14. Basah yang membasuh

2K 102 17
                                    

14. Basah yang membasuh

Eca berjalan 'tak tentu arah, mengabaikan gemuruh mengerikan di atas langit yang mulai gelap.

Seragam sekolahnya sudah sangat kusut, kuncir duanya sudah 'tak berbentuk lagi, kedua kakinya juga sudah sangat lelah untuk melangkah.

Air hujan mulai menetes membasahi bumi, kian deras menemani gadis malang yang tengah menangis terisak-isak.

Eca membiarkan saja tubuhnya terbasuh air hujan. Dia bahkan 'tak tahu bagaimana caranya pulang. Lama meratapi harinya yang kacau, Eca justru tersesat dan 'tak tahu arah pulang. Karena sejak awal cewek itu memang tidak tahu seluk-beluk daerah ini.

"Arrgggghhhhhhhhh!!" teriak Eca frustasi. Dia terduduk lemah di tepi jalan, menekuk kedua lututnya dan menenggelamkan wajah menyedihkannya di sana.

"Haaaaaah! Hiks hiks hiks ...." Gadis itu kian terisak-isak dengan kedua bahu yang bergetar hebat.

Berkedip, Eca mendongak ketika tidak lagi merasakan derasnya hujan mengguyur tubuhnya. Yang ia lihat justru paras tampan seorang laki-laki yang tengah menatapnya lurus dengan payung putih di tangan kanannya.

Eca termangu. Kembali menunduk dan mencoba untuk bangun. Di luar dugaan laki-laki itu membantu Eca dengan tangan bebasnya, bahkan melepas jaketnya untuk menutupi baju transparan Eca akibat guyuran hujan.

"Kenapa kamu bantuin aku?" tanya Eca sendu.

"Karena gue mau," balas pria itu cuek.

Eca membisu. Baru kali ini ada seorang cowok yang mau membantu cewek cupu seperti dirinya padahal mereka berdua 'tak saling mengenal. Terlebih cowok itu juga bukan siswa di sekolahnya, yang otomatis tidak mengenal Saka. Eca menggaruk pipinya yang 'tak gatal, sedikit malu juga tertangkap basah sedang menangis bodoh oleh pria di sebelahnya.

"Mau sampe kapan di sini?"

"Hah?" Eca terkejut.

"Di mana rumah lo? Biar gue anter pulang," ujar cowok itu kemudian melangkah pergi mendahului Eca.

Diam-diam Eca tersenyum. Ternyata cowok itu cukup baik.

***

Setelah menanyakan kemana Eca akan pulang, cowok itu tanpa banyak bicara mengantarkan Eca. Eca sendiri masih sadar tidak sadar dengan kejadian yang ia lalui hari ini.

Hingga mobil mewah cowok itu berhenti di sebuah rumah bercat putih yang lumayan megah.

Eca turun dari mobil. Cowok ganteng itu menurunkan kaca mobilnya dan menatap Eca datar seperti sebelum-sebelumnya.

Si gadis berkuncir dua tersenyum kikuk, menggigit bibir bawahnya dan menatap pria itu ragu-ragu. "Nama kamu siapa?"

"Ken." 'Tak disangka cowok itu menjawab cepat pertanyaan Eca, padahal Eca berpikir pria itu tidak akan menyebutkan namanya.

"Makasih ken-"

"Maaf ngerepotin."

Pria di depannya mengangguk kecil. "Hm, gue pulang," pamitnya sembari menjalankan mobil ke arah yang sempat mereka lalui.

"Oy!"

Eca menoleh saat mendengar suara Sheila memanggilnya. "Hai," sapa Eca sama sekali 'tak ada niat.

Sheila mendekat, mendesis jijik melihat penampilan Eca yang sangat berantakan.

"Ew!"

"Mending lo diem Shey!" sentak Eca kesal. Gadis itu melangkah masuk mendahului sang pemilik rumah, meraih dua ikatan di rambutnya dan membuangnya ke sembarang arah.

"Bi! Bibi! Bikinin aku makan dong, yang banyak ya!" teriak Eca lantang, yakin ART di rumah Sheila akan mendengar instruksinya. "Oh iya, aku gak mau makan makanan yang Shey makan malam ini!" Lanjut cewek itu seenaknya.

Di belakangnya Sheila menggeram jengkel, membuat ancang-ancang untuk menerkam Eca. Eca segera berlalari ke lantai dua rumah Sheila, pergi ke kamar cewek itu sambil tertawa-tawa.

ART yang dipanggil Eca ternyata berdiri memperhatikan Sheila dan Eca. Wanita empat puluh tahun itu tersenyum melihat nonanya yang selalu bertengkar dengan sang sahabat.

"Bi, nanti makanannya di antar ke kamar aku aja ya," pinta Sheila sebelum gadis itu menyusul Eca ke kamarnya.

***

"Udah lah ,Ca, mungkin emang bukan jodoh lo kali," ucap Sheila mencoba menenangkan.

Eca memang sudah menceritakan semuanya secara rinci. Dimulai dari Saka yang ingkar janji dan sulit di ajak pergi__tidak seperti bisanya, sampai ketika Eca menaruh curiga dan berakhir membututi cowok itu.

"Iya sih, harusnya gue bersyukur karena udah putus dari bajingan macam Saka. Ya kan?" Sheila mengangguk setuju. "Tapi kok gue masih gak terima ya Saka khianatin gue? Tiga tahun lho kita pacaran, dan gue rasa Saka bener-bener cinta sama gue. Gimana ceritanya si Inka Inka itu bisa jadi madu gue?" tata Eca berapi-api.

Sheila menepuk bahu Eca pelan. "Sabar, tarik napas. Buang. Tarik napas buang."

Eca mengikuti instruksi Sheila. Sheila masih menatap Eca dengan raut serius.

"Gue mau jawab pertanyaan lo yang terakhir," kata Sheila memberi tahu.

"Apapun bisa terjadi jika Allah sudah berkehendak." Dia memberi jeda. Eca mendengarkan. "Danv... seperti yang kita tahu, laki-laki itu di uji oleh tiga macam hal. Harta, tahta dan wanita, so kalo sekarang Saka berpaling ke si Inka Inka itu artinya dia gak lulus ujian ke tiga," jelas Sheila mantap.

Eca menganga. Takjub dengan sahabat sablengnya yang mendadak luar biasa.

"Malam ini gue anggep lo sebagai temen gue Shey," ucap Eca sungguh-sungguh.

"Kurang ajar lo emang!"

_Tbc_

Gimana part ini? Suka?

Semoga semakin suka yah. Amin^^

Jangan lupa vote, komen, and share cerita ini. Dan... buat yang belum follow akun aku, harus mau yah follow akun aku! #Diskriminasi banget sih tor! Haha biarin lah ya. Kan biar rame aja gitu, inget sendiri itu sepi, bertiga itu luka, jadi kita rame-rame aja biar happy hihihi

See u beib❤

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang