"Angin tak berhembus untuk menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji kekuatan akarnya."
-Ali bin Abi Tbalib-
🌳
Tangannya melambai-lambai. Senyum terpatri di wajahnya. Itu dia yang memikat semua orang. Senyum manisnya yang tampak begitu tulus.
“Yaish! Kenapa juga ingatannya tajam sekali sih?” gerutu El dalam hati. Gadis itu benar-benar tidak hAbis pikir. Di sana banyak sekali manusia, juga ada gadis lain yang memakai hijab seperti dirinya, termasuk sahabatnya, Rain, dan lelaki di hadapannya ini ingat dengannya bahkan namanya? Sekarang apa yang harus El lakukan? Takut? Berteriak?atau, Lari? Jangan konyol! Tapi itu juga sempat terpikirkan oleh El. Lari juga bukan hal yang buruk, mengingat ia juga harus segera sampai di rumah Rain. Jadi, kenapa tidak?
“Mianhae, jeongmall6 mianhae, aku harus pergi.”
“Mianhae hajima17. Tapi—Ya! Tunggu dulu.” Belum sempat lelaki itu menyelesaikan kalimatnya, sang gadis sudah berlalu begitu saja, tanpa menoleh.
“Aish! Aku kan masih ingin berbicara dengannya. Huh,” gerutunya kesal. Saat akan berbalik, netranya menangkap sebuah benda berbentuk persegi panjang berwarna hitam di atas paving. Ia mengambilnya.
“Ponsel?” Dahinya berkerut.
“Astaga. Ceroboh sekali gadis itu,” gumamnya sambil geleng-geleng.
“Bagaimana aku mengembalikan benda ini? Ah, dia pasti mencarinya, dan mungkin kita bisa bertemu lag,.” Monolognya. Lalu memasukkan ponsel itu ke saku jaketnya. Tak lupa ia menurunkan topi, hingga hampir menutup matanya, dan menarik masker ke atas hingga rapat.
Berjalan di sebuah taman yang belum sempat ia masuki bukanlah sesuatu yang buruk menurutnya. Ia jelajahi taman yang sudah membuatnya berdecak kagum sejak tadi. Dan ia ingat, sebelum masuk, jalannya terhenti karena insiden tabrak lari tadi. Oh bukan, bukan tabra lari juga, kenapa ia jadi dramatis seperti itu, dasar. Sempat lelah karena terus berjalan sejak tadi jadi ia putuskan untuk duduk di salah satu kursi. Kursi panjang bercat putih itu sepertinya baru saja di cat, tercium dari baunya itu, hingga membuat hidungnya sedikit mengendus bau tersebut.
Taehyung suka aroma cat. Dan aroma aneh lainnya, seperti spidol, minyak tanah, hingga bahan bakar minyak, seperti bensin atau semacamnya. Ia suka sekali. Ia merogoh sakunya, dan mengambil ponsel El tadi. Sedikit penasaran memang, tapi ia tidak seharusnya membuka yang bukan miliknya, tapi bagaimana lagi? Tingkat penasaran lelaki itu sudah meningkat. Lantas ia tekan tombol power.
“Menyala!” pekiknya senang. Ia tersenyum lebar. Tapi tidak berselang lama, senyumnya memudar setelah melihat screensaver ponsel itu. Entah kenapa, ia sedikit kecewa bahkan murung. Di masukkannya lagi ponsel itu ke saku, dengan sedikit menyentak. Lalu menghela napas panjang, guna menetralkan dirinya sendiri.
“Taehyung-ah!” teriak seseorang. Taehyung menoleh, lalu melambaikan tangannya ke udara.
“Dari mana saja kalian? Kenapa tidak menungguku?” ucap lelaki bermarga Shin yang sedari tadi duduk di kursi putih itu.
“Kami hanya jalan-jalan. Lagipula kau lama sekali beli es krim, padahal ini malam hari,” balas Jin.
“Kau kan juga sudah ada yang menjaga,” celetuk Jimin. Iya benar. Taehyung sebenarnya tidak sendiri sejak tadi, melainkan ada dua bodyguard yang setia membuntutinya dari belakang, untuk menjaga Taehyung tentunya. Tapi mereka tidak berjalan begitu dekat dengan Taehyung, lima meter di belakangnya adalah jarak yang cukup untuk menjaga Taehyung. Mereka juga melihat insiden tabrakan Taehyung dengan El tadi, tapi Taehyung mengisyaratkan untuk diam saat melihat keduanya akan beranjak ke tempatnya. Tak menimpali perkataan mereka, ia justru beralih pada Yoongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Meets Euphoria✔(Sudah Terbit)
FanfictionSudah terbit (Ver. Wattpad belum revisi) Pada dasarnya mereka memang berbeda. Dari awal, El tak pernah ingin bersitemu, mendengar namanya saja sudah membuatnya pening bukan main. Kim Taehyung, si Idol muda pun masih meragu dengan sendirinya, apa ia...