan menuju tempat parkir langkah mereka terhenti, Adela maju selangkah kemudian merentangkan tangannya.

"Hush! Pergi jauh-jauh!"

"Ca, jalan yuk!" Ken tidak menghiraukan keberadaan Adela, cowok itu santai-santai saja mengajak Eca berbicara walau pun Adela menghalanginya.

"Gue mau jalan sama Adela."

"Hiiihh, lo lesbian sama si Kudel?"

"Mulut lo, ya!" Cewek itu nyaris saja melompat hendak menghajar cowok di depannya, beruntung Eca lebih dulu memeluknya.

"Udah gak usah lo ladenin," kata Eca menenangkan.

"Orang kayak dia gak bisa didiemin, Ca," terang Adela menggebu.

"Mau jalan kemana sih?"

"Gak usah kepo!" sambar Adela judes.

"Apaan sih?! Gue gak ngomong sama lo, ya."

"Kedai es krim," jawab Eca. Lalu menarik lengan Adela pergi. "Kita duluan."

"Ikut dong!" Ken menarik tangan Eca membuat cewek itu refleks berbalik.

Adela mulai memasang kuda-kuda, kebenciannya pada Ken naik ke level paling tinggi. Dia sendiri tidak mengerti, apa alasan cowok itu melakukan semua ini?

Cowok berparas tampan itu terlalu pandai berekspresi, setiap senyum yang ia ukirkan selalu berhasil menyulut emosi. Tapi ... apa yang harus Adela lakukan? Apa yang harus ia katakan? Sementara ia sendiri pun pernah dibuat berdebar kencang oleh sikap Ken yang teramat manis. Ya, walau pun itu sudah sangat lama, saat Eca belum hadir diantara mereka; Ken dan Adela.

Ahhh, Ken itu selalu saja menjadi masalah-

"Kita gak akan bisa tenang kalo dia terus masang muka nyebelin kayak gini." Eca terkekeh. Perlahan namun pasti ia melepaskan tangannya dari tangan Adela. "Biarin dia ikut, Del."

Benarkan? Ken itu memang biang masalah. Selalu saja berusaha merecoki ketenangan orang.

"Gak!" Adela memasang wajah marah. "Kalo dia ikut mending gue pulang aja." Dan dia benar-benar pergi meninggalkan Eca bersama Ken.

Sekarang ... dia juga mulai muak pada Eca. Gadis keras kepala yang tidak peka. Jika terus seperti ini, dia lebih baik tidak ikut campur lagi.

***

Dok! Dok! Dok!

"Permisi ...."

Dok! Dok! Dok!

"Eh? Non Eca, nyari Non Adela ya?" sapa wanita paruh baya itu ramah.

"Iya, Bi. Adelanya Ada?"

"Ada, Non Adela ada di kamarnya." Wanita yang merupakan ART di rumah besar itu menghela Eca untuk memasuki rumah lebih dalam. "Lama gak ke sini Non, gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah baik, Bi." Eca tersenyum sopan. Cewek itu bergegas menaiki undakan tangga saat mendapat izin untuk menemui Adela.

Kepala gadis itu masuk lebih dulu melewati pintu, menyengir bodoh saat seseorang di dalam sana melempar tatapan tajam.

"Ngapain lo?" sapa Adela judes. Cewek itu kemudian kembali menatap layar ponselnya.

"Maaf." Eca duduk di tepi ranjang. Siap memasang wajah menyesal di hadapan sang sahabat. "Jangan marah lagi dong, pliiiss." Kali ini Eca bahkan menangkupkan kedua tangannya__memohon.

Adela sama sekali 'tak bereaksi, belagak 'tak mendengar.

"Del," si gadis pirang tidak menyerah. Dia mengguncang tangan Adela membuat teman sebangkunya itu menatap sengit. "Ayok kita ke kedai es krim," ajak Eca dengan sunggingan madu.

"Udah gak mood gue," sahut Adela malas.

"Kan gue janji mau traktir, ayok dong." Eca keras kepala. Dia terus merengek membujuk Adela.

"Del,"

Adela melempar ponselnya kesal saat Eca memasang wajah nyaris menangis. Sepasang manik biru yang berkilauan oleh air mata yang siap tumpah itu menatapnya penuh sesal.

"Del, gue bener-bener minta maaf. Walau pun gue gak tahu sih salah gue apa?" cicit Eca di akhir kalimatnya.

"Hh! Gue maafin! Sana pulang!" kata Adela dengan nada super jutek.

"Gak mau pulang, mau jalan-jalan." Eca berdiri, menarik lengan Adela sekuat tenaga. "Ayok, Del."

"Ckk! Gue ganti baju dulu."

Mendengar jawaban ketus itu Eca bersorak senang, akhirnya tidak ada lagi suasana mencekam di antara mereka.

Lagi pula Eca benar-benar bingung. Sebenarnya apa yang membuat Adela sampai semarah itu?

Aneh.

"Yuk cabut."

Suara Adela menyadarkannya. Buru-buru Eca memasang cengiran bahagia, lalu menggandeng lengan Adela.

Adela mengulurkan tangan, mendorong dahi Eca jengkel. "Jangan nyengir mulu lo kayak kambing!"

Mungkinkah ada sesuatu yang Adela simpan? Tapi tentang apa? Eca rasa tidak ada hal yang perlu dirahasiakan di antara mereka.

_Tbc_

Maafkan aku yang ngaret banget update-nya HAHAHA!

See you❤

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang