6. love seeds

10K 572 3
                                    

"Tiati," pesan Gracia kepada asistennya.

"Beres Dok, ya kan anda juga kudu ati-ati," balas asistennya yang menyalakan motor.

"Rumahku tinggal ngesot ati-ati apanya?" protes Gracia.

Dua asisten itu hanya tertawa sebelum helm itu terpasang di kepala. Memang terkadang bosnya ini agak lucu kalau bicara, ceplas-ceplosnya itu mengundang tawa. Itulah kenapa banyak anak kecil yang nyaman berada di tangannya, memang dia dewasa tapi kepolosannya itu terkadang membuatnya terlihat kekanakan.

Gracia mengunci pintu ruang prakteknya ketika smartphone-nya bergetar. Biarlah sampai rumah saja bacanya, Gracia ingin cepat sampai rumah. Dia mengayun langkahnya lebih cepat dan benda itu bergetar lagi. Siapa itu kenapa tidak sabaran sekali. Berjalan dengan smartphone di tangan dan mata menghadap layar akan bahaya, kalau kesandung dan nyungsep bagaimana.

Sesampainya di rumah, Gracia menjatuhkan dirinya di atas sofa kelabu diruang tengah, dia mengambil smartphone-nya. Siapa itu yang menelpon dan mengirim pesan seperti orang gila. Meta jelas tidak mungkin, jam seperti ini dia masih sibuk sedangkan Rio tak mungkin juga seambisius ini. Gracia terhenyak, pesan dari Archer.

[besok mau dijemput jam berapa?]

[Kamu sudah tidur?]

Bukankah itu terlihat manis? Tentu saja. Bagi jomblo berkarat macam dirinya, perhatian seperti ini sukses membuat salah tingkah hingga malu sendiri. Apalagi, orang itu termasuk dalam kategori plus - plus. Wajah dan tubuh itu, ah kenapa Gracia memikirkan fisik, bukankah yang terpenting itu adalah hati?

Yang pasti pria itu tidak terlihat jahat, dia cenderung manis dan kalem. Kemana saja dia bersembunyi selama ini, dikiranya makhluk sempurna seperti itu hanyalah tokoh dalam film. Rupanya masih ada yang tersisa juga di dunia nyata, pipi Gracia kembali bersemi merah. Meski merutuki diri karena merasa seperti orang bodoh, tapi rasa yang membuat di hati ini dia begitu menikmatinya.

Belum sempat Gracia membalas, smartphone-ya berdering lagi. Ya Tuhan apakah orang ini tidak kenal dengan kata 'menunggu'. Memang Gracia senang tapi juga kesal, orang yang seenak udel, semaunya sendiri ini memang keterlaluan. Awas saja, untung ganteng.

"Halo," jawabnya.

"Aku kira kamu sudah tidur." Archer dengan riang berkata.

"Aku baru pulang." Gracia menghela napas, lelah.

"Kamu sudah makan?" tanya Archer.

"Tentu saja, jam berapa ini, memang kamu mau ngajak makan malam?" goda Gracia.

"Kalau kamu mau." Archer menjawab serius, memang sudah malam tapi kenapa tidak.

"Ah no thanks. Aku dengar kamu harus menemui dokter malam ini, kamu sakit?" tanya Gracia berusaha mengorek.

Hening, pertanyaan itu tak segera menemukan jawaban. Padahal hanya pertanyaan ringan saja sekedar basa-basi, apa ada yang salah dari itu. Sudahlah peduli apa, kalau salah ya tinggal minta maaf saja nantinya.

"No, I'm fine," jawab Archer pelan.

"Trus? Kenapa harus dikunjungi dokter kalo kamu baik-baik saja?" tanya Gracia mengejar.

"I don't know, mereka orang-orang kurang kerjaan." Archer berkilah, mana mungkin dia memberitahu yang sebenarnya.

"Heh, la emang mereka kesana ngapain?" tanya Gracia kesal, kurang kerjaan katanya.

"Mereka kesini cuma membuat tubuhku berlubang, terus pergi. Berhenti bertanya tentangku, bisa kita ngomongin kamu saja? Kamu cantik hari ini." Archer mengalihkan pembicaraan.

"Degggggg ... !" jantungnya yang cuma sebiji serasa jatuh berhamburan.
Mau ngomong apa lagi ya Tuhan, belum pernah dia segugup ini. Gracia memeluk bonekanya dan merangkul halu.

"Gracia ... are you there?" tanya Archer.

"Ya Archer." Gracia menjawab cepat menutupi girang.

"Besok aku ingin bersamamu lebih lama, tidak ada masalah kan?" tanya Archer polos.

Ya bukan masalah ganteng, rasanya hampir saja Gracia meneriakkan itu sebelum akhirnya otaknya bekerja dan meralat semuanya sebelum keluar dari mulutnya. Jomblo ya jomblo tapi ya jangan murahan, nanti malah terlihat kalau tidak laku. Bagaimana sih itu, begini juga dia punya harga diri.

"Gracia, are you there?" tanya Archer cemas.

"Ya ... ya masih di sini," gelagapan Gracia menjawab. Hatinya terasa hangat, pipinya bersemu merah.

"Aku pikir kamu pergi," kata Archer.

"Apakah aku benar-benar jatuh cinta? Jangan saja cuma kepedean dan halu, tapi dia sepertinya serius. Ah kenapa kepalaku jadi pusing. Kenapa besok terasa lama sekali, tapi ehhh, kalo Archer bertanya dia kerja dimana, bagian apa, aku harus jawab apa," batin Gracia

"Nope, I'm still here," jawabnya.

Gracia memejamkan mata, hatinya sedikit gundah. dipikir besok ajalah, malam ini mau tidur dengan nyenyak. Tak usah halu terlalu tinggi nanti kalau jatuh remuk. Hidup bukan seperti kisah Cinderella, bukan pula tokoh utama sinetron. Tak perlu berharap banyak.

Archer sudah menutup telponnya, menyisakan banyak rasa pada hati Gracia yang sudah terlalu banyak menelan halu hari ini. Dengan gelar jomblo yang melekat bertahun ini bukan hal yang berlebihan bila dia terlalu banyak berharap meski tak ingin.

Benda itu kembali bergetar.

[good night Gracia]

Archer meletakkan hp nya, kenapa besok lama sekali. Dia tidak sabar ingin bertemu gadis itu. Dia memang berbeda, ketika menggerutu dia terlihat semakin menggemaskan, hari-harinya di sini akan menyenangkan, dia punya orang yang akan dia ganggu setiap hari selama tinggal di sini.

Archer merebahkan tubuhnya, lengannya sedikit nyeri, ahh para dokter sialan itu, apa mereka tidak paham kalau tubuh ini aset pentingnya dalam pekerjaannya sebagai model, seenaknya saja mereka menusukinya.

I call it loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang