Chapter 39

11K 1.9K 508
                                    

Sudah siap mengucapkan selamat tinggal?

.
.
.
.

Langit, meregangkan badannya, mengangkat tangannya ke atas agar otot-ototnya yang tegang sedikit rileks setelah bergulat dengan ujian yang akan menentukan kelulusannya, ini adalah hari terakhir ujian kelulusan Langit. 

Rasanya kali ini Langit lebih merasakan ketegangan ujian kelulusan dibanding saat masih SMP dulu. Kalau sekarang, Langit merasa harus bisa menjawab soal dengan baik dan mendapatkan hasil yang Bagus karena sekarang banyak yang menaruh harapan pada nya dan Langit tidak mau mengecewakan siapapun yang sudah menaruh kepercayaan padanya. 

"Tolong pegangin gue, udah mau mati gue di dalem." tiba-tiba saja Marvin sudah berdiri di samping Langit dan memegangi lengan temannya itu. 

Langit justru mendorong tubuh Marvin dengan begitu mudah sampai menubruk Gama yang baru saja keluar kelas dengan tampang yang menyebalkan menurut Langit, seperti biasa. 

"Lo berdua nggak pusing apa?" tanya Marvin pada kedua nya yang bersama-sama berjalan menyusuri koridor untuk turun ke bawah.  "Mata gue aja udah panas banget liat soalnya." Marvin menggerutu, padahal dia hampir setiap hari sudah belajar bersama dengan Langit dan Gama tapi menurutnya soal-soal yang dia kerjakan dari hari pertama sampai hari terakhir ini benar-benar membuat otaknya panas. 

Gama merangkul bahu Marvin, "kan gue bilang, kalo lo nggak tahu jawabannya pilih aja nomor 3." kata Gama.

"Pasti bener?" Marvin bertanya dengan wajah polos sementara Langit mendengus menahan tawa di samping kanan nya.

"Pasti sesat lah, Gama lo dengerin." kata Langit sambil melirik Gama meremehkan.

Kalau keadaan mereka masih seperti dulu, sudah pasti Gama akan langsung menantang Langit. Gama itu paling tidak suka diremehkan. Tapi sekarang keadaan mereka sudah jauh lebih baik, sudah jauh lebih tenang, sudah jauh lebih bersahabat.  Gama sendiri sekarang sudah tidak malu lagi untuk bergabung bersama Langit dan Marvin meskipun Langit kadang masih menanggapi ocehan Gama ogah-ogahan tapi cowok itu juga tidak mempermasalahkan lagi kalau Gama ikut nimbrung bersama mereka.  Seperti sekarang ini, Gama yang masih merangkul Marvin dengan akrab.

"Gila, ya, nggak berasa aja sebentar lagi kita bakalan lulus." ketiganya melewati lapangan, Marvin jadi teringat lagi hari pertamanya bertemu dengan Langit di lapangan itu.  "Bakal ninggalin sekolah ini." matanya menyisir bangunan sekolahnya. 

"Iya, itu juga kalo lo lulus, kan?" celetuk Gama yang langsung disambut sikutan Marvin pada rusuknya sementara Langit tertawa kecil. 

"Tapi beneran," wajah Marvin berubah serius menatap bergantian pada Langit dan Gama. "Gue bakal kangen juga sama sekolah ini, sama kenakalan kalian berdua, siapa sangka dua orang yang dulunya sering adu jotos sekarang jadi akur begini?" wajahnya sedikit meledek Langit dan Gama.

Langit dan Gama saling melirik lalu membuang wajah ke arah lain dan kembali melanjutkan langkah menuju gerbang sekolah.

"Christ gimana?" tentu saja, pertanyaan Langit diajukan untuk Gama.

"Apa nya?" Gama balik bertanya.

"Dia beneran nggak ngasih syarat yang aneh-aneh, kan, soal lo yang mau keluar dari genk mereka?"

Gama diam sejenak, lalu tertawa sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ekspresi wajahnya kembali membuat Langit kesal. "Lo tenang aja, apapun itu asalkan gue bisa lepas dari mereka. Nggak masalah buat gue."

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang