Vote sama komennya jangan lupa.
Happy reading honey...
1. Feedback
Saka menjauhkan wajahnya, memberi jarak antara dirinya dengan seorang gadis berkuncir dua. Tangan kekarnya terulur mengusap jejak salivanya di bibir tipis gadis itu, bibir tipis yang sedikit membengkak karena ulahnya.
Setelahnya dengan cekatan cowok itu melepaskan kedua ikatan di rambut pirang si gadis, kemudian memasangkannya kembali dengan lebih rapi. Tak lupa ia juga memasangkan kacamata yang sempat ia lepas untuk membingkai wajah cantik gadis itu.
"Kamu balik ke kelas ya? Bentar lagi bel masuk. Nanti istirahat aku jemput ke kelas kamu." Saka mengacak puncak kepala gadisnya pelan.
"Iyah bawel ...." jawab gadis berkacamata bernama Eca dengan nada mengejek.
Cup.
"Aku duluan," pamit Eca setelah memberi kecupan ringan di pipi Saka.
Eca berjalan tergesa menyusuri koridor kelas dua belas Akuntansi, membuat rambutnya yang diikat dua bergoyang ke kiri dan kanan. Gadis itu terus menunduk dengan langkah besarnya. Benci, karena lagi-lagi menjadi pusat perhatian.
"Liat deh si Eca, apa bagusnya coba tu cewek cupu sampe bisa jadi pacarnya Saka? Saka Bagaskara Wijaya lho ini, cowok paling ganteng dan paling kece di sekolah kita." Cewek berdempul tebal berceloteh 'tak terima.
"Peletnya kuat banget gila," ujar salah satu temannya mengundang gelak tawa.
Eca mengepalkan tangannya erat. Ingin sekali rasanya mencabik-cabik wajah buruk rupa yang dipaksakan untuk cantik itu dengan kuku-kuku panjangnya. Tapi itu tidak boleh terjadi, karena ia tidak boleh menjadi gadis nakal di sekolah.
"Ca, gue liat PR Korespondensi dong," ucap Lidia dengan wajah memelas.
"Males ahh, aku bosen ngasih contekan terus," jawab Eca yang telah duduk di kursinya. Gadis itu membuka tas brandednya, mengambil sebuah buku tebal dan mulai membaca. Tidak menghiraukan Lidia_teman sekelasnya yang tengah menatap geram ke arahnya.
Dengan langkah angkuh Lidia berjalan ke arah Eca dan berhenti tepat di depan gadis berkacamata itu.
"Heh cupu! Gak usah belagu lo, gue udah minta baik-baik malah ngelunjak ya lo?! Rasain nih! Rasain!" teriaknya sembari menarik kuat kedua kunciran Eca.
Eca menahan tangan Lidia di rambutnya, berusaha mengurangi rasa sakit yang menjalar di kepala. "Sakit Lidia, lepas."
"Sakit? Hahaha, cewek kayak lo emang pantes digininian biar gak ngelunjak."
Eca menangis sesegukan. Kacamatanya berembun karena air matanya yang telus mengalir. "Tolong lepasin."
Bukannya dilepas Lidia justru semakin memperkuat cengkramannya di rambut Eca.
Kerumunan kian bertambah, 'tak terhitung berapa banyak kamera ponsel yang mengabadikan momen panas ini.
Hingga kerumunan itu terbelah ketika seorang laki-laki tampan melangkah tergesa membelah kerumunan.
"Lepas bitch!"
Lidia refleks menarik tangannya dari rambut Eca. Cewek itu menoleh horor ke arah laki-laki tampan yang terlihat tidak bersahabat.
Tatapannya saja sudah bisa melumpuhkan seluruh saraf di tubuhnya. Lalu apa kabar dengan nyawanya jika tubuh tegap pria itu yang bergerak menghakiminya?
Glek.
Lidia menelan ludah susah payah ketika Saka, cowok paling tampan seantero sekolah berdiri di hadapannya dengan kilatan amarah.
Jadi gosip itu benar? Eca adalah kekasih Saka? Saka Bagaskara Wijaya?
Astaga! Bagaimana ini.
Lidia yang sudah gemetaran menghembuskan napas lega ketika Saka menghampiri Eca, membawa gadis cupu itu ke dalam dekapannya, yaaa, beruntung Saka tidak menghampirinya.
Saka mengangkat tubuh gemetar Eca, gadisnya masih belum berhenti menangis juga. Dan ini semua karena manusia 'tak penting seperti Lidia.
Saka maju dua langkah dengan Eca dalam gendongannya. Pria itu menatap tajam ke arah Lidia, membuat cewek itu tanpa sadar memundurkan langkah__ketakutan.
Apa-apaan tatapan kelam itu? Ini lebih mengerikan daripada tatapan tajamnya. Ini ... seperti tatapan peringatan yang mutlak. Tanda bahaya.
Tubuh Lidia kembali terguncang. Gadis itu menangis ketakutan membuat teman-temannya bertanya keheranan. Pasalnya cewek itu yang mem-bully Eca, lantas kenapa ia yang menangis?
Sehat tidak sih?
***
"Mau ke UKS atau aku antar pulang?" tanya Saka lembut.
"Pulang aja deh." Putus Saka seenaknya. Untuk apa memberi pilihan jika ia sendiri yang memutuskan pilihan itu? Dasar arogan!
"Hmmm," beruntung Eca adalah anak baik-baik, jadi dia hanya meng-iya-kan saja semua perkataan Saka.
Singkat cerita pasangan yang sangat kontras itu tengah duduk anteng di dalam mobil Ferrari hitam milik Saka.
Saka terus menggenggam tangan Eca dengan tangan kirinya selama di perjalanan, sementara tangan kanannya tetap fokus mengemudi.
Pria itu sangat lega melihat kondisi gadisnya yang baik-baik saja. Setidaknya Lidia tidak meninggalkan bekas luka di tubuh Eca.
Sial. Mengingat tangan kotor wanita itu mengentuh kasar rambut gadisnya membuatnya geram setengah mati. Awas saja ....
"Aku gak akan biarin jalang itu hidup tenang, gak boleh sedikit pun dia bahagia di atas penderitaan kamu," kata Saka dengan tangan kanan yang mencengkram kemudi erat.
"Gak usah ngomongin dia di depan aku. Aku muak! Jijik sama manusia gak tahu diri kayak dia." Eca menyahut dengan wajah datar. Tapi jelas-jelas kacamata yang bertengger manis di hidung mancungnya telah beralih menghantam kaca mobil. Bukti nyata atas kekesalannya.
Kali ini tangan mungil itu mengepal kuat nyaris menubruk dashboard mobil dengan seluruh tenaganya, jika saja tangan kekar Saka tidak lebih dulu menahannya.
"Jangan ngelukain diri kamu sendiri. Maaf ya, aku terlambat nyelamatin kamu. Ngh ... mungkin aku kurang posesif."
"Gak! Kamu justru terlalu posesif Saka!" Eca berteriak 'tak terima. Membuat saka di sampingnya tertawa renyah.
***
"Ikut gue."
"Gak mau! Lepas Saka! Lepasin sakit!" Lidia memohon dengan suara lirih.
Saka mendorong Lidia ketika sampai di dalam toilet. Membuat cewek itu menjerit kesakitan karena punggungnya membentur dinding.
Tidak sampai di sana, Saka juga menjambak rambut panjang Lidia dengan kasar.
"Saka, sakit!"
Saka terkekeh sinis. "Cewek gue juga sakit lo giniin!"
Lidia menangis dengan tubuh gemetar. Menatap ngeri ke arah lantai putih yang penuh dengan rambutnya yang berjatuhan karena dijambak terlalu kuat.
Bahkan Lidia tidak menjatuhkan satu helai pun rambut Eca saat menjambaknya pagi tadi. Tapi mengapa Saka sampai sesadis ini menyiksanya?
"Jangan pernah gangguin Eca lagi!" Saka memperingati.
"I-iya."
Bruggh!
Kali ini kepala Lidia yang Saka benturkan. Membuat cewek itu jatuh pingsan saking kuatnya benturan itu.
Saka mendengkus sebal, cowok berparas tampan berhati iblis itu lantas menepuk telapak tangannya seolah terdapat banyak debu di sana.
_Tbc_
Suka cerita ini? Kalian pasti bakal suka juga sama cerita aku yang ini:
Judul: Identity
On Wattpad: mageiacontestCovernya yang warna hijau ya;)
Sankyuuuu😙😙😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]
Fiksi Remaja[Part masih lengkap] Warning⚠ 17+ Eca, tujuh belas tahun, tinggi 170 cm, berkulit putih, berambut pirang, dan berhidung mancung. memiliki sifat pendiam, pemalu dan tidak mudah bergaul. Gadis itu cukup cantik, jika saja kacamata besar 'tak membingkai...