Acceptance and forgiveness

7.5K 379 4
                                    

Setiap sudut ruang tengah kacau. Hanya sebuah meja yang di balik oleh Archer. Tapi pecahannya mencapai semua sudut ruangan. Belum lagi yang terjebak di karpet. Alix menatap semua kekacauan itu, dia sudah pernah melihatnya meski tidak sering, anger Archer jarang sekali muncul. Anger itu hanya keluar bila dia sangat terganggu. Tapi ini lebih dari anger.

Sebuah cangkir teh tergeletak di lantai, gagangnya hancur. Tapi bagian yang lain masih utuh dan cantik. Alix berharap majikannya seperti cangkir yang dipegangnya, meski ada yang hancur, bagian yang lain masih utuh, bisa diselamatkan.

"Mari kita bersihkan." Ajak Alix kepada Bianca dan pelayan yang lain.

"Apa yang terjadi...?" Tanya Bianca.

"Majikan kita sedang kesal." Jawab Alix.

"Kenapa sampai sekacau ini...?" Tanya pelayan yang lain.

"Mari kita bersihkan saja." Jawab Alix.

"Aku mendengar samar-samar, seperti tidak ada masalah, tapi kenapa tuan Archer bisa semarah ini?" Tanya pelayan itu.

Alix menarik napas panjang. "Bila kau merasa itu bukan urusanmu, tidak perlu kau dengarkan. Dan tidak perlu kau tanyakan apa dan kenapa. Kau disini tidak digaji untuk menggosipkan mereka." Jawab Alix tegas.

Bianca tidak berani menyahut. Para pelayan seketika diam, Alix memang sangat tegas. Dia juga punya kuasa mempekerjakan dan memecat semua pelayan yang bekerja disitu. Sebaiknya jangan mencari gara-gara dengan Alix.

"Alix...help me...!" Teriakan Nyonya besar.

Alix segera berlari menghampirinya. Majikannya berdiri di tengah kamar mandi yang luas, kondisi kamar mandi itu lebih berantakan dari pada ruangan di bawah. Rupanya dia melanjutkan kemarahannya disini. Darah menetes dari ujung jari tangan kanannya, lengan kirinya, juga pelipis kepalanya. Dia hanya diam ditengah ruangan, tangannya terlihat bergetar.

"Call 911 please...!" Perintah Gracia sambil berusaha melewati segala kekacauan itu.

"Tidak ada 911 nyonya, kita yang akan membereskannya." Kata Alix.

Wanita ini sudah hapal.

***

Marion, sampai kapan kau akan mengganggu kami. Keluh Gracia.
Pengobatan suaminya sudah berjalan baik, hanya beberapa treatment lagi dan dia akan baik-baik saja. "Tenangkan dirimu. Aku mengerti perasaanmu, tapi jangan begini." Kata Gracia.

"Aku tidak bisa mengendalikannya." Jawab Archer serak.

"Kenapa yang keluar malah anger?" Keluh Gracia.

"Aku tidak tahu." Jawab Archer.

"Setidaknya jangan lukai dirimu sendiri." Kata Gracia.

"Tapi aku merasa lebih baik setelah itu." Jawab Archer pelan.

"Lebih baik? Dengan sedikit robekan di lengan, pelipis, dan pecahan kaca di punggung tanganmu? Ini tidak baik sayang." Kata Gracia.

"Rasanya lebih menyenangkan memindahkan sakit yang ada di hatimu ke tubuhmu." Jawab Archer.

"Pupil matamu tidak terlihat bagus, denyut nadimu masih meningkat, telapak tanganmu berkeringat dan dingin. Jangan begini lagi sayang." Kata Gracia

Darah sudah berhenti mengalir, tapi pecahan kaca masih ada yang menempel di punggung tangan. Gracia memeriksa dengan teliti, apakah pecahan itu ada yang merusak pembuluh darah atau pun bagian yang vital lainnya.

"Jangan menakuti aku lagi sayang." Kata Gracia sambil memegang pinset.

"Maaf, aku hanya tidak bisa mengendalikannya." Jawab Archer.

I call it loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang