Dua Puluh Lima - Broken Vow

1.1K 128 159
                                    

Sudah beberapa hari Shani berada di Jakarta dan Aya masih tidak bisa ia hubungi. Shani setiap hari berusaha menghubungi Aya namun hasilnya nihil. Ia juga sudah mencoba menghubungi orang tua Aya namun tetap Aya tak ingin berbicara dengannya. Sejujurnya hal ini benar-benar membuat Shani bingung dan terus merasa bersalah.

Shani V. Natio
Ay, gimana kabar kamu disana? Kapan kamu mau ngomong sama aku lagi? Aku kangen kamu, Aya. Aku ga akan pernah bosen sampein ini ke kamu, aku minta maaf.

Shani melemparkan ponselnya ke kasur, tak ada Aya di sampingnya benar-benar membuatnya merasa sepi. Ia sudah terbiasa dengan hadirnya Aya di rumah ini, bahkan dalam bayangannya ia dan Aya seharusnya akan menikah dalam waktu dekat dan tinggal berdua di rumah ini. Tapi kini semuanya berantakan hanya karena Shani yang tak mampu menahan nafsunya sendiri.

Sesungguhnya Shani juga memaklumi kemarahan Aya hingga seperti ini. Shani sudah merusak apa yang Aya jaga selama ini, perempuan sepolos dan rajin beribadah seperti Aya pasti akan merasa sangat bersalah dan terpukul setelah apa yang dialaminya itu.

"Lo bodoh Shani" Shani menghela nafas lalu menyalakan rokoknya. Kepalanya sudah benar-benar mumet sekarang. Kini bahkan Shani kembali seperti saat itu, menutup rapat kamarnya hingga tak ada cahaya yang masuk kesana.

Sementara itu di tempat lain, Aya masih mengurung diri di kamarnya. Perasaan bersalah dan merasa hina itu masih menempel kuat pada dirinya. Ia benar-benar mengutuk dirinya sendiri yang telah berani melakukan hal gila itu. Kesucian dirinya yang selama ini selalu ia jaga hancur berantakan hanya dalam hitungan jam.

"Ay, Ibu boleh masuk ga?"

"Ada apa Bu?

"Kamu belum makan, Ibu suapin ya sekalian kita ngobrol" Aya sesungguhnya malah untuk berbicara dengan siapapun, tapi ia juga tak enak menolak Ibunya terus menerus.

"Masuk aja Bu" Pintu kamar itu akhirnya terbuka dan Ibu masuk dengan membawa makanan dan minuman di atas nampan.

"Kamu ini ga keluar kamar dari kemarin, apa ga bosen Aya?"

"Engga Bu, lagi ga enak badan"

"Ke Dokter yu Nak"

"Emmmh ga usah Bu, udah mendingan ko" Aya kembali menyandarkan tubuhnya di kasur.

"Makan ya, Ibu suapin" Ibu duduk di tepain kasur dan langsung menyendok makanan yang ia bawa.

"Makasih Bu" ucap Aya ketika sang Ibu menyuapinya.

"Iya, kamu ini ada apa sebenernya sama Shani? Bertengkar?"

"Kenapa memangnya Bu?"

"Shani telponin Ibu tiap hari nanyain kabar kamu, minta fotoin tiap hari. Dia khawatir banget sepertinya Nak, kamu ini kenapa sebenernya?"

"Gapapa Bu, udah birin aja Shaninya"

"Loh ko gitu? Jangan begitu, ada masalah itu ya diselesaikan masalahnya toh Nak, bukan hubungannya. Apalagi dijauhi orangnya seperti ini, setiap masalah akan ada solusinya Nak"

"Sebesar apapun masalahnya Bu?"

"Kamu ini ko kaya ga percaya Tuhan, ada Tuhan Nak yang akan selalu bantu kamu" mendengar Ibunya menyebutkan Tuhan, Aya kembali menangis. Perasaan berdosa semakin menancap kuat di hatinya.

"Ko nangis? Kenapa Nak?"

"Gapapa Bu, maafin Aya ya Bu" Aya langsung memeluk Ibunya seraya terisak. Meskipun bingung dengan sikap anaknya, Ibu tetap membalas pelukan Aya dan mengelus punggung anak semata wayangnya itu dengan lembut.

Sweet, Speed and StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang