A n d r a
Nama gue Kalandra Bagaskara, dan gue benci timun. Benci banget, lebih benci daripada pelajaran logaritma.Pasti pada nanya kenapa, kan? Pasti pada mau tahu ya, kan? Mau tahu aja apa mau tahu banget?
Jadi, begini ceritanya...
Nungguin, ya?
Hehe..
Ok, ini beneran... Jadi gini ceritanya,
Waktu gue masih kecil, sekitar umur sepuluh tahun. Gue itu dulu anaknya suka pilih-pilih makanan, sampai sekarang pun masih. Apalagi sama sayur, anti banget. Sampai-sampai kanjeng mami aja harus ngakalin biar gue bisa makan sayuran. Suatu hari, gue dengan sok tahunya menyuap sup dari mangkok di atas meja makan. Waktu itu seinget gue, gue baru pulang main bola sama bang Xavi dan Garda. Laper banget, mana keringetan. Lihat ada makanan di meja, anak kecil kayak gue udah pasti langsung makan aja tanpa nanya dulu.
Baru satu sendok.
Sumpah! Gue berasa udah mau mati!
Drama banget, ya? Tapi itu kenyataan nya, gue nggak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Waktu itu gue langsung batuk-batuk, mau muntah. Kanjeng mami langsung keluar dari kamarnya tergopoh-gopoh sambil gendong si Dylan yang lagi ngucek mata.
"Andra, kamu kenapa?" nyokap langsung meriksa keadaan gue yang lagi batuk-batuk.
"Andra mau mati, mi."
"Hush! Ngawur kamu!"
Gue langsung disodorin air minum sama nyokap, gue minum sampai airnya habis tapi rasa di mulut gue masih aneh. Baunya, rasanya, bahkan sampai sekarang gue masih merinding kalau ngebayanginnya.
"Itu apaan sih, Mi?"
"Oh, itu sup timun. Buat mami, kamu makan itu?" begitu gue ngangguk, nyokap cuma bisa ketawain gue. Setelahnya, gue ngambek satu minggu sebelum akhirnya di sogok pake PSP terbaru sama papa.
Sejak itu, gue benci sama timun. Nggak mau lihat timun, megang aja jijik. Gue masih bisa ngebayangin gimana rasa aneh yang nempel di lidah gue waktu itu, tapi hal ini justru ngebuat adik juga sepupu sepupu gue menjadikannya bahan ledekan. Emang kurang ajar! Sudah pasti, yang paling banyak ngeledek gue Kala dan Dylan. Padahal Dylan adek gue sendiri, durhaka emang mau gue masukin ke rahim mami lagi tapi nggak bisa.
Kayaknya yang nggak pernah ngeledekin gue cuma si Garda doang, deh. Yaiyalah, kaku gitu kayak kanebo kering. Mau gue kepret air kayaknya biar lemesan dikit, apalagi kalau udah menyangkut urusan kantor dan pekerjaan. Gue nggak pernah lihat ada orang seserius Garda dalam melakukan pekerjaannya, sejak tiga tahun lalu gue udah menjadi asisten sekaligus sekretaris pribadi Garda. Dia secara langsung menunjuk gue sebagai tangan kanannya, gue nggak ngerti sih kenapa dia meminta gue buat jadi orang kepercayaannya. Mungkin karena memang kami berdua saudara sepupu yang paling dekat? Usia kami sama, gue sering juga nemenin Garda kalau dulu ada les. Bisa dibilang, gue yang rasanya lebih mengenal dekat Garda ketimbang saudara-saudara kami yang lain.
Tapi, namanya manusia pasti nggak ada yang sempurna. Pun Garda yang digadang-gadang bakal merebut tempat pengusaha muda nomor satu se Indonesia di vote tahun ini.
Garda itu cerobohnya bukan main. Dia bisa menghapal surat perjanjian klien dalam waktu satu jam, tapi bisa lupa dimana dia naro kunci mobil atau handphone yang baru beberapa detik lalu di pegang. Dia sering nelpon gue tiba-tiba cuma buat nanya,
"Andra, lihat handphone gue di mana nggak?"
Mau gue pukul rasanya tuh kepala pake stick golf. "Lah itu apa yang lagi lo pake buat nelpon kalau bukan handphone lo sendiri bambank?!"
Dan Garda cuma akan menjawab singkat,
"Oh, iya. Yaudah ndra."
Terus dimatiin, terus gue negdumel sendirian. Terus gue rasanya mau ngundurin diri aja jadi sekretaris pribadinya.
Garda, nggak tahu apa yang bakal terjadi sama lo kalau enggak ada gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...