Marvin nya udah selesai makan nih!
.
.
.Dua piring yang tadinya berisi nasi goreng sudah habis isi nya tak bersisa, sementara dua orang yang melahap isi dari piring itu duduk saling bersisian, tak ada yang bicara setelah Langit selesai menceritakan kisahnya. Semuanya, dari awal hingga akhir sampai Langit memutuskan untuk pergi dari rumah Bagaskara. Langit tidak tahu apa yang dipikirkan Marvin tentangnya setelah ini, dia tidak bisa membaca ekspresi Marvin yang datar namun nampak berpikir. Atau, mengapa Marvin sekarang menghela nafas berat kemudian menunduk di antara kedua pahanya.
"Apa lo pikir gue sepicik itu?" Marvin akhirnya bersuara dalam pertanyaan yang serupa gumaman itu. Lantas kepalanya kembali mendongak, menatap Langit yang juga sedang menatap padanya.
"Vin..."
"Kita bertemen bukan cuma sehari dua hari, Ngit. Pertemanan kita nggak sedangkal itu buat gue, tapi lo nyembunyiin hal sebesar ini dari gue, lo hadapin semua masalah lo sendirian. Lo nggak ngeliat gue ada di sini buat lo?"
Langit tahu Marvin kecewa padanya, terlihat dari cara cowok itu menatap Langit sekarang. Pandangan kemarahan itu kembali muncul di kedua manik cokelat milik Marvin. Tapi Langit tak ingin membantah apapun, Langit sudah terlanjur mengecewakan Marvin, seakan tak menghargai pertemanan yang sudah mereka bangun selama dua tahun ini hanya karena Langit yang terlalu takut ditinggalkan karena Langit yang tidak bisa menerima dirinya sendiri.
Suara hela nafas Marvin membuat Langit tersentak, kembali memfokusnya kedua netranya pada Marvin.
"Sorry."
Marvin membuang muka sejenak, menelan ludah guna menelan kekesalan yang terasa mengganjal di tenggorokannya agar tidak keluar kemudian memandang balik pada Langit. "Mau dengerin cerita gue?" Marvin kemudian bertanya, Langit yang tak menjawab membuat Marvin melanjutkan kalimatnya. "Lo pasti tahu, dulu keluarga gue punya segalanya." Mata itu menerawang, Marvin seakan kembali ke masa lalu nya, "gue nggak pernah kekurangan apapun, gue selalu bisa dapetin apapun yang gue mau. Gue ngerasa bahagia waktu itu karena gue punya semuanya." lagi, Marvin menghela nafas untuk kesekian kalinya. "Tapi semua berubah waktu bokap bangkrut, kami nggak punya apa-apa lagi. Bahkan kami harus pindah ke rumah yang ukurannya bahkan cuma berukuran setengah dari ruang tamu di rumah gue yang dulu."
Langit pernah mendengar cerita ini sebelumnya, Marvin menceritakan tentang keluarganya setelah seminggu mereka resmi menjadi teman. Meski sudah mendengar cerita itu, namun Langit tetap mendengarkannya.
"Waktu itu gue cuma bisa nyalahin bokap, karena gue menganggap bokap udah gagal buat keluarga kami bahagia." Marvin menjilat bibirnya sendiri yang terasa kering, matanya tiba-tiba terasa panas mengingat kembali apa yang pernah ia dan keluarganya hadapi. Masa-masa sulit dua tahun yang lalu itu. "Gue nyalahin semua orang, gue pikir saat itu gue nggak akan bisa bahagia lagi karena gue nggak punya apa-apa. Waktu itu, gue nggak bisa nerima keadaan yang berubah tiba-tiba. Gue nggak bisa menerima diri gue yang udah nggak punya apa-apa." Marvin tersenyum kecil pada Langit, "gue rasa, lo juga lagi ngerasain hal itu, walaupun kasus kita berdua jelas berbeda." Marvin menepuk bahu Langit, meremasnya pelan. "Lo, cuma harus berdamai dengan diri lo sendiri, Ngit."
Batin Langit seakan tersentil oleh perkataan Marvin, ada rasa berdenyut nyeri di dada nya ketika Marvin kemudian melanjutkan perkataannya.
"Hal yang paling sulit di lakukan di dunia ini adalah memaafkan diri kita sendiri, dan menerima diri kita sendiri apa adanya." lanjut Marvin, "Gue tahu, pasti butuh waktu untuk lo bisa melakukan dua hal itu, tapi bukan berarti lo harus kabur, kan? Musuh utama lo sekarang itu diri lo sendiri, Ngit. Bagian diri lo yang belom bisa nerima kalo lo berhak bahagia sama mereka." Marvin merangkul Langit erat, menepuk -nepuk lengan kawan nya. "Gue yakin lo bisa. Lo cuma harus terima diri lo sendiri, berdamai dengan diri lo sendiri, sadarin diri lo sendiri kalo banyak orang yang mau lo bahagia. " Marvin menatap Langit dalam, kemudian menyunggingkan senyum lebar, "termasuk gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...