Dua Belas - Simbiosis Mutualisme

1K 113 70
                                    

Tak berbeda jauh dari kehidupannya di Jakarta, di Bogor juga Shani kembali mengurung diri di Kamarnya. Sepanjang hari yang ia kerjakan adalah mencoba menghubungi Gracia padahal sudah jelas nomornya sudah diblok oleh Gracia. Begitupun puluhan pesan yang ia kirimkan untuk Gracia, tak ada yang terkirim satupun.

Kehidupan Shani kini benar-benar berantakan, urutannya sebagai atlet berkuda semakin menurun bahkan kini sudah berada di angka 102. Benar-benar prestasi terburuknya sepanjang hidup. Tapi Shani tetap tak mau mengikuti semua pertandingan. Jangankan bertanding, berlatih bersama kudanya saja ia sudah tak mau. Terlebih kondisi Virendrs yang sudah tak memungkinkan sejak patah kaki yang dialaminya semakin menambah keterpurukan Shani. Sementara berita kedekatan Gracia dengan Abindito semakin lama semakin merebak. Foto-foto Abin tengah mencium pipi Gracia tersebar luas.

"Aku pusing banget Ya ngurusin dia" Cindy yang baru saja mengantar makanan untuk Shani lewat jendela langsung mengeluh pada Aya.

"Ini kita seminggu disini dia beneran ga keluar kamar Cin, apa ga bosen dia? Beneran ga kena matahari loh hidupnya itu kamar aja jendela sama gordennya ditutup begitu.

"Makanya Ya, pusing kan liatnya. Mana tagihan credit card dia tiap bulan gede banget ya Tuhan pusing. Bisnis dia juga sekarang ga ada yang kontrol"

Di tengah obrolan mereka tiba-tiba terdengar suara teriakan Shani juga suara suatu benda yang seperti dibanting. Cindy dan Aya langsung berlari ke luar rumah dan menuju jendela kamar Shani, mereka mencoba mengintip apa yang terjadi disana. Ternyata Shani melemparkan TV yang ada di kamarnya. Membuat Cindy semakin sakit kepala melihat tingkah kakanya itu.

"Sumpah aku yang gila lama-lama liat kaya gini terus" Cindy menjambak rambutnya sendiri hingga membuat Aya sedih sendiri melihatnya.

"Tenang Cin, aku pasti bantu kamu. Bentar" Aya mencoba mencongkel jendela Shani yang ternyata tidak dikunci.

"Ngapain Aya?"

"Udah pokoknya aku pasti bantuin kamu" Aya berhasil membuka jendela itu terbuka, ia langsung memanjat tembok dengan bertumpu pada jendela kamar Shani yang sudah terbuka.

"Aya hati-hati" Cindy yang melihatnya ngeri sendiri, Aya sudah macam atlet akrobatik.

"Taraaaaa" Aya tiba-tiba mengagetkan Shani ketika ia tiba-tiba ada di kamarnya.

"Heh! Cewe gila ya, ngapain lo disini? Lo lewat mana sih?"

"Tuh" Aya menunjuk jendela dengan dagunya.

"Udah kaya maling ya lo beneran, mau ngapain sih?"

"Shani Shani, ini kamar udah beneran pengap banget ya ternyata. Ya gimana ga pengap tiap hari ga kena matahari" Aya dengan lancangnya membuka gorden kamar itu dan membuka jendela-jendelanya.

Kamar Shani yang semula gelap dan pengap kita menjadi terang, udara pagi yang sangat segar di luar masuk ke setiap sudut ruangan yang selama seminggu ini tertutup rapat.

"Coba hirup nafas, enak kan?" Aya mendekat pada Shani dan mencoba meyakinkan bahwa udara yang ada sekarang lebih sehat.

"Bodo amat"

"Amat bodo sih ini tv ngapain dibanting coba sayang banget" Aya langsung mengangkat TV yang baru saja dibanting Shani.

"Ngapain sih lo?"

Shani benar-benar bingung melihat tingkah Aya yang kini malah sibuk membereskan kamar Shani. Aya dengan telaten merapikan semua baju Shani yang berserakan. Juga memasukan sampah-sampah rokok dan botol beer ke dalam satu kantong besar.

"Kamar udah kaya tempat pembuangan sampah ya"

"Rajin amat sih ngapain diberesin"

"Kebersihan sebagian dari iman soalnya"

Sweet, Speed and StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang