Cerita dari Dylan

14K 2.6K 310
                                    

D y l a n

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

D y l a n

"Lan,  nggak syuting lu?"

"Lan, kok milea nya nggak dibawa?"

"Lan, lo udah berubah jadi anak genk motor?"

Curut busuk!  Sumpah kuping gue panas banget, hampir satu semester kemarin gue selalu denger ledekan yang sama.  Lagian, siapa sih tuh yang bikin buku milea milea itu?! Apa nggak bisa pake nama lain?  Bentar,  yang lahir duluan siapa, ya? Gue apa bukunya?

Halah, bodo amat!

Perkenalkan, nama gue Dylan Bagaskara. Dylan pake Y bukan pake I. Gue anak kedua dari bapak negara Aryo Bagaskara dan kanjeng ibu Utami, gue punya satu abang namanya Andra beda 5 tahun dari gue.

Sebagai salah satu bagian dari keluarga Bagaskara gue sudah melihat bagaimana keluarga ini meskipun memiliki pengaruh besar dalam bisnis di Indonesia tapi masih memperhatikan mereka yang kekurangan.  Hal ini gue rasakan saat gue berumur sepuluh tahun, waktu itu gue sama Kala baru pulang sekolah terus kita dijemput sama supir kantor papanya Kala dan langsung di antar ke kantor. Gue kaget awalnya karena pas sampai sana di salah satu ruangan sudah disulap jadi semacam tempat yang Dylan rasa mirip aula buat kondangan. Soalnya tiba-tiba banyak meja makanan prasmanan terus banyak orang,  anak kecil lebih tepatnya.

"La, emang siapa yang nikahan?  Bang Sat?" gue bertanya pada Kala saat itu. Tapi dia cuma gelengin kepala ga ngerti.

Pada akhirnya gue tahu kalau om Setyo, ayah Kala. Adalah orang yang menggagas ide ini, mengadakan acara makan bersama dengan anak yatim. Dari papa gue selalu mendengar tentang kebaikan om Setyo, papa juga bilang bahwa dia bangga menjadi adik ayahnya Kala itu.  Gue juga, gue juga merasa bangga jadi keponakan dari orang sebaik om Setyo. Karena itu saat kami kehilangan om Setyo begitu tiba-tiba gue juga merasakan kehilangan yang sama seperti yang dirasakan Bang Satya, bang Garda dan Kala. 

Tentang Kala, dia itu...sepupu yang udah kayak saudara kandung.  Kami deket dari jaman masih ngenyot dot, dari TK sampai kuliah aja selalu bareng meski sekarang kita beda jurusan.   Kala itu orangnya spontan, gebetannya dimana-mana. Sekarang jalan sana Vina, besok makan sama Laras. Terus akhirnya siapa yang kena?  Gue! 

Tolong ya Kala, gue juga banyak kesibukan selain ngurusin gebetan lo yang minta pertanggung jawaban!  Gue membatin,  tapi.... Gimana.. Dia saudara gue, teman, sahabat. Nggak bisa gue lihat dia kesusahan walaupun kesudahannya dia sendiri yang ciptain.

"Lo terlalu baik, Lan."

Suatu hari Kala bilang gitu ke gue. Gue bingung.

Bukannya kita memang harus bersikap baik, ya?  Sama siapapun itu. Benar, kan?

"Jangan terlalu baik, entar lo dimanfaatin!"

Terus gue toyor kepalanya sambil bergumam kesal,  "Lo yang sering manfaatin gue babi!" 

Dia hanya tertawa, tawa ngeledek. Sialan!

Tapi gue tetap memegang teguh apa yang bang Andra ajarkan sama gue dulu, 

"Dylan, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." waktu itu, kita berdua lagi lihatin hujan di balkon sambil makan gorengan.  Gue lalu menoleh ke bang Andra, nggak nyangka bang Andra bisa ngomong hal kayak gitu.  Gue takjub!

"Kata pak Ustad gitu." bang Andra melanjutkan, gue nggak jadi takjub deh

Anyway,  terlepas dari bang Andra yang men-copas perkataan pak Ustad. Gue rasa itu memang benar,  kita sebagai manusia memang harus memiliki manfaat untuk manusia yang lainnya.  Kalau bahasa IPA nya itu simbiosis mutualisme,  hubungan yang saling menguntungkan. Jadi, kalau Kala bilang gue nggak boleh terlalu baik biar nggak dimanfaatin sama orang, gue nggak terlalu setuju. 

Gue cuma mau jadi orang baik,  orang baik yang bermanfaat buat manusia yang lainnya.

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang