Sider? Minggat sana! Gue gak butuh!!
21. Menepi
Diam dalam sepi,
menangis dalam sunyi ....Kadang hal itu perlu kita lakukan untuk menutup luka dari jangkauan sang pembenci, karena mereka yang membenci kita mungkin akan tertawa bahagia melihat kita menderita.
Eca 'tak suka itu, dan sebisa mungkin ia akan mencegah hal itu terjadi. Ditemani terang samar sang rembulan, Eca duduk menyepi dengan sebuah kuas dan kertas yang sudah tergores indah.
Setiap malam Eca memang sering menyempatkan diri untuk melihat hamparan bintang__dengan mata telanjang. Sering kali gadis itu juga melukis pola gugusan bintang di kegelapan malam dan itu sudah menjadi sebuah hobby. Saat ini, kurang lebih Eca sudah memiliki 14 pola gugusan yang berbeda-beda dalam lukisanannya. Dan saat ia menyelesaikan lukisannya malam ini, maka akan bertambah menjadi 15 pola gugusan.
Eca sendiri tidak terlalu mengerti soal astronomi, dia bahkan tidak tahu nama-nama pola gugusan bintang atau nama bintang yang sering kali ditangkap manik birunya. Satu-satunya bintang yang ia kenal adalah Kejora, sebuah bintang yang cukup terkenal. Tapi entah kenapa Eca begitu menyukai benda-benda langit, mereka begitu mengagumkan. Salah satu ciptaan tuhan yang 'tak sanggup ia abaikan.
"Kamu ... lagi apa?" Eca menatap lekat salah satu bintang yang bersinar paling terang. "Aku harap kamu gak nyakitin diri sendiri karena ngerasa bersalah sama aku."
"Aku juga sayang sama kamu ... Saka."
Ingin rasanya kembali pada cowok itu, menyambung kisah indah yang sempat terputus. Namun kesadaran menampar keras. Eca sadar status 'tak menjamin cinta, kata-kata juga 'tak menjamin cinta, pun yang pernah hancur 'tak mungkin utuh kembali. Dan dengan sangat terpaksa ia harus menepi ....
"Kak,"
Eca menoleh, di sana Keiva melongokkan kepala. Cepat-cepat gadis pirang itu menyeka pipinya yang basah.
"Ada apa?" Eca mengemasi peralatan melukis miliknya. Lukisannya yang ke 15 telah selesai.
Keiva datang menghampiri sang kakak, membantu kakaknya merapikan alat melukis. "Cantik," ujar Keiva saat meraih hasil lukisan Eca.
"Ada apa?" tanya Eca 'tak menghiraukan pujian sang adik.
Keiva meletakan lukisan Eca diantara lukisan-lukisan lainnya. "Aku mau tidur sama kak Billa."
Eca mengerutkan dahi, "lho? Kenapa? Tumben banget."
"Bang Taki nginep di kamar aku, kamar yang biasa dipake sama abang dijadiin ruang baca baru buat kakak," sahut Keiva kemudian menguap lebar.
Eca tersenyum sumringah. "Siapa yang bikin? Papa?"
Sang adik mengangguk patah-patah. "He'em."
"Ya udah ayok tidur."
Detik berikutnya Keiva langsung melemparkan diri ke atas ranjang. Memeluk boneka besar_satu-satunya boneka yang berada di kamar Eca dengan erat.
Malam itu mereka berhadapan tanpa keributan, berperan sebagai adik dan kakak yang harmonis.
***
Di lain tempat seorang pria bertubuh tinggi mengamuk macam orang kerasukan.
Cermin pecah, kursi patah, guci-guci hancur, dinding dan lantai berlumur darah.
Lagi, Saka kehilangan kendali ....
"Eca ..."
"Aku sayang kamu," ucapan terakhir Saka sebelum gelap menghampirinya.
Brukk!
Pintu berhasil di dobrak. Dua orang pria dengan pakaian serba hitam cepat-cepat membopong tubuh Saka.
"Sepertinya luka tuan muda kali ini lebih parah," ucap salah satu dari mereka.
"Kita bawa ke rumah sakit."
"Bereskan kekacauannya," perintah pria berhidung bangir pada para pelayan perempuan yang berdiri 'tak jauh darinya.
"Baik," jawab tiga pelayan perempuan itu bebarengan.
***
Menjalani profesinya sebagai seorang murid, pagi-pagi Eca sudah stand by di dalam kelas.
Dan karena pagi tadi dia bangun terlambat, cewek itu tidak sempat menata rambutnya. Itu sebabnya pagi ini dia sedang rewel menata rambut di dalam kelas dengan bantuan Adela. Yaaa, walau kecantikannya tidak berkurang sama sekali sih.
"Lo bisa diem gak!" Adela mengomel. Pagi-pagi cewek itu sudah membentak-bentak membuat sebal.
"Abisnya lo lama banget nata rambut doang. Lo apain sih rambut gue?!" balas Eca ikut membentak.
Tidak menjawab, Adela memutar tubuh Eca kemudian tersenyum puas. "Sip! Cantik banget."
"Thank's."
"Good morning!!"
Itu bukan suara guru, melainkan suara siluman.
"Bisa gak lo, sehariiii aja gak muncul depan muka gue?" tanya Adela sewot.
Ken tersenyum mencemooh. "Gue ke sini bukan buat lo." Cowok itu menggulirkan mata ke arah Eca. Tersenyum jail membuat si gadis berambut pirang mendengkus kesal.
"Aduuhhh, babu gue cantik banget sih," ujar Ken sembari mencolek pipi kanan Eca jail.
Kelewat kesal, Eca menarik telunjuk Ken kemudian mengigitnya sekuat tenaga.
"Aarggh!! Gila ya lo?!" Ken melotot horor. Telunjuknya sampai berdarah hanya dalam satu kali gigitan. "Obatin!"
"Gak!"
"Ok, kalo gak mau gue suruh-suruh, mulai hari ini lo jadi pac-"
"Ayok kita ke UKS," ptong Eca sembari menyeret Ken pergi. Dibanding harus menjadi pacar Ken, Eca lebih sudi menjadi pembantunya saja. Karena dari selentingan yang Eca dengar, Ken itu fuck boy. Gelar bajingan sudah melekat erat pada cowok itu. Tapi anehnya 'tak pernah ada satu pun wanita yang menolaknya ... menolak pesonanya. Kecuali Eca tentunya.
Sampai di dalam UKS, Eca membalut luka Ken dengan telaten. Sedikit ngeri juga melihat jejak gigitannya di telunjuk cowok itu.
"Udah."
Ken mengusap puncak kepala Eca perhatian. "Good."
Cowok itu kemudian meraih sesuatu dari dalam saku celananya. "Ini karena lo udah jadi pembantu yang penurut," ucap Ken sembari menyodorkan sebatang cokelat yang diikat pita cantik berwarna merah jambu.
Eca menatap wajah Ken dan cokelat itu bergantian kemudian mendorong tangan Ken. "Gak. Makasih. Cokelat itu pasti udah lo bacain mantra pelet kan?" kata Eca menuduh.
Buyseet, dia pikir Ken dukun apa? "Lo kalo nuduh yang realistis dikit napa sih." Ken beranjak bangun dari ranjang UKS. Merengsek maju membuat Eca berjalan mundur hingga punggung gadis itu merasakan dinginnya dinding.
"Nga-ngapain sih lo?" tanya Eca terbata.
Ken tersenyum miring. Mengangkat sebelah alisnya penuh arti. "Menurut lo?"
Eca panik. Manik sebiru lautan itu melirik cemas, "Tenang Ken, gue tahu lo bajingan. Gak perlu lo tunjukkin depan gue ok?"
_Tbc_
See u❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Cupu! [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[Part masih lengkap] Warning⚠ 17+ Eca, tujuh belas tahun, tinggi 170 cm, berkulit putih, berambut pirang, dan berhidung mancung. memiliki sifat pendiam, pemalu dan tidak mudah bergaul. Gadis itu cukup cantik, jika saja kacamata besar 'tak membingkai...