13. Patah hati

1.8K 97 18
                                    

Part ini aku dedikasikan untuk @Inaputri125Putri yang sering spam komen and itu lumayan naikin mood aku hihi, thanks ya♡

Yang belum follow akun aku ayok rame-rame follows sekarang juga XD

Happy reading...

13. Patah hati

Sinar matahari pagi menyelundup masuk melalui celah-celah ventilasi udara, membuat gadis berambut pirang memejamkan matanya erat karena silaunya sinar hangat itu. Gadis itu kemudian mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping, menghadap ke arah pintu.

Manik birunya kian meredup seiring detak jam bertalu. Tubuhnya nyaris 'tak bergerak hingga matahari mulai naik memancarkan seluruh sinarnya.

"Kak!"

Suara cempreng itu terdengar menggema bersamaan dengan sosok gadis berseragam putih biru yang menyelenong masuk tanpa mengetuk pintu.

"Kak Billa bangun! Gak mau sekolah apa?!" teriak Keiva galak. Tapi sang kakak tetap bergeming. 'Tak bergerak seinci pun dari posisinya.

Penasaran, Keiva mendekat. 'Tak biasanya kakak perempuannya itu diam saja melihat kedatangan Keiva. Diperhatikannya wajah Billa yang datar 'tak berekspresi, kulit pucatnya terlihat pasi, matanya sayu juga bengkak, ditambah lingkaran hitam menandakan cewek pirang itu tidak tidur semalaman.

"Lo sakit, Kak?" tanya Keiva melembut. Tangannya terulur menyentuh kening Billa, Billa masih diam 'tak bersuara. Jika matanya tidak berkedip, sudah dipastikan Keiva akan menangis histeris mengira kakaknya mati.

"Gue gak mau sekolah," ucap Billa tiba-tiba.

"Lo mau ke dokter?"

"Dokter liver?" tanya Billa lempeng.

"Lo sakit parah, Kak? Kenapa gak pernah bilang sama mama papa? Kalo lo tiba-tiba divonis mati gimana?" Keiva mulai cerewet dan menyebalkan. Benar-benar tipikal adik kurang ajar.

"Elo yang bakal mati!" teriak Billa tersulut emosi. Cewek itu melompat__menubruk adiknya. Kedua tangannya ia lingkarkan ke leher Kevia. Tampak bersungguh-sungguh ingin menghabisi si bungsu.

Keiva belingsatan. Dia meronta dan terus melawan berusaha melepaskan diri.

Terbatuk-batuk, gadis itu susah payah berteriak, "lepha-sin gue!"

"Sakit!" teriak Billa saat Keiva menggigit tangannya kemudian berlari membuka pintu.

"Lo pikir gue gak sakit dicekik?!" teriak Keiva menggebu-gebu. Wajahnya memerah dengan matanya yang melotot buas. Billa mendengkus 'tak peduli, memilih kembali ke tempat tidur.

"Dasar kakak jahat!"

"Gak punya hati!"

"Tega banget mau bunuh adiknya yang paling lucu!" Keiva masih terus berteriak di ambang pintu tanpa berani mendekat.

Mungkin dia takut Billa benar-benar akan membunuhnya, melihat kakaknya dalam keadaan kacau bukan tidak mungkin Keiva dijadikan sasaran salah bunuh.

Dilihat dari gelagatnya saja Keiva tahu kakaknya itu sedang patah hati.

Sedangkan Billa hanya memutar bola mata malas, lagi pula dia tidak benar-benar ingin membunuh Keiva. Yang tadi itu training saja ....

"Pasti gara-gara abang ganteng," Keiva bergumam pelan. Cewek itu menutup pintu kasar setelah sebelumnya melempar sebuah lukisan ke lantai sembari tertawa jahat, membuat kakaknya berteriak kesetanan.

"KEIVA!!!"

Itu adalah kado terakhir dari salah satu orang yang cukup berpengaruh dalam hidup Billa.

Billa segera mengambil lukisan itu, beruntung lukisannya tidak rusak. Billa tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika lukisan itu sampai rusak atau hilang.

Menghela napas, Billa menyentuh lukisan itu perlahan, "semoga lo bahagia di sana." Kali ini gadis berparas cantik itu mendekap lukisannya erat. Pikiranya mulai berkelana, membuat dia kembali menangis merutuki segala kebodohannya.

Kebodohannya yang telah meninggalkan Reynand saat cowok itu sakit keras. Bahkan sampai akhir hayat, ia belum sempat mengucap maaf.

***

"Ma, mama!"

"Ada apa honey?" Wanita cantik berwajah keibuan yang masih terlihat sangat muda menoleh setelah meletakan segelas susu di meja makan.

"Kak Billa,"

"Kenapa kakak kamu? Susah dibangunin?" tanya Grachila lembut.

"Kakak gak mau sekolah, Ma. Kayaknya lagi ada masalah deh. Coba mama samperin ke kamarnya."

Keiva memang selalu dewasa diwaktu-waktu tertentu dan tentu saja bukan di depan sang kakak. Sewajarnya seorang adik, Keiva juga menyayangi semua keluarganya termasuk Billa, begitu pun dengan Billa yang menyayangi Keiva dan selalu menjadi kakak yang pengertian disaat-saat terburuk bagi Keiva. Hanya saja mereka berdua tidak ingin menunjukan kasih sayang mereka secara terang-terangan karena ego dan gengsi yang sama-sama tinggi.

Grachila berjalanan tenang menaiki undakan tangga dengan Keiva yang mengekor di belakangnya.

Tangan yang selalu memberi kehangatan itu terulur menyentuh knop pintu, memasuki kamar si sulung lebih dalam. Kemudian duduk di tepi ranjang.

"Kenapa gak mau sekolah, hmm?" tanya Grachila sembari mengusap puncak kepala Billa. Sementara Keiva hanya mengintip di balik pintu__tidak ikut masuk.

"Males, Ma."

"Ada masalah?" Grachila kembali bertanya dengan nada lembutnya. "Mau ya cerita sama mama?"

Billa justru memeluk perut sang mama dan menangis tersedu-sedu.

"Gak papa kalo gak mau cerita, jangan nangis lagi yah? Mata kamu udah bengkak banget." Grachila mengelus punggung putrinya menenangkan.

"Mau mama panggilkan dokter?"

Billa menggeleng lucu di atas perut sang mama kemudian menjawab, "aku mau pindah sekolah."

_Tbc_

Udah semakin masuk konflik nih wkwkwk

Terima kasih untuk kalian yang selalu baca GBC dan support GBC dengan vote dan komen kalian;))
Jangan lupa share ke temen-temen kalian biar ikut baca yah^^

Semoga semakin suka sama cerita ini. Amin!

See u❤

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang