"Sedikit banyak, selalu kubertanya. Apa benar aku sudah melakukan yang terbaik. Aku tak ingin berharap lebih, apalagi terhadap manusia. Namun, aku percaya, Allahku takkan membiarkan itu. Dia tahu lautan mana yang harus kuselami."
🐬🐬🐬
Bagaimana perasaanmu jika tiba-tiba saja ada seseorang yang memintamu untuk dijadikan bagian dari hidupnya? Menjadikan prioritasnya setelah Tuhan, dan keluarganya? Menjadikan ratu dalam hidupnya? Mempercayaimu akan segala hal tentang dirinya yang selama ini ia tutup rapat? Itu lah yang sedang El alami saat ini. Ah, tidak, tapi lihatlah, siapa sangka justru gadis itu sudah memakai gaun putih penuh dengan manik-manik mutiara, khimarnya yang panjang tak kalah anggun dari gaun tersebut. Tak lupa satu mahkota kecil di kepalanya. Karena memang dasarnya El tak suka make up tebal-tebal, maka dari itu riasanya hanya terkesan natural, ia juga tak mau dipasang bulu mata palsu.
Semua sudah ia lakukan untuk meyakinkan hatinya, dan mungkin ini adalah jawaban dari Allah. Sekuat apapun mengelak, jika skenario Allah sudah ditentukan, maka manusia tak bisa menghindar. Tak ada yang tahu, apa yang akan terjadi hari esok, siapa jodoh kita, kapan kita akan berpulang, tak ada yang tahu, manusia hanya diperintah untuk selalu taat pada-Nya, menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat. Suara ketukan pintu terdengar, menyadarkan El dari lamunannya. Ah, ternyata itu adiknya, Al. Anak itu tersenyum di ambang pintu, sudah rapi dengan tuxedo biru dongkernya, ia melihat kakaknya dari kaca rias.
“Jangan terlalu banyak menangis, Kak. Aku tahu ini hari bahagiamu, hari yang kakak tunggu-tunggu kan? Oh, aku ingat bukankah kakak dulu pernah berkhayal menikah dengan seorang artis Korea Selatan, dan sekarang akhirnya terjadi, bukan?” Gadis itu melotot mendengarnya.
“Mulutmu itu, Al!” tegur El. Sedangkan Al hanya terkikik, setelah menggoda El, ia memandang kakaknya pun sebenarnya ingin menangis. Melihat sejauh ini El bertahan, juga menyembunyikan rasa sakitnya. Dan akhirnya gadis itu akan menjadi tanggung jawab orang lain setelah ini. Kakak iparnya.
' “Kak. Tolong setelah ini berbahagialah. Al yakin, Allah selalu menemani kakak setiap waktu, tolong jangan sakit, jika kakak sakit, maka Al akan lebih sakit lagi. Tolong kuatlah seperti kak El yang biasanya.” Al memegang tangan kakaknya. Yang seperti inilah yang kadang membuat El tak kuasa menahan diri untuk menitikkan air matanya. Ia balik memandang sang adik, air matanya sudah berada di ujung.
“Kakak tidak bisa berjanji Al. Karena bagaimanapun, sebuah tangis yang menghadirkan adalah Allah, gelegar tawa pun Allah yang ciptakan. Tak pantas jika kakak menolak. Ketika kakak sakit, Allah pula yang menghendaki, meskipun kakak tak menginginkan. Hanya satu yang kuinginkan, tolong jangan putus doa-doa terbaikmu untukku. Bagaimanapun doa adalah penghubung terbaik dari apapun di dunia ini.” Akhirnya liquid itu jatuh dari ujung matanya. El menangis, begitu pula dengan Al. Adiknya itu, mengusap air mata yang sudah turun di pipi El, lalu memeluknya erat.
“Sayang, jangan menangis.” tanpa mereka sadari, Umi sudah berjalan menghampiri mereka. Keduanya terisak, lalu merentangkan tangan, menerima pelukan sang ibu.
“Umi yakin, semua akan baik-baik saja. Kau gadis kuat. Berhentilah khawatir sayang,” Beliau tersenyum, sambil mengusap air mata kedua anaknya. Senyum kini menular dibibir Al dan El.
“Ijab Qobul akan segera dimulai. Mari berdoa, supaya Allah melancarkan semuanya.”
☘☘☘
Seberkas cahaya dari balik tirai sedikit mengganggu tidur lelapnya, hingga kedua netra itu terbuka dengan perlahan. Menguap kecil, lantas menyandarkan diri pada kepala ranjang luas itu.
“Jadi yang tadi itu hanya mimpi? Astaghfirullah,” gumamnya. Tapi kini El bingung, karena merasa tidak berada di kamarnya sendiri ketika membuka mata. Mengedarkan pandangan ke segala penjuru, bermaksud mengenali sekitar. Rupanya benar, ini bukanlah kamarnya, lantas kamar siapa yang ia tempati ini? Alarm kecemasan langsung berdering. Ia cukup bersyukur, karena hijabnya masih terpakai lengkap. Gadis itu segera bangun, kedua kakinya melangkah menuju pintu, dan tangannya mencoba meraih kenopnya. Bersyukur sekali lagi karena pintu itu tidak terkunci, berarti ia berada pada tempat yang aman. Tidak mungkin kan, ia diculik?
Ia menuruni tangga yang tampak tak asing baginya. Kepalanya menunduk, kedua kakinya masih memakai kaus kaki lengkap. Setelah sampai di anak tangga bawah, ia dikejutkan dengan keberadaan seorang gadis bercadar yang menoleh padanya.
“Kau sudah merasa baik, El? Apa masih pusing?” tanyanya pada si gadis El. El sendiri masih belum merespon, ia bingung, memangnya apa yang terjadi padanya? Dan seperti mengerti akan respon El, Afra kembali berkata.
“Kau tadi mengeluh pusing setelah acara ijab qobulmu. Dan tiba-tiba pingsan, sebelum sesi foto-foto. Aku ingin membawamu ke rumah sakit, tapi kata Abimu, itu tidak perlu, kau hanya kelelahan saja. Jadi beliau menyuruh kami membawamu pulang.” El mengernyit.
“Kami? Siapa, Kak? Dan kenapa tidak ke rumah Abi?”
“Oh, itu aku dan Cetta. “ El melotot. Jadi yang membawanya ke sini Taehyung?
“Tadinya kami akan membawamu kerumahmu. Tapi Taehyung bersikeras membawamu ke sini, jadi aku hanya bisa setuju saja. Kau sudah bagian dari kami El.” Afra tampak tersenyum, kedua matanya menyipit. Pantas saja ia merasa asing dengan kamar tadi, namun ia mengenali tangga itu, ternyata El pernah ke rumah ini sebelumnya. Ia memegangi keningnya yang tiba-tiba berkedut.
“Kenapa? Kau pusing lagi? Ayo kuantar ke kamar. Kau harus istirahat, El.” ucap Afra, gadis itu mendekati El, bermaksud membantu menuntunnya. Namun El menggeleng.
“Tidak apa kak. Aku—hanya sedikit terkejut saja tadi. La—lalu, siapa yang membawaku ke atas sana, jika aku pingsan kak?”
“Suamimu, tentu saja.”
“Apa?!”
“Maksudku Taehyung, apa kau sudah lupa dengannya. Hey, kalian belum genap sehari menikah, masa sudah lupa saja.” Afra terkekeh, bermaksud menggoda adik iparnya itu. El melongo, sejak kapan Afra sejahil itu? Ah, apa ia saja yang belum mengenal gadis ini? Jadi ia benar-benar sudah menikah?
“Kakak ke kamar dulu. Ah, iya, di meja sudah ada makanan, El. Kau makanlah dulu, jangan sampai perutmu sakit. Bukan hanya kakak yang akan khawatir, tapi Taehyung juga.”
“Ap—”
“Dan lagi, kalau sudah rindu Cetta. Tenang saja, dia ada di taman belakang. Hehe,” ucapnya lalu melenggang pergi ke kamarnya. Ya Tuhan. Apa-apaan itu? Rindu katanya? Sungguh tambah pusing. Dan apa? Sudah menikah? Sah? Sungguh? Bukankah itu hanya mimpi? Kenapa ia jadi seperti berhalusinasi saja. Jadi yang kemarin itu dia benar sudah menikah? Oh, God! Belum reda rasa keterkejutannya, ia sudah dikagetkan lagi oleh suara husky dari balik punggunggnya.
“Assalamualaikum—”
El terperanjat, lalu berbalik, matanya membelalak, di sana berdiri seorang pemuda berkulit tan, dengan kaos hitam lengan pendek, dan celana trraining, rambutnya sedikit ikal, dan hampir menutupi kedua matanya. Lalu tak lama, salam yang tergantung tadi ia lanjutkan dengan sebuah kata, yang seketika membuat jantung El serasa ingin lompat dari tempatnya, hiperbola.
“Istriku?”
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Meets Euphoria✔(Sudah Terbit)
FanfictionSudah terbit (Ver. Wattpad belum revisi) Pada dasarnya mereka memang berbeda. Dari awal, El tak pernah ingin bersitemu, mendengar namanya saja sudah membuatnya pening bukan main. Kim Taehyung, si Idol muda pun masih meragu dengan sendirinya, apa ia...