34. Cinta itu pasti

1.1K 94 24
                                    

Alhamdulillah Goodbye Cupu! saat ini menuju 10k readers❤❤ uwaaaaaaahh! Seneng bangetttt saya tuh! Nah tapi di saat senang ini ada yang bikin saya sedih pake banget juga, apa itu? Vote. Vote-nya benar-benar berat sebelah sama jumlah readers.

Readers udah 8k lebih tapi Vote bahkan gak sampai 600 :(( WHYYYY??

Maka dari itu saya mohon banget sama kalian semua yang ngerasa baca tapi belum/gak pernah Vote, sekarang juga Vote ya:)) Scroll lagi ke part pertama. Jangan sampai ada part yang gak dibingangin⭐

Dan karena segala sesuatu itu harus ada motivasinya ... untuk mencapai target saya akan mengadakan Give Away.

Give Away akan di mulai saat jumlah readers ke seluruhan sudah mencapai 10k dan Vote minimal 5k YEAAYYY!!

Buat bocoran aja, Give Away pertama  saya ini hadiahnya pulsa yang lumayan banget^^ info lebih lanjut nanti akan diumumkan saat hari H.

Terima kasih.

34. Cinta itu pasti

Jatuh cinta itu sama seperti mati.
Sama-sama merupakan hal yang pasti.

Sementara kehilangan itu hanya soal perasaan, perasaan memiliki. Jika kamu merasa memiliki maka kehilangan adalah hal yang pasti.


Ken, dengan wajah datarnya yang tetap ganteng melangkah santai menyusuri koridor sekolah. Tetap 'tak terganggu walau bisik-bisik kagum dari para siswi sampai ke telinganya. Karena otaknya terlalu sibuk oleh satu nama yang sama. Datangnya hanya sekali tapi tidak mau pergi-pergi. Membuat tidur 'tak nyenyak saja.

"Ahh, gue pikir manusia ganteng kayak gue gak bakal ngerasain galau macam manusia rendahan," gumam Ken songong.

"Lo liat Eca gak?" tanya Ken pada salah satu cowok yang sedang ngobrol santai di depan kelas.

"Gak, Ken."

Ken kembali melangkah mencari sosok gadis pemilik manik biru. Hingga matanya terpaku pada seorang gadis yang tengah berteriak marah pada teman ceweknya.

Ken tersenyum lebar. Cepat-cepat dia menghampiri gadis itu. "Hallo, babu ...." sapa Ken dengan senyum manis.

Eca mendengkus kesal. Dia memutar tubuh, tidak mengizinkan Ken merusak pemandangan.

"Hei," Ken mengitari Eca kemudian berjongkok di hadapan cewek itu. Eca kembali memutar tubuhnya, menyibukkan diri memakan siomay.

Ken tidak menyerah. Dia justru terkekeh senang, merasa tertantang.

"Mulai nakal ya, lo," ucap Ken sembari merebut garpu siomay di tangan Eca.

"Ken!"

Tidak bisa menyahut. Ken masih mengunyah siomay kenyal di mulutnya.

"Gak usah teriak," kata Ken setelah menelan kunyahan siomay.

Eca menjulurkan lidahnya sembari memutar bola mata. Lalu kembali memakan siomay.

"Woy!" teriak Eca tepat di depan wajah Ken. Karena cowok tiba-tiba saja mengangkat tubuhnya, mendudukan Eca di atas meja juga mengukungnya dengan tubuh kekar cowok itu. Membuat gaduh penghuni kantin.

Mendadak dunia jadi milik berdua, sampai Adela yang berada di antara mereka pun tidak memiliki kesempatan untuk menyela.

Ken menatap Eca dalam. Mulai memasang wajah serius yang bisa dihitung jari kapan munculnya.

"Kapan mau jatuh cinta sama gue?"

"Hah?" Eca mengerjapkan matanya. Pertanyaan serupa dari orang yang sama, hm? "Ngh ... gue gak akan jatuh cinta lagi, mungkin." Dia mengedikkan bahu. Bersikap 'tak acuh.

Ken tersenyum manis, sangat-sangat manis. "Tapi jatuh cinta itu hal yang pasti, Ca."

Memalingkan wajah, Eca sama sekali 'tak berniat untuk menjawab. Dia tidak tertarik untuk membahas perihal itu.

Hening.

Beberapa saat dunia sekitar mendadak senyap.

"Ngh ... Ca, ciuman lo waktu itu enak. Mau lagi dong," celetuk Ken tiba-tiba. Sama sekali tidak nyambung dengan topik pembicaraan mereka sebelumnya.

Eca melotot. Manik birunya nyaris keluar dari kelopak mata. Bagaimana tidak? Cowok sinting di depannya ini mengatakan hal yang tidak pantas diucapkan dengan lantangnya.

"Mau mati ya, lo?!" desis Eca tajam.

Ken batuk-batuk. "Lephas, Cha. Mati gue," ucap Ken susah payah dengan tangan yang rusuh menepuk-nepuk lengan Eca di lehernya.

"Gemes banget gue mau nyekik lo." Mereka berdua lagi-lagi dan lagi jadi pusat perhatian.

"C-Cha ...." wajah Ken memucat. Eca menjauhkan tangannya dari leher Ken.

"Pergi lo!" sentak Eca galak.

Ken masih setia mengukung Eca walau sambil batuk-batuk, nyaris kehabisan napas. "Gue ke sini mau ngasih lo perintah."

"Kalo perintah lo nyuruh gue cium lo lagi, mending lo gue matiin aja," jawab gadis berambut pirang judes.

"Bukan itu," sahut Ken cepat. Ngeri juga jika Eca membuktikan ucapannya, cekikan yang tadi saja masih sangat berasa.

Eca melirik Ken sekilas, menunggu cowok itu melanjutkan ucapannya.

"Tolongin gue ngerjain PR," Ken menatap Eca datar. "Seminggu ini gue sengaja gak ngerjain PR dan PR gue harus selesai tiga hari lagi," ucap Ken dengan menekankan kata 'sengaja'.

Niat Ken untuk menjaili Eca sepertinya tidak perlu diragukan lagi.

Melompat turun. Eca menatap bengis ke arah Ken. Manik birunya menyala-nyala, menandakan cewek itu luar biasa marah.

"Atau ... lo mau nyium gue sekarang? Di sini," ucap cowok menyebalkan itu kembali berulah, saat Eca nyaris berteriak memakinya.

Dada Eca naik turun. Sementara Ken memalingkan wajah agar tidak tertawa. Dia tidak pernah tahan dengan wajah marah Eca yang begitu menggemaskan.

"Terserah!" teriak Eca frustasi. "Males gue ngomong sama ongol-ongol!" imbuhnya kemudian menyeret Adela pergi.

"Ayok pergi, Del."

"Hm." Adela pasrah-pasrah saja diseret Eca.

***

"Lama banget sih jalannya." Ken berdecak sebal. Cowok itu kemudian mengangkat tubuh Eca__menggendongnya seperti pengantin. Membuat gadis itu berteriak kesal.

Pulang sekolah Eca memang sudah sepakat untuk pergi ke rumah Ken hanya untuk mengerjakan PR cowok itu.

Ya, rasa-rasanya kata bangsat saja tidak cukup untuk memaki seorang Ken.

"Ngeselin banget lo emang!"

"Tapi ngangenin kan?"

"Cihh," Eca berdecih dan tidak lagi berbicara, memilih bungkam dan mengalungkan tangannya ke leher Ken agar tidak jatuh.

Mereka tidak tahu ....

Sejak tadi ada seseorang yang serasa terbakar melihat kedekatan mereka berdua.

Di balik tembok dia mengitip dari sela-sela tralis besi yang terpasang di sana. Terlihat amat jelas di matanya, raut bahagia dua insan berbeda jenis itu walau sesekali saling memaki.

Dia mengepalkan tangan erat. Mendesis sinis bersamaan dengan tangannya yang meninju tembok.

Darah mengalir dari punggung tangannya dan sebagian ada yang menempel di retakan tembok yang ia ciptakan sendiri.

Ada yang hilang. Dan kehilangan itu terasa begitu nyata.

"Sialan!"

_Tbc_

Thanks for everythink^^

Tetap stay di cerita ini ya, jangan pindah ke lain hati❤

See u❤

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang