Untuk : Bang Xavi, Bang Satya, Bang Garda, Bang Andra, Dylan & Kala ( Jangan protes siapa yang gue tulis duluan, gue nulis sesuai urutan )
Pertama, gue mau minta maaf. Maaf karena pergi tanpa pamit, maaf karena nggak bisa bilang selamat tinggal dengan pantas sama kalian semua, maaf kalau gue harus pergi dengan cara seperti ini.
Kedua, terima kasih. Terima kasih karena kalian udah mau menerima gue dengan tulus dalam keluarga ini meski gue tahu itu nggak mudah, makasih karena buat gue ngerasa akhirnya gue punya keluarga yang nunggu gue pulang ke rumah, yang mengerti kalo gue kadang suka buat masalah, yang nunggu cerita-cerita gue meski gue nggak pernah bilang apa-apa sama kalian. Sekali lagi karena gue ngerasa gue nggak pantas untuk dapetin itu semua.
Waktu pertama kali gue masuk keluarga kalian, gue takut. Gue takut banget. Gue takut menghadapi bagaimana cara kalian menatap gue nanti, bagaimana kalian memperlakukan gue nanti. Semua pikiran negatif itu membuat gue merasa nggak seharusnya hari itu gue berjalan masuk ke dalam rumah oma.
Tapi kalian mau menerima gue, menerima gue yang cuma seorang anak dari panti asuhan yang meng-klaim kalau gue bagian dari kalian. Di titik itu gue sadar, gue merasa lebih takut lagi.
Takut karena semakin lama gue semakin merasa bahagia bersama kalian, takut karena semakin lama gue akan lupa darimana gue berasal. Mungkin kalian udah bisa menerima kehadiran gue, tapi gue nggak bisa. Gue nggak bisa nerima diri gue sendiri di antara kalian, dan perasaan itu yang akhirnya membuat gue memutuskan buat pergi. Pergi sebelum gue semakin merasa bahagia dan nggak mau ngelepas kalian.
Gue egois ya? Maafin semua keegoisan gue ini.
Gue pergi karena gue nggak mau lagi jadi parasit yang pelan-pelan merusak fondasi yang udah kalian bangun dengan kuat.
Buat Bang Xavier, makasih karena udah mau menerima gue sebagai adik abang. Gue tahu itu nggak akan mudah, dan nggak akan pernah mudah. Makasih udah pernah menahan gue buat nggak pergi, tapi sekarang gue harus, Bang. Tolong pamitin kepergian gue sama mama, ya. Bilang sama mama gue minta maaf karena belum bisa jadi anak yang baik, juga makasih karena membuat gue ngerasain kasih sayang seorang ibu.
Bang Satya dan Garda, makasih udah selalu kasih gue nasihat supaya gue bisa jadi orang yang lebih baik lagi. Gue akan selalu ingat kata-kata kalian berdua, gue harap kalian cepet baikan. Udah pada gede, bukannya cari jodoh malah pada marahan.
Buat Bang Andra, makasih udah nyapa gue duluan di hari pertama kita ketemu. Sejak hari itu gue merasa keberadaan gue bisa diterima di sama kalian.
Kala, nggak usah sok jadi fakboi lagi. Nggak kasian sama Dylan yang sering kena sial nya?
Dylan, baik-baik ya di Belanda nanti. Jangan gampang percaya sama orang, belajar dari kesalahan kemarin.
Sekali lagi, terima kasih karena udah mau nerima gue di sini. Dimanapun gue berada sekarang, gue akan selalu berdoa buat kebahagiaan kalian.
Langit Bagaskara
Xavier meremas kuat kertas yang diberikan oleh Dylan beberapa saat lalu padanya, tangannya gemetaran. Satya langsung merenggut kertas itu dari Xavier, membacanya bersama dengan saudara-saudaranya yang lain.
Pagi itu mereka disambut oleh sesuatu yang tidak mereka duga-duga. Niat awal Dylan hanyalah memanggil Langit yang tak kunjung turun untuk sarapan, tapi Dylan malah menemukan kamar yang telah kosong dan hanya ada sepucuk surat yang berisi tulisan tangan Langit di atas kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...