28. Thinking

1.3K 72 2
                                    

Voment ya^^

28. Thinking

"Ok, aku OTW ke sana sekarang."

"Hmm,"

"Ok!"

Tut!

Keiva memasukkan ponsel ke dalam tas barunya. Beberapa menit setelah sang kakak pergi sekolah, kini si bungsu ikut pergi meninggalkan rumah.

Cup!

"Kei berangkat sekolah dulu, Ma," ucap Keiva setelah memberi kecupan ringan di pipi sang mama.

"Gak sarapan dulu?" tanya Grachila.

Keiva menggeleng lucu. "Enggak, nanti aja di sekolah."

"Bye, Ma!" Kemudian lari.

"Hati-hati!" teriak Grachila karena puterinya sudah mencapai pintu.

Keiva balas berteriak. "Iya!"

Hari ini Keiva ke sekolah diantar Beno. Gadis tiga belas tahun itu tampak heboh dengan cermin dan lipbalm di tangannya.

Beno yang melihat kehebohan nona kecilnya dari kaca mobil terkekeh geli. Tidak biasanya Keiva ke sekolah seheboh itu.

"Duhh, udah cantik belum ya?" Keiva mengamati wajahnya dari berbagai sisi. Tidak mau sampai ada jerawat atau noda di wajahnya.

Sudut bibirnya terangkat, senyum cerah terpancar jelas di wajah centil gadis itu. "Sippp dah, cantiknya emang udah totalitas." Kali ini dia tertawa.

Beno kembali terkekeh, cowok itu menatap sang nona dari kaca mobil. "Mau ketemu seseorang, Non?" Beno bertanya__penasaran.

"Kepooooo," jawab Keiva sembari menjulurkan lidah.

***

Celingak-celinguk mencari sosok manusia yang memiliki janji temu dengan dirinya, tapi bukannya menemukan orang yang dimaksud, Keiva justru melihat abang-abang cilok yang senyum-senyum sok akrab ke arahnya.

"Ihhhh, gak banget deh." Gadis itu mengernyih ngeri. "Liat cilok sama palanya gue sampe gak bisa bedain." Keiva mendumal. Merasa kesal pada tukang cilok yang berkepala botak.

"Lama nunggu?"

"Aaaaaa!" Keiva membekap mulutnya sendiri. "Ihhh, abang ganteng--maksud aku Kak Saka, ngagetin aja deh."

Saka terkekeh. "Sorry, kita cari tempat duduk dulu yuk?"

"Ayok!" sahut Keiva kelewat semangat.

Mereka berdua duduk di bawah pohon tepat di samping sekolah Keiva.

"Jadi ... kakak mau ngobrolin apa?"

Saka meronggoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna abu. "Ini," dia meletakkan kotak persegi itu di pangkuan Keiva. "Tolong kasih ke kakak kamu."

Keiva membuka kotak abu itu, penasaran. Isinya adalah sebuah jepit rambut berwarna silver. Ya, hanya sebuah jepit rambut mungil. Namun, jelas terlihat sangat mahal. Keiva bahkan baru melihat jepit rambut seperti ini. Ahhh, pasti Saka memesannya khusus untuk sang kakak.

"Kenapa gak kakak kasih langsung aja sama Kak Billa?" Keiva bertanya.

"Enggak bisa. Makanya kakak minta tolong kamu." Saka tersenyum manis, sangat manis. Membuat Keiva refleks mencari pegangan. Tidak tahan.

Kali ini Saka mengeluarkan kertas kecil dan sebuah pulpen dari saku kemejanya. "Tulis nomor rekening kamu di sini. Handphone kakak ketinggalan di kelas."

Dengan tampang bodoh Keiva menuliskan sederet nomor di kertas yang Saka ulurkan. "Buat apa kak?"

"Nanti kakak kasih buat jajan." Jeda tiga detik. "Kamu mending masuk sekarang, kakak juga mau balik ke sekolah."

"Oh, ok, Kak." Beranjak bangun, gadis SMP itu mendekat ke arah pembatas sekolah.

"Kenapa gak lewat depan aja? Gerbangnya belum ditutup kan?" tanya Saka heran.

Keiva nyengir, rambut wanginya ia kibaskan__cari-cari perhatian. "Ribet harus muter."

Saka geleng-geleng kepala. Walau ... jarak masuk ke sekolah Keiva memang lebih dekat lewat arah samping sih.

Keiva mulai memanjat dinding sekolahnya. Sedikit kesusahan.

Hingga dua tangan kekar yang mengangkat tubuhnya membuat gadis itu tersenyum lebar.

"Makasih, Kak."

"Kamu harus banyakin minum susu biar cepat tinggi." Saka terkekeh. Keiva cemberut.

"Aku gak pendek!"

***

Istirahat kedua. Eca tidak mendapatkan jatah istirahatnya karena makhluk nista yang sama.

"Ayok dong kipas-kipas terus. Harus semangat, gue cape lari-lari."

"Gak ada yang nyuruh lo lari-lari!"

"Karena gue yang punya wewenang buat nyuruh-nyuruh," balas Ken kurang ajar.

"Serah lo pe'a!" teriak Eca lelah. Tangannya sudah pegal sejak tadi mengipasi Ken menggunakan kertas lembar.

"Duh, buka baju aja kali ya?" Ken nyaris membuka bajunya yang basah oleh keringat, jika saja Eca tidak menahannya.

"Jangan gila," desis gadis berambut pirang itu sebal. Apa-apaan coba buka baju di muka umum? Dasar Ken sinting! Tidak tahu malu!

"Kenapa?" Ken menyerong__berhadapan dengan Eca. "Lo emang gak mau liat?" Ken menaik-turunkan alisnya.

"Tau ah, males gue ngomong sama orang gila kayak lo."

"Gue gak gila," Ken membantah. "Cuma tergila-gila aja sama lo."

Eca memalingkan wajah. Walau begitu dia tetap mengipasi Ken. Kata Ken kalau Eca membantah perintahnya, cowok itu akan nekad mencium Eca saat upacara bendera. Eca jadi sedikit takut. Bagaimana pun Ken itu orang yang ambisius.

Sementara Ken sibuk memandang Eca, walau cewek itu enggan menoleh ke arahnya.

Ken menyentuh pipinya. Dia menghitung-hitung masa hukuman Eca karena kalah di arena balapan. Sejauh ini sepertinya Eca belum juga menaruh rasa pada Ken, cewek itu cukup kebal. Ken tidak bisa terus menunggu, tapi-

"Ca, lo suka cowok yang kayak gimana?" tanya Ken.

Eca menoleh membuat rambut pirang bergelombangnya sedikit terhempas. "Yang pasti gak kayak lo!" jawab Eca judes.

Jika Eca masih tetap segalak ini ... mungkin Ken harus lebih serius menunjukkan rasa sukanya.

"Lo ... pasti jadi milik gue," gumam Ken yakin.

"Ngomong apa lo barusan?"

"Kepo banget lo, ahh. Beliin gue minum sana."

Errrrggg! Eca menggeram kesal. Tangannya benar-benar gatal ingin mencabik-cabik wajah menyebalkan Ken sampai 'tak berbentuk lagi.

_Tbc_

See u❤

Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang