Hari ini Shani terbangun lebih awal dari biasanya, ia melirik jam di meja dan ternyata masih menunjukan pukul 05.20. Akibat Aya yang sudah mulai berisik setiap subuh, biasanya memang di jam-jam seperti ini Shani akan mulai terbangun namun kemudian ia akan kembali memejamkan matanya. Tapi hari ini entah kenapa suara Aya benar-benar tak terdengar sama sekali, rumahnya masih sepi. Setelah ciuman semalam bersama Aya memang membuat mereka sedikit kaku, terutama Aya yang memang baru merasakan ciuman pertamanya. Bahkan hingga beberapa hari berlalu, Aya masih tetap terlihat malu-malu.
"Si Aya kemana ya" Shani akhirnya penasaran dan langsung keluar dari kamarnya, ia menyalakan lampu rumahnya yang belum dinyalakan oleh si Bibi. Artinya Aya juga memang belum terbangun.
"Aaaaay... Ayaaa" Shani mengetuk pintu kamar Aya namun tetap tak ada jawaban disana.
"Ayaaaaaa" kini Shani bahkan memanggilnya menggunakan nada dan Aya tetap tak menjawab hingga akhirnya Shani terpaksa membuka kamar itu pelan-pelan.
Aya ternyata masih tertidur di atas kasurnya, benar-benar tak seperti biasanya. Shani akhirnya memberanikan diri masuk setelah memastikan aman, Aya tidur dengan baju piyama birunya dan tubuh yang tertutup selimut. Hujan memang turun sedari malam hingga pagi ini, mungkin ini juga yang membuat Aya tertidur pulas.
"Ay" Shani duduk di pinggiran kasur dan mengelus lembut rambut Aya yang terurai. Ketika tertidur dan tidak bertingkah Aya benar-benar terlihat tenang.
"Hemmm" Aya akhirnya terbangun, ia membuka matanya perlahan dan cukup terkejut melihat Shani sudah duduk di dekatnya dan menatapnya.
"Ko belum bangun tumben? Kamu ga shalat?"
"Eh astagfirullah, jam berapa ini?"
"Setengah enam"
"Ko aku ga kebangun ya sama alarm"
"Ay bentar deh, badan kamu panas. Sakit?"
"Agak pusing sih, lemes"
"Yaudah kamu tidur lagi deh, maaf aku bangunin"
"Aku mah shalat dulu, makasih udah bangunin ya" Aya tersenyum seraya mengelus pipi Shani dengan lembut. Benar-benar seperti bukan Aya yang biasa Shani kenal, apa yang Aya lakukan mampu memuat Shani terdiam seperti anak SMA yang baru disentuh lawan jenisnya. Melihat senyum Aya ketika bangun tidur benar-benar membuatnya lemah.
"Kamu ga akan ikut shalat Shan?"
"Hah?" Shani yang masih duduk di tempat tidur langsung terkejut.
"Iya, coba-coba dulu aja siapa tau suka kan" Aya memang punya cara yang unik dalam mengajak Shani beribadah, ia tidak pernah memaksa apalagi menggurui.
"Ya tapi kalo ga mau gapapa sih, jangan dipaksain" Aya yang sudah berwudu kembali berbicara pada Shani seraya mengenakan mukenanya.
"Ko ga maksa nyuruh aku shalat?"
"Nanti aku jawab habis shalat ya, keburu siang" Shani mengangguk dan memilih untuk tetap duduk di kasur seraya memperhatikan Aya yang tengah khusyuk beribadah. Ia benar-benar memperhatikan setiap gerakan Aya, bagaimana ketika Aya bersujud dengan tenang, hingga diakhir oleh dua kali salam.
Setelah selesai berdoa, Aya langsung merapikan kembali mukenanya dan kembali duduk di atas kasur. Kepalanya hari ini memang benar-benar terasa sakit sehingga ia lebih memilih kembali ke kasur dan menarik selimutnya.
"Jadi kenapa ga pernah maksa?" Shani ternyata masih menunggu jawabannya.
"Ya karena ga perlu dipaksa, ibadah itu urusannya kamu sama Tuhan kan? Menurut aku sih gitu ya, itu urusannya udah antara pribadi seseorang sama Tuhannya. Kita mungkin cuman sekedar mengingatkan tapi ga bisa memaksakan. Karena menurut aku ya ini Shan, ibadah itu kebutuhan. Karena aku butuh Tuhan, makanya aku ibadah, nah tapi kan aku ga bisa maksa seseorang buat butuh juga sama apa yang aku butuhin. Termasuk kamu, gitu loh" Shani benar-benar dibuat takjub oleh jawaban Aya yang bahkan ia pikir perempuan satu ini hanya bisa berpikir dan bersikap random, ternyata dibalik itu semua ia memiliki pemikiran yang baik. Shani dan Aya sesungguhnya memang sama-sama pemikir. Sebagai anak libra mereka memang sering bergelut dengan pikiran mereka sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet, Speed and Star
FanfictionTulisan ini menceritakan tentang bertemunya seseorang yang sangat mengutamakan kecepatan, posisi, dan pencapaian dengan sesorang bintang yang selalu mengharapkan popularitas, ketenaran dan pengakuan. Pertemuan yang akhirnya menjadi sebuah titik jen...