"Jadi, apa aku bisa berdamai dengannya? Apa aku bisa baik-baik saja saat bertemu dengannya? Akan kucoba, aku tahu Allahku
Barangkali El masih terlalu nyenyak dalam tidurnya, hingga ia seperti merasakan berada dalam dunia lain, yang tak lebih dari dunia mimpi saja. Ia bangkit dari tidurnya, tak tahu di mana dirinya berada maka ia melangkah untuk mencari pencahayaan dari gelapnya ruangan luas itu. Kakinya terus melangkah, netranya sedikit menyipit saat menemukan cahaya yang memancar di hadapannya. Sedikit berlari hingga ia benar-benar berada di lapangan luas yang sangat terang. Sepertinya terlalu indah jika hanya di sebut sebagai lapangan, El bisa menebak jika ia sekarang berada di sebuah taman.
Kedua matanya melihat ke segala arah, tak menemukan siapapun, hingga seekor kucing berbulu hitam bercampur putih berjalan melewatinya, bulunya sempat menyenggol gaun El yang membuatnya tersadar, dan mengikuti ke mana kucing itu berlalu, barangkali ia menemukan sesuatu nanti. Kucing itu ternyata menghampiri sebuah kursi panjang dibawah pohon rindang. Hewan lucu itu melompat dan meringkuk di sana, tapi yang membuat El seketika berhenti melangkah adalah keberadaan seseorang yang tengah mengelus si hitam-putih itu. Ia merasa sangat mengenal siapa sosok itu, dan benar sekali, setelah gadis lain di sana menoleh, El membeku, di sana, sahabatnya tengah tersenyum lembut ke arahnya. Bukan Rain, melainkan Rey, sahabat yang sudah lama menginggalkannya.
El segera berlari, dan menghambur ke pelukannya. Rindu itu sangat menyakitkan baginya, El terisak di sana. Baginya, Rey adalah salah satu yang berharga yang di milikinya. Rey tersenyum sambil mengelus punggungnya, sebelum akhirnya melepaskan pelukan hangat itu, Rey menatap El lembut.
“Rey, aku sungguh merindukanmu. Bisakah kita bersama lagi. Aku tak bisa sendiri tanpa sahabatku ini, kumohon.” El berkaca-kaca. Gadis itu memegang erat-erat tangan Rey. Gadis itu diam, dan menggeleng lirih, seolah yang dikatakan El adalah kesalahan. Ia mengusap lembut air mata El. Tangannya perlahan mengambil sesuatu di balik punggungnya, sebuah kertas yang menampilkan potret diri dua orang manusia. Rey meletakkannya di tangan El yang masih bergetar dan kebingungan.
“A-apa ini Rey?” Yang ditanya tak menjawab, ia justru melepaskan genggaman mereka, dan perlahan berjalan mundur bersama si hewan berbuku lagi, tak tertinggal senyum indah gadis berhijab putih itu menyertainya. El mengernyit, ia tidak mau lagi ditinggalkan. Ia berniat berlari mengejar Rey.
“Rey, kau mau ke mana?”
“Rey, kembali.” Keringat dingin bercucuran dipelipisnya.
“Kubilang kembali Rey!” teriaknya sekali lagi.
“REY!”
“El! El bangun. EL MAUZA!” El tersentak dan terbangun dari mimpinya. Matanya membulat sempurna, tubuhnya bergetar dengan peluh yang memenuhinya. Napasnya tak beraturan. Ia mendongak dan menemukan Rain yang sangat khawatir, ada bekas air mata di pipi gadis Cendhani itu.
“Akhirnya kau bangun juga El. Maafkan aku.” Rain segera menarik El dalam rengkuhannya. Ia takut, sangat takut ketika El kembali kesakitan, itu sama saja membuat dirinya sakit. Bagaimanapun Rain sudah menganggab El sebagai saudarinya sendiri. El masih semakin terisak, ia memeluk Rain erat seperti takut dilepaskan lagi. Cukup Rey saja yang melepaskannya, tapintidaknuntuk Rain, El masih ingin bersamanya. Rain mengusap pelan punggung El supaya gadis itu bisa berhenti menangis.
“Sudah, tenanglah, aku di sini bersamamu El. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.” Ya, meskipun ia memiliki masalah juga, ia tak mungkin membiarkan sahabatnya terus mengelurakan air mata.
“Maafkan aku tak bisa menjagamu, dan meninggalkanmu kemarin.” El lantas menggeleng menanggapi ucapan Rain. Baginya itu bukan salah Rain, El hanya belum bisa mengontrol dirinya sendiri.
“Tidak. Ini bukan salahmu. Aku hanya belum siap dengan semua ini,” ucap El setelah melepaskan pelukannya.
“Baiklah, sekarang ku harus makan, dan minum obatmu. Tensimu turur lagi, kau harus banyak makan sayur El. Bisa-bisanya wajah cantikmu ini sampai pucat. Aku tak akan membiarkannya. Ayo makan.” Rain membalik badannya untuk mengambil nampan di meja. Menyuapi El dengan telaten, setelah selesai makan dan meminum obatnya, gadis itu kembali nerbaring karena pusing marih ia rasakan meskipun tak separah kemarin.
“Kau—ingin sesuatu? Akan aku carikan,” tanya Rain meneliti wajah pucat sahabatnya. El menggeleng.
“Aku tidak ingin apapun.” jawabnya lirih. Rain tahu El masih memikirkan tentang postingan kemarin. Tapi Rain juga tahu jika gadis itu masih belum siap untuk bercerita.
“El. Aku tahu kau memikirkan sesuatu. Jika kau belum siap berbagi denganku, maka setidaknya kau bisa bercerita pada Allah. Dia pasti mendengarkanmu tanpa syarat, Dia yang akan menyelesaikan semuanya, jangan lupakan bahwa Allah juga yang sudah mengatur apa yang sudah terjadi, maka Dia juga yang akan memberikan titik keluarnya, percayalah El. Kau tak selemah itu, kau tahu apa yang harus kau lakukan.” Ya, Rain benar, semua sudah diatur oleh Allah. Tuhannya tak akan membiarkannya terpuruk begitu saja. Ia hanya diuji seiring ia melangkah. Takdir sudah ditetapkan, manusia harus siap menjalaninya dengan tanpa protes. Lalu apa bisa El berjalan dengan tenang? Ya Tuhan. El menghela napas panjang, ia menatap langit-langit, lalu memejam perlahan.
“Kau tahu, Rain? Dia menemuiku di alam bawah sadarku. Pelukannya masih terasa hangat, wajahnya juga semakin berseri. Aku tahu Allah pasti sangat menyayanginya. Hanya satu yang aku tak mengerti. Dia memberiku sebuat foto. Dan aku sangat mengenal siapa mereka.” Rain adalah pendengar yang baik. Ia masih belum mengelurakan suara, berpikir jika El masih akan meneruskan ceritanya.
“Dia seakan berkata bahwa Rey sudah memafkan semuanya dengan senyumannya. Dia juga melambai padaku seakan semua sudah selesai. Apa artinya itu, Rain? Apa yang harus aku lakukan?” tanyanya pasrah, tangan kanannya perlahan meremat dadanya yang terasa sesak. Ia menggigit bibirnya untuk melawan tangisan yang seakan ingin meledak. Rain mengulurkan tangan guna menjangkau tangan El. Tak tega melihatnya seperti itu. Ia turut meneteskan air mata, namun segera ia usap.
“Kau tahu? Barangkali mimpi adalah sebuah pertanda El. Aku tak tahu apa-apa. Tapi apa kau bisa mengartikan mimpimu itu? Menurutku itu adalah sebuah petunjuk yang memang sudah seharusnya kau ketahui. Bukankan ia ingin semua selesai? Ia ingin kau memafkan untuk peristiwa lalu. Kau harus mengikhlaskannya El.” Apa benar begitu? Apa itu artinya ia akan berdamai dengan seseorang itu, dan jujur atas tindakannya selama ini? Ia takut jika itu hanya akan memperkeruh keadaan.
“Aku—tidak mengerti. Tapi akan aku renungkan, aku akan belajar untuk ikhlas tanpa terbebani.” Rain mengangguk antusias. Ini yang ia tunggu-tunggu sejak dulu.
“Dan untuk postingan seseorang kemarin, aku harus bagaimana Rain?” El menatap Rain sendu, dan itu cukup untuk membuat Rain kembali menunduk lesu, ia menghela napas gusar.
“Aku pun tak tahu El. Tadi seorang perempuan datang kemari, ia menjengukmu, tapi kau belum sadar dari pingsanmu, akhirnya dia pulang lagi.” El mengernyit bingung.
“Siapa Rain? Apa dia mengatakan sesuatu? Atau ia meninggalkan pesan untukku?” tanya El, Rain mengangguk, dan memberikan sebuah amplop padanya. El menerimanya, ia langsung membuka dan membaca isinya.
'Assalamualaikum.
El ini Kak Afra. Maaf memberimu surat alih-alih mengirimmu pesan. Kakak hanya berpikir kau tak sempat mengecek ponselmu. Kakak harap kau segera pulih El. Kakak tahu kau tengah kesulitan saat ini. Tapi pesan kakak, kau jangan kemana-mana dulu sebelum agensi memberimu kabar yang akan menindaklanjuti rumor kemarin.
Kakak harap kau tenang dan jangan gegabah jika ada media yang mengetahui identitasmu. Kakak akan berusaha untuk kita, aku, kau dan Cetta. Berdoalah El, semoga semua ini lekas selesai dan kau, juga Cetta akan baik-baik saja. Itu saja pesan kakak. Syafakillah ukhty.
Wassalamualaikum.'
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Meets Euphoria✔(Sudah Terbit)
FanfictionSudah terbit (Ver. Wattpad belum revisi) Pada dasarnya mereka memang berbeda. Dari awal, El tak pernah ingin bersitemu, mendengar namanya saja sudah membuatnya pening bukan main. Kim Taehyung, si Idol muda pun masih meragu dengan sendirinya, apa ia...