"Apa yang sebenarnya tersembunyi itu biasanya adalah sebuah jalan menuju kebenaran, semembahagiakan itu, atau bahkah semenyakitkan itu."
💣
Taehyung duduk termangu di ranjangnya, sambil menatap ke luar jendela, burung-burung kecil berterbangan seperti saling mengejar. Sayap-sayapnya mengepak secara pasti, seolah mereka tengah bermain dengan angin yang menerjangnya. Mereka bebas, bisa terbang ke sana ke mari tanpa ada yang menghalangi, itulah yang dilihat oleh seorang Shin Taehyung saat ini. Laki-laki itu terus berandai-andai, membayangkan jika ia menjadi burung itu, apakah ia juga akan bebas melakukan apapun, pergi kemana pun tanpa adanya kamera yang mengintainya. Setidaknya itulah yang bocah Shin itu inginkan. Setelah beberapa hari ia menginap di rumah sakit, akhirnya kemarin malam Taehyung sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Tak lama ia mendengar suara pintu diketuk, lantas dibuka perlahan, hingga menampakkan seorang Moon Jimin di sana.“Taehyung-ah. Jangan melamun. Ayo sarapan, aku membawakan makanan kesukaanmu, Bundamu yang mengatakan itu.” Jimin duduk di samping Taehyung setelah meletakkan nampannya di depan sahabatnya.
“Aku belum lapar, Jim.”
“Heh, jangan seperti anak kecil. Ayo kusuapi, kau harus minum obat setelah ini, jangan buat keluargamu tambah khawatir, Tae, kau tau mereka sangat menyayangimu. Juga, apa kau tak memikirkan Mysta? Mereka sudah menunggumu untuk kembali, walaupun mereka tidak tahu keadaanmu, tapi mereka pasti mendoakanmu.”
“Tapi Jim, apa media sudah tahu tentang kecelakaanku kemarin? Kuharap tidak, aku hanya tak mau membuat Mysta kecewa padaku,” tanya Taehyung memastikan.
“Kau tenang saja, meskipun mereka sudah tahu kita masih di Indonesia, tapi PD-nim31 sudah menyelesaiakan semuanya, tidak akan ada media yang mengetahui tentang kecelakaan itu, kecuali jika dirimu sendiri yang membuka. Jadi tenanglah, dan cepat makan. Kau ingin kupanggilkan Afra?”
“Tidak, aku akan makan sendiri.” Jimin tersenyum, ia mengusap kepala Taehyung, beranjak dari tempatnya untuk mengambil obat di laci. Sejenak lelaki Moon itu terdiam, lalu menoleh pada Taehyung.
“Tapi Jim—” Jimin menatap Taehyung, berusaha mengunyah bubur yang sangat lembek itu. Tolong katakan pada ibunya jika ia sangat tidak menyukai bubur yang mirip dengan makanan bayi itu. Sungguh, sangat hambar sekali rasanya. Pasti itu hanya akal-akalah Jimin, supaya Taehyung mau makannya.
“Apa ada hal lain yang menganggu pikiranmu?” Baiklah, kali ini Taehyung tak bisa mengelak lagi. Jimin memang selalu mengerti dirinya, lelaki itu memiliki tingkat kepekaan yang tinggi di antara yang lain.
“Sebenarnya pikiranku sedang bercabang. “Akhir-akhir ini gadis El itu sering memasuki pikiranku. Aku tak tahu kenapa, tapi itu seringkali terjadi. Karena gadis yang ada dimimiku itu seperti dirinya.” Taehyung menyenderkan punggungnya di kepala ranjang sambil memejam. Menyuapkan sekali lagi sesendok bubur ke mulutnya. Jimin terkejut, tentu saja. Pasalnya, baru sekarang Taehyung mengungkapkan fakta tentang mimpinya itu.
“Bagaimana keadaanmu jika dia sedang ada di pikiranmu?” tanya Jimin, kali ini ia memilih duduk di samping Taehyung sambil membuka bungkus obat. Taehyung menegakkan badannya.
“Entahlah. Rasanya aneh. Seperti ada yang mengganjal, dan berdesir secara bersamaan.” Kunyahan demi kunyahan ia telan kembali secara perlahan.
“Jangan-jangan kau jatuh hati padanya.” Taehyung tersedak buburnya, sampai membuat matanya berair.
“Kau bilang apa, Jim? Aku bahkan baru mengenalnya.” Taehyung segera menyambar air putih, lalu meneguknya buru-buru. Jimin hanya geleng-geleng kepala.
“Aku bicara fakta. Kau lupa, aku mengenalmu, Shin. Kau pikir kau bisa membohongiku? Jangan harap, heh.” Taehyung melongo mendengar ucapan Jimin padanya yang terkesan mengejek. Sejak kapan Jimin sesinis itu, lelaki Shin itu bergidik.
“Bicaramu itu, Moon. Aku tak tahu kenapa aku seperti sekarang ini. Yang jelas, saat aku di dekatnya, aku merasa tenang, tapi saat dia jauh dari jangkauanku, aku merasa ada yang kurang, dan selalu terpikirkan olehnya.” Taehyung menunduk dalam, memainkan kuku-kuku jarinya yang lentik.
“Bicaramu itu, Shin, seakan-akan kau memilikinya saja. Kau tak seharusnya seperti itu,” sahut Jimin. Taehyung tersentak, benar juga perkataan sahabatnya, siapa dia hingga dirinya merasakan hal aneh itu, terakhir kali ia terpikirkan seorang gadis tidak sampai seperti itu.
Kini ganti Jimin yang bergerak gelisah di tempat duduknya, dan Taehyung menyadari itu, ia mengernyit melihat tingkah aneh Jimin.
“Kau kenama?”
“Apa? Oh, tidak, tidak apa-apa.” Jimin gelagapan sendiri, ia bingung saat Taehyung sudah mulai menaruh curiga begitu.
“Katakan ada apa?” Taehyung mendesak Jimin supaya lekas menyampaikan pemikirannya itu. Taehyung sangat tahu jika Jimin sedang menyembunyikan sesuatu darinya, maka ia terus mengorek apa yang sedang di tutupi oleh si pemuda Park.
“Perutmu akan sakit jika kau terus menahannya, ayo cepat katakan!”
“Bukan perut yang sakit, bodoh, tapi kepala, nanti bisa pusing.”
“Nah, itu kau tau, lalu tunggu apa lagi? Ck, kau ini!” Jimin hanya nyengir tak jelas menanggapi ucapan Taehyung. Pemuda bermata sipit itu masih bungkam, ragu untuk membuka mulutnya, ia menatap Taehyung sedikit gelagapan.
“Sebenarnya, aku—”
“Apa! Katakan, Jim.” Belum sempat Jimin menjawab, suara ketukan pintu mengalihkan keduanya. Betapa sumringahnya seorang Park Jimin saat suara itu menyelamatkan dirinya dari tatapan intimidasi Taehyung. Jimin tersenyum lebar menatap dongsaengnya berdiri di ambang pintu kamar Tahyung dengan muka bak anak kecil. Jungkook datang dengan membawa sebaskom buah-buahan yang sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil di tangannya.
“Hyung. Afra Noona menyuruhmu untuk memakan buah-buahan ini. Katanya kau harus menghabiskan semuanya, supaya kau cepat sembuh.”
“Heh? Kau bercanda? Kau pikir perutku perut karet, Jung? Dasar kelinci. Ayo sini, harus makan bersama. Kalau tidak, aku tidak mau!” sungutnya tak terima. Beruntung bubur yang diberikan ibunya tidak terlalu banyak, jadi ia masih bisa memasukkan buah-buahan itu ke perutnya.
“Itu hanya akal-akalanku saja, sih,” jawab Jungkook santai, Taehyung melotot tak percaya, sedangkan Jimin hanya terbahak di antara mereka. Gelak tawa diudarakan oleh kedua sahabatnya itu. Tak ada yang sadar jika di balik pintu yang tak tertup rapat, gadis bercadar biru tua sedang mencuri dengar percakapan garing mereka. Ada sedikit kelegaan pada diri Afra saat Jungkook tiba di sana tepat pada waktunya. Sekarang mungkin ia akan diam, tapi suatu saat nanti Afra pasti membuka apa yang seharusnya diketahui. Gadis itu hanya belum menemukan situasi yang tepat saja, padahal beberapa hal sudah berada pada dirinya, cukup menunggu waktu saja.
“Cetta-ya. Kuharap kau bersabar sedikit lagi, dan tolong—maafkan aku suatu hari nanti.”
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Meets Euphoria✔(Sudah Terbit)
FanficSudah terbit (Ver. Wattpad belum revisi) Pada dasarnya mereka memang berbeda. Dari awal, El tak pernah ingin bersitemu, mendengar namanya saja sudah membuatnya pening bukan main. Kim Taehyung, si Idol muda pun masih meragu dengan sendirinya, apa ia...